Untung saja kami tidak melewati TTJ pada malam hari, karena saya melihat sepanjang jalan belum ada lampunya, kecuali di dekat gerbang pembayaran atau di persimpangan. Hanya ada spotlight, pemantul cahaya bila terkena lampu kendaraan yang lewat di sepanjang pembatas jalan.
Kota Surabaya menjelang malam, setelah keluar tol Waru, ternyata macet parah seperti yang lazim di Jakarta. Namun setelah masuk Jalan Ahmad Yani sampai ke rumah tujuan kami di Keputih, dekat kampus ITS, relatif tidak begitu macet.
Tapi saya bersyukur karena cuaca lebih cerah sehingga bisa puas mengambil beberapa foto dari balik kaca mobil. Hal ini tak sempat saya lakukan saat berangkat karena sepanjang jalan cuacanya mendung, bahkan hujan di beberapa tempat.
Kemudian yang agak berbeda, saat menempuh ruas Solo-Semarang, jalannya banyak yang menurun, sehingga di beberapa titik tersedia fasilitas pendakian buatan di sebelah kiri jalan, khusus bagi mobil yang mengalami rem blong.
Setelah itu kami masuk lagi ke TTJ di gerbang Banyumanik, masih di kota Semarang. Sampai di Palimanan jam 15.48 dengan membayar Rp 180.500.
Dengan mengambil jeda sekitar 30 menit di sebuah rest area di ruas Palimanan-Cirebon, perjalanan berlanjut sampai di Cikarang saat bayar tol yang terakhir Rp 117.000 jam 18.07. Tapi biasa, Cikarang sampai Bekasi macetnya gak ketulungan, alhasil sampai di rumah Tebet sekitar jam 8 malam.
Perlu pula dicatat tentang tingkah para pengendara yang tidak mematuhi aturan kecepatan maksimum dan minimum. Akibatnya perlu kehati-hatian saat disalib mobil yang melaju demikian kencang bak di sirkuit balapan, atau tiba-tiba di depan ada truk yang lamban seperti keong. Ketentuan mendahului kendaraan lain harus dari sebelah kanan, banyak yang tidak mematuhi.