Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lagu Indonesia Berlirik Inggris, Pertanda Lunturnya Nasionalisme?

18 Agustus 2019   21:28 Diperbarui: 18 Agustus 2019   21:44 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa sering anda mendengar lagu yang enak di dengar dari radio yang sengaja anda hidupkan untuk membunuh waktu selagi terjebak kemacetan di jalanan ibu kota?

Ketika kebetulan diputar lagu baru berbahasa Inggris, setidaknya baru buat telinga anda, apakah dalam hati anda langsung menebak bahwa itu mungkin lagu terbaru dari penyanyi top di Amerika Serikat atau Eropa? Soalnya liriknya diucapkan secara fasih. Apalagi iramanya mirip dengan lagu-lagu barat yang lagi ngetrend.

Eh, gak taunya setelah lagunya habis, penyiar radio menyampaikan bahwa yang barusan diputar adalah lagu Indonesia. Disebut lagu Indonesia karena diciptakan dan dinyanyikan oleh artis Indonesia, demikian juga tempat merekam dan memasarkannya. 

Kecewakah anda karena ternyata "hanya" musisi Indonesia yang membuat lagu hebat tersebut? Atau anda justru bangga bahwa musisi Indonesia semakin kreatif dan selera bermusiknya sudah berkelas internasional.

Memang obsesi banyak artis papan atas di negara kita adalah bagaimana caranya agar mendunia. Ada yang merasa perlu hijarah ke Perancis seperti Anggun C Sasmi atau ke Amerika seperti Agnez Mo.

Tapi sekarang tidak harus hijrah seperti itu. Toh dengan komunikasi dan teknologi yang kian canggih, proses mendunia bisa dilakukan dari Indonesia. Bahkan tak harus dari Jakarta, dari pelosok desa pun oke, sepanjang ada jaringan internet yang lancar, bisa dilakukan.

Maka tanpa banyak diungkap oleh media arus utama, sudah banyak artis Indonesia yang dikenal secara lintas negara melalui dunia maya. Rich Brian, Dipha Barus, Sheryl Sheinafia, adalah beberapa nama sebagai contoh. 

Lagu-lagu yang mereka buat kebanyakan dalam bahasa Inggris. Hal inilah yang ikut mendukung dalam memudahkan pendengar atau penonton dari luar negeri untuk memahami lagunya.

Nah, sekiranya mereka menyanyikan dalam lirik berbahasa Indonesia apakah gak bakal mendunia? Belum tentu juga. Bila lagunya enak didengar meski pendengarnya gak tahu artinya, bakal tetap laku. 

Itulah yang terjadi dengan lagu Despacito. Orang di manapun akan bergoyang mendengar iramanya yang menggoda. Padahal liriknya sendiri punya arti negatif karena berbau porno dan melecehkan wanita.

Pada zaman dulu, Gesang dengan lagu yang full berbahasa Indonesia seperti Bengawan Solo, buktinya disukai di luar negeri, terutama di Jepang.

Masalahnya remaja dan anak muda sekarang dalam kesehariannya memang relatif sering berbahasa gado-gado, Indonesia campur Inggris atau Inggris campur Indonesia.

Apalagi remaja yang bersekolah di sekolah berlabel internasional, tentu fasih bercas-cis-cus. Atau kalaupun sekolahnya sekolah negeri tapi kalau aktif bermain game atau berinteraksi dengan teman dunia maya yang berasal dari lintas negara, dengan sendirinya akan relatif lancar berbahasa Inggris.

Pertanyaannya, apakah nasionalisme remaja sekarang yang lebih sering berbahasa Inggris, sudah luntur? Tidak mudah untuk memberi vonis seperti itu. 

Melarangnya pun bukan pilihan yang bijak. Dulu Presiden Sukarno pernah melarang beredarnya lagu-lagu ngak ngik ngok, yang maksudnya adalah lagu barat.

Ketika itu grup band yang baru merintis karir yang kelak merajai blantika musik pop nasional, Koes Plus, pernah dipenjarakan karena membawakan lagu-lagu The Beatles saat manggung.

Kalau berkaca pada penyanyi Filipina yang juga banyak menciptakan lagu berbahasa Inggris, tampaknya tidak berpengaruh pada nasionalisme mereka.

Di satu sisi, kita perlu mengapresiasi artis kita yang makin kreatif dan percaya diri buat mendunia. Di pihak lain, instansi pemerintah yang berkaitan, yakni Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), perlu pula membina pelaku ekonomi kreatif, termasuk musisi dan penyanyi, agar punya komitmen nasionalisme yang tinggi.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun