Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dampak Virus Corona terhadap Perekonomian, dari Pasar Becek hingga Bursa Saham

11 Februari 2020   08:09 Diperbarui: 11 Februari 2020   08:15 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Turis China yang akan kembali ke negaranya di bandara Bali sebelum jalur penerbangan ditutup (Antara Foto, dimuat bbc.com)

Kita boleh sedikit bernafas lega karena hingga saat ini Virus Corona (selanjutnya ditulis VC) belum terdeteksi masuk ke negara kita. Namun demikian kita perlu meningkatkan kewaspadaan, karena banyak negara lain yang menduga pemerintah kita belum punya alat yang canggih untuk mendeteksinya.

Tapi dengan anggapan data yang diungkap oleh pemerintah sudah akurat, jangan dikira ketiadaan VC di negara kita tidak ada dampaknya bagi masyarakat. Sebagai contoh, Kompas Sabtu (8/2/2020) memberitakan kenaikan harga yang signifikan untuk barang-barang yang selama ini diimpor dari China. 

Bagi ibu-ibu rumah tangga tentu sudah mengetahui bahwa harga bawang putih mengalami kenaikan lumayan besar. Ternyata selama ini kebutuhan akan bawang putih itu sebagian didatangkan dari China.

Maka dengan dihentikannya penerbangan dari dan ke China, telah mengurangi pasokan bawang putih, dan akhirnya berdampak pada kenaikan harga.

Di Pasar Raya Padang, seperti yang ditulis Kompas di atas, harga bawang putih yang sebelumnya masih Rp 30.000 per kg, sekarang naik tajam hingga Rp 50.000 per kg.

Meskipun demikian, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta masyarakat untuk tidak panik karena pemerintah masih punya stok bawang putih 84.000 ton, selain akan ada panen bawang putih lokal di beberapa daerah.

Tentu tidak hanya bawang putih saja yang terdampak, karena banyak komoditas lain dalam lalu lintas ekspor impor antar Indonesia dan China. 

Patut dicatat, China adalah konsumen batubara terbesar yang sebagian dipasok oleh Indonesia. Selain itu China juga mengimpor nikel, tembaga dan sawit dari Indonesia.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke China pada tahun 2019 sebesar 25,85 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau 16,68 persen dari seluruh ekspor nonmigas.

Sedangkan untuk impor, sektor manufaktur Indonesia sangat tergantung dengan bahan baku dari China. Impor nonmigas Indonesia dari China tahun lalu senilai 44,58 miliar dollar AS atau setara 29,95 persen dari total impor nonmigas.

Jelaslah, bahwa tak terbantahkan, China adalah mitra dagang utama Indonesia. Sekarang ini, karena ditutupnya jalur distribusi dari dan ke China gara-gara VC, maka akan besar pula dampaknya bagi perekonomian kita.

Selain perdagangan, sektor pariwisata juga tak kalah terpukul. Bagi yang sejak dulu sampai sekarang sering berkunjung ke Pulau Bali, akan mengetahui betapa sejak dua tahun terakhir ini, wisatawan asal China terlihat dominan.

Padahal di era sebelumnya, turis asal Australia yang paling banyak berkunjung ke Bali, kemudian berlanjut ketika turis asal Jepang yang mendominasi. 

Hal itu membuktikan bahwa tingkat kesejahteraan warga China meningkat drastis, sehingga berwisata ke berbagai belahan dunia, menjadi kebiasaan baru mereka.

Tidak hanya Bali, hampir semua destinasi wisata yang populer di negara kita, disambangi oleh rombongan wisatawan China. Contohnya akhir Januari lalu, puluhan wisatawan dari negeri tirai bambu tersebut didemo warga Sumatera Barat, agar mereka "diusir" oleh pemerintah karena khawatir menularkan VC.

Daerah yang baru berkembang pariwisatanya seperti di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah merasakan dampak sepinya wisatawan dari China, antara lain tergambar dari pengalaman seorang pengelola bisnis kapal sewaan, Tissa Septiani Indra (bbc.com, 6/2/2020).

Bagi wisatawan asing ataupun domestik, untuk bisa menikmati aksi binatang yang menjadi ikon wisata NTT, komodo, jalur paling banyak ditempuh adalah dengan naik kapal dari Labuan Bajo, kota terdekat yang ada bandaranya.

Nah, dari kisah yang dialami Tissa di atas, terungkap bahwa ada sebanyak 400 0rang turis China yang sudah membayar uang muka, terpaksa membatalkan perjalanannya. Untuk bulan Januari saja, Tissa mengaku menderita kerugian Rp 150 juta.

Kini kapal-kapal yang dikelola Tissa hanya menganggur. Kalau ditelusuri pasti banyak kisah senada dari para pelaku bisnis pariwisata di berbagai penjuru tanah air.

Apa lagi dampak VC terhadap perekonomian Indonesia? Bagi mereka yang rutin mengamati pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), tentu sudah mengetahui, harga saham banyak perusahaan yang tergolong blue chip, saat ini mengalami penurunan sejak pekan terakhir Januari lalu.

Padahal setiap akhir Januari biasanya ada January effect yang mendongkrak harga saham. Tapi karena dana asing banyak yang keluar dari BEI gara-gara kekhawatiran atas dampak VC terhadap kinerja perusahaan yang melantai di bursa saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI per 31 Januari 2020 rontok 117,55 poin ke level 5.940 atau turun 5,71 persen dibanding posisi awal tahun ini.

Jadi, berbicara tentang dampak VC terhadap perekonomian Indonesia, gampang terlihat di mana-mana, dari pasar becek yang menjual bawang putih hingga bursa saham yang menjadi "mainan" para eksekutif berdasi.

Masalahnya, seberapa lama VC akan memberikan sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia? Jika berkaca pada kasus virus SARS pada semester pertama tahun 2003, dampaknya terhadap pasar modal global, termasuk Indonesia, ketika itu berlangsung sekitar 3 hingga 6 bulan. 

SARS yang awalnya juga mewabah di China, berdampak signifikan tidak hanya bagi China, tapi juga perekonomian regional Asia. Tapi  jelas VC berpotensi lebih besar dampaknya ketimbang SARS.

Soalnya, 17 tahun lalu China baru menyumbang 4 persen dari produk domestik bruto (PDB) global. Sedangkan sekarang, menurut Bank Dunia sebagaimana dimuat Kompas (10/2/2020),  kontribusi China mencakup sekitar 16 persen PDB global.

Kita berharap bahwa keberhasilan dalam membentengi masuknya VC ke Indonesia perlu diimbangi dengan kemampuan meminimalisir dampaknya terhadap perekonomian kita.

Caranya antara lain mulai aktif mencari mitra dagang baru selain China. Tentu juga diiringi doa agar wabah VC di China dan negara lain yang terkena, segera dapat dikendalikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun