Acara pengarahan dari Direksi terhadap para pejabat bank yang datang dari seluruh penjuru tanah air pun juga mengambil tempat di sana. Sehingga bila acara dinas ini berlangsung di hari Jumat, jam 11 siang ruangan buru-buru ditata ulang agar bisa digunakan buat Salat Jumat.
Nah menarik pula mencermati soal pemberian nama masjid yang dipas-paskan dengan nama pemiliknya. Sebagai contoh, Masjid Alatief adalah nama masjid di Mal Pasaraya yang dimiliki oleh Abdul Latief, yang dulu pernah menjadi menteri di era Orde Baru.
Gaya yang dipas-paskan itu jauh sebelumnya telah dimulai oleh Bank Indonesia yang membangun masjid cantik di atas lahan bagian samping komplek kantor pusatnya (bukan dalam gedung). Namanya Masjid Baitul Ihsan (disingkat BI).
Kelemahan dari masjid di dalam gedung, tentu saja karena publik tidak bisa melihat kemegahan masjid dari luar. Tak ada kubah atau ciri-ciri bangunan sebuah masjid. Namun ketika masuk ke dalam gedung dan langsung ke lantai tempat masjid berada, baru jamaah terkagum-kagum dengan interiornya.Â
Tapi coba pikirkan dari sisi yang lain. Pekerja dan pengunjung di sebuah gedung yang terdiri dari puluhan lantai berkapasitas di atas seribu orang, tentu membutuhkan sebuah masjid yang layak. Makanya satu lantai khusus untuk masjid, kenapa tidak?
Semoga keberadaan masjid di dalam gedung perkantoran menjadikan karyawannya lebih produktif dan lebih berintegritas. Bukan lebih malas karena ke masjid sekalian rebahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H