Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

WFH: Jarang Mandi, Brewok dan Gondrong

30 Maret 2020   00:07 Diperbarui: 30 Maret 2020   13:25 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pas mulai memasuki usia kepala lima, warna putih di atas kepala saya semakin signifikan. Saya tidak berminat menyemir rambut, namun juga tidak mau putih total seperti, mohon maaf kalau terpaska meyebut nama, Hatta Rajasa, mantan Menteri Koordinator Perekonomian di era kedua kepemimpinan Presiden SBY.

Alhamdulillah, seorang teman merekomendasikan minyak rambut produksi lokal yang sengaja tidak saya tulis mereknya agar tidak dianggap promosi. Sejak itu, paling tidak bagian yang masih hitam lebih pelan memutihnya. Namun gara-gara WFH, minyak rambut itupun saya biarkan tergeletak.

O ya seharusnya saya sudah memangkas rambut sekitar dua minggu yang lalu. Tapi lagi-lagi saya ketakutan kalau harus ke barber shop langganan saya yang biasanya saya datangi setiap 4 atau 5 minggu sekali.

Saya tentu tidak bisa menduga, pisau cukur yang digunakannya, apakah sebelumnya digunakan untuk melayani pelanggan yang pantas diduga berisiko tinggi atau tidak. Demi amannya ya tidak usah pangkas rambut.

Maka bila saya tetap tidak memangkas rambut sampai 19 April mendatang sesuai dengan imbauan terbaru dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saya akan mencatat rekor, memiliki rambut yang agak gondrong, menutupi sebagian telinga dan sebagian krah baju.

Hal itu adalah rekor rambut terpanjang yang pernah saya pelihara. Soalnya waktu saya kuliah di paruh pertama dekade 1980-an, era mahasiswa berambut gondrong sudah berlalu. 

Mencukur kumis dan jenggot pun saya malas. Entah apa yang merasuki saya, kok malasnya gak ketulungan kayak gitu. Mungkin ini sebagai perwujudan obsesi saya di saat masih SMP dulu.

Ya dulu saya pernah berangan-angan jadi penyair karena menyukai puisi-puisi WS Rendra. Dan dalam imajinasi saya, penyair tulen itu penampilannya berambut gondrong dan brewokan.

Nasib berkata lain, saya tidak kuliah di Fakultas Sastra, melainkan di Fakultas Ekonomi. Kemudian "terjerumus" jadi orang kantoran sampai sekarang.

Jadi, dengan WFH saya seperti merasa sudah jadi seorang penyair saja. Pura-puranya begitu.

Dok. centerklik.com
Dok. centerklik.com
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun