Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Berburu Makanan Tradisional di Karanganyar dan Solo

18 Oktober 2019   08:08 Diperbarui: 18 Oktober 2019   08:28 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wedang dan gorengan (dok pribadi)

Karanganyar adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang masih termasuk kawasan Solo Raya atau eks karesidenan Surakarta. Memang banyak orang yang lupa mencantumkan nama Karanganyar, cukup ditulis Solo saja.

Jadi harap maklum kalau Karanganyar meskipun sebetulnya banyak didatangi wisatawan domestik, namun ironisnya kurang dikenal, karena pengunjung mengingatnya sebagai Solo.

Wedang dan gorengan (dok pribadi)
Wedang dan gorengan (dok pribadi)
Ada suatu objek wisata alam yang paling top di Karanganyar, yakni air terjun Grojogan Sewu. Sayangnya saya dan teman-teman yang lagi berwisata di sana, Sabtu (12/10/2019) lalu, karena tidak berusia muda lagi, tidak berani mendekati air terjunnya. Kami cukup puas sekadar berfoto di gerbang masuk, yang masih jauh dari lokasi air terjun.

Artinya kami sudah mengukur kekuatan, saat turun ke lokasi air terjun, mungkin gampang. Namun pasti saat naik kembali melewati ratusan anak tangga, kami akan sangat ngos-ngosan, meskipun ada pos tempat beristirahat sejenak.

Makanya kami memilih wisata kuliner saja, selain ke Tjolomadoe yang sudah saya tulis di sini. Nah tulisan kali ini khusus tentang kuliner yang sempat kami nikmati.

Jadah Tempe (dok pribadi)
Jadah Tempe (dok pribadi)
Tujuan pertama kami adalah sebuah restoran bernama Ndoro Donker yang terletak di kebun teh, belasan kilometer dari pusat kota Karanganyar.

Kebun tehnya relatif kecil jika dibandingkan dengan kebun teh di Puncak, Jawa Barat. Tapi yang menarik, restorannya berupa rumah tempo dulu yang berarsitektur Belanda dan masih terpelihara dengan baik.

Interior di dalam restoran pun ditata sedemikian rupa sehingga bernuansa era kolonial. Ada beberapa tempat photo booth dengan latar belakang lukisan Eropa jadul. Ada pula mobil VW kodok di depan restoran yang menarik perhatian.

Dekorasi di Ndoro Donker (dok pribadi)
Dekorasi di Ndoro Donker (dok pribadi)
Pengunjung bisa memilih duduk di bangku taman di halaman restoran. Tentang nama Donker itu sendiri, diambil dari nama orang Belanda yang berjasa memperkenalkan kebun teh bagi masyarakat Karanganyar.

Makanan dan minuman yang disediakan restoran yang dibuka sejak sembilan tahun lalu itu, kebanyakan berjenis tradisional. Bahkan turis dari Belanda pun menyenangi makanan tradisional tersebut, terutama timus, cemilan yang terbuat dari singkong.

Soto Gading (dok pribadi)
Soto Gading (dok pribadi)
Kami memilih makanan pipes kopyor dan minum teh. Pipes kopyor adalah roti tawar yang diberi kuah santan dan sayatan daging kelapa kopyor. Uniknya pipes kopyor ini dikemas dalam bungkusan daun pisang.

Berikutnya kami mencicipi jadah tempe, yakni tempe bacem yang dimakan sekaligus dengan tape yang dibungkus mirip lemper. Penasaran dengan timus, ini menjadi pilihan kami berikutnya.

Karena tempatnya tergolong eksklusif, pengunjung harus siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Harga makanan dan minumannya di atas harga restoran biasa.

Kebun teh (dok pribadi)
Kebun teh (dok pribadi)
Kalau Ndoro Donker kami nikmati pada waktu pagi sekitar jam 9-10, maka untuk makan siang kami masih konsisten dengan mencari makanan tradisional.  Pilihan kami jatuh pada sebuah rumah makan di pusat kota Karanganyar yang punya menu andalan masakan khas Jawa Tengah.

Nama rumah makannya Warung Idjo. Panjang sekali daftar menunya, tapi pilihan kami terpecah dalam dua kelompok. Ada yang memilih garang asem ayam kampung, dan ada pula yang memilih sop kepala ikan.

Garang asem (dok pribadi)
Garang asem (dok pribadi)
Ternyata makanan tradisional punya citarasa yang tinggi. Sayangnya di Jakarta rumah makan yang menyediakan masakan tradisional Jawa tidak begitu banyak, kalah jauh dibanding fast food makanan asal luar negeri.

Karena kami menginap di sebuah homestay di Solo, maka malamnya  giliran kami menyantap bakso yang rasanya nendang banget di Bakso Kadipolo yang berada dekat Rumah Sakit Muhammadiyah Surakarta.

Sebelum tidur, kami masih menyempatkan diri untuk mencari minuman yang hangat di sebuah warung. Uniknya, di dalam warung ada gerobak tempat menaruh aneka gorengan dan cemilan tradisional lain. 

Pengunjung hanya memesan jenis minuman seperti wedang jahe atau kopi, sedangkan untuk cemilan dipersilakan mengambil sendiri dari apa yang tersedia di atas gerobak. Harganya murah meriah.

Timus (dok pribadi)
Timus (dok pribadi)
Besoknya untuk sarapan pagi kami memilih Soto Gading, soto khas Solo yang sangat disukai Presiden Jokowi sekeluarga. Soto ini sangat dominan rasa kuah kaldu ayamnya. Isiannya adalah soun, suwiran daging ayam, bawang merah goreng, dan irisan daun seledri.

Di atas meja pengunjung juga disediakan menu tambahan seperti tempe, tahu, sate usus, sate daging sapi, empal, perkedel dan aneka kerupuk. Pengunjung tinggal mencomot saja.

Dok pribadi
Dok pribadi
Di pusat kota Solo, dekat Pasar Gede, ada toko oleh-oleh yang selalu ramai dikunjungi pelanggannya. Tentu kami juga tidak ketinggalan berburu oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Jakarta.

Roti semir menjadi oleh-oleh yang paling laris, sejenis roti yang dibelah bagian tengahnya diisi mentega dengan cara disemir. Karena roti ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu, bolehlah disebut sebagai tradisional juga.

Selepas membeli oleh-0leh, berakhir pula petualangan kami berburu makanan tradisional di Karanganyar dan Solo, karena kami harus kembali ke Jakarta. 

Kesimpulannya, di tengah gempuran kuliner asing yang sudah menyasar masuk kota kabupaten di berbagai penjuru tanah air, kami merasa kuliner tradisional telah menunjukkan kekokohannya, tahan banting dan menolak untuk menyerah.

Buktinya, di setiap tempat makan yang saya ceritakan di atas, pengunjungnya melimpah dan ada yang kami harus bersabar menunggu dapat tempat duduk. Kuncinya terutama karena maknyusnya rasa makanannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun