Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Beberapa Catatan Setelah Menjajal Jalan Tol Jakarta-Surabaya

1 Februari 2019   08:18 Diperbarui: 3 Februari 2019   08:49 5338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehadiran jalan tol yang menghubungkan dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, sungguh membuat saya tidak sabar ingin menjajalnya. Tol Trans Jawa, itu namanya yang sering dipakai media massa.

Biar praktis, selanjutnya di tulisan ini saya menggunakan TTJ sebagai singkatan dari Tol Trans Jawa. TTJ tentu berkaitan dengan TTDJ (hati-hati di jalan) agar mereka yang melewatinya selamat sampai di tujuan, tapi sama sekali tak berkaitan dengan TTM (teman tapi mesra).

Kesempatan menjajal TTJ terwujud pada hari Jumat (25/1) yang lalu, untuk suatu keperluan keluarga. Kami berangkat bertiga, yakni saya dengan salah seorang putra saya yang masih berstatus mahasiswa di Surabaya, serta seorang teman yang sekaligus didaulat menjadi driver.

Jembatan ikonik di jalur Pemalang - Semarang (dok pribadi)
Jembatan ikonik di jalur Pemalang - Semarang (dok pribadi)
Saya tidak mencatat secara tepat jam keberangkatan kami dari Jakarta. Setelah mengisi penuh bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Pancoran, Jakarta Selatan, yang dekat dari rumah saya di Tebet, sekitar jam 6 pagi, mobil Kijang Innova tua yang berusia hampir sepuluh tahun yang kami kendarai sudah memasuki TTJ ruas Jakarta-Cikampek.

Tentu di ruas yang sudah lama digunakan tersebut tak perlu saya ulas lagi, kecuali kemacetan yang luar biasa karena berbagai proyek tengah dibangun termasuk tol layang Jakarta-Cikampek. Butuh sekitar 2 jam untuk sampai di kilometer 40-an, saat mobil baru bisa dipacu secara normal. 

Gerbang masuk Surabaya, lebih 700 km dari Jakarta (dok pribadi)
Gerbang masuk Surabaya, lebih 700 km dari Jakarta (dok pribadi)
Pada jam 09.33 sesuai yang tercantum pada slip pembayaran e-toll, saya telah sampai di Palimanan. Di sinilah kartu saya pertama kali dipotong sebesar Rp 117.000 yang sekaligus untuk dua ruas, Jakarta-Cikampek dan Cikampek-Palimanan. Panjang kedua ruas itu sekitar 180-an kilometer.

Karena ketidaktahuan, saya tidak mengisi bahan bakar di Palimanan, karena belum separo dari kapasitas bahan bakar yang telah terkuras. Anggapan saya, tentu sebagaimana lazimnya jalan tol, paling tidak setiap 30 km akan ada rest area yang juga sekaligus menyediakan SPBU.

Gunung di kejauhan jalur Solo-Semarang (dok pribadi)
Gunung di kejauhan jalur Solo-Semarang (dok pribadi)
Inilah catatan pertama yang perlu diperhatikan mereka yang berniat menjajal TTJ, yakni ketersediaan SPBU. Ternyata di ruas tol yang relatif baru di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, belum siap dengan rest area yang lengkap dengan SPBU seperti di tol Cikampek atau tol ke Bandung yang sudah lama beroperasi dan merupakan "jalur gemuk".

Ada terbersit harapan ketika saya melihat petunjuk bahwa satu kilometer lagi ada rest area yang dilengkapi dengan tanda terdapatnya SPBU. Namun rupanya masih tahap finishing dan diperkirakan saat libur lebaran baru beroperasi SPBU-nya. Fasilitas restoran, mini market, dan toilet memang sudah dibuka, tapi terlihat belum rapi dan ukurannya jauh lebih kecil ketimbang rest area di tol Cikampek.

Memandang Surabaya dari jalan tol (dok pribadi)
Memandang Surabaya dari jalan tol (dok pribadi)
Saya coba berselancar di dunia maya dan mendapat berita bahwa saat libur tahun baru kemaren, ketika sebagian ruas TTJ masih bersifat gratis dalam rangka uji coba, disediakan SPBU keliling di 11 titik. Sayangnya, justru saat TTJ sudah menarik bayaran yang relatif mahal, SPBU-nya malah belum siap.

Akhirnya ketika tanda di dashboard menunjukkan bahan bakar sudah tinggal seperempat dari total kapasitas, dan setelah mendapat kepastian dari seorang petugas yang lagi menginspeksi jalan tol bahwa belum ada SPBU di jarak puluhan kilometer ke depan, kami mengikuti saran si petugas untuk keluar di Batang, Jawa Tengah.

Masjid di Rest Area KM 519 sekitar Ngawi (dok pribadi)
Masjid di Rest Area KM 519 sekitar Ngawi (dok pribadi)
Kami melewati gerbang keluar tol Batang pada pukul 11.04 dan sekaligus kartu terpotong lagi Rp 135.000. Mumpung sudah di luar tol, selain mengisi full bahan bakar, kami sekaligus mencari masjid untuk menunaikan salat Jumat setelah makan siang di sebuah rumah makan. Sekitar jam 12.20 baru kami kembali masuk TTJ.

Ada untungnya kami sempat keluar tol, karena ternyata di jalur Batang-Semarang belum ada tempat istirahat yang memadai, tidak ada masjid buat salat Jumat, hanya punya musala kecil. Saat mendekati Semarang ada sebuah rest area darurat, di mana berderet mobil penyuplai bahan bakar yang diantre oleh banyak sekali pengendara. O rupanya itu yang dimaksud SPBU keliling.

Gerbang tol Ngawi (dok pribadi)
Gerbang tol Ngawi (dok pribadi)
Jadi, inilah yang menjadi catatan kedua, yakni seiring dengan sulitnya mengisi bahan bakar, juga relatif sulit mencari tempat istrirahat yang layak yang sekaligus mempunyai banyak pilihan restoran serta tempat ibadah yang luas dan nyaman. 

Karena jarak antar rest area relatif jauh, maka antrian di toilet jadi tidak tertib, terlalu banyak yang kebelet yang menahan desakan biologisnya selama lebih dari setengah jam. 

Bahkan saking banyaknya antrean di toilet wanita, ada ibu-ibu yang nekat masuk toilet laki-laki di tempat yang ada pintu tertutupnya. Toilet pun jadi kotor, karena tidak sempat dibersihkan petugas. Kebetulan saat itu ada beberapa bus berisi rombongan ibu-ibu dari suatu kelompok pengajian di rest area tempat kami berhenti sebentar.

Jalur Surabaya - Mojokerto (dok pribadi)
Jalur Surabaya - Mojokerto (dok pribadi)
Catatan berikutnya, kondisi jalan yang berupa semen cor-coran menimbulkan bunyi berdenyit pada putaran ban kendaraan. Sesekali saat melintasi bagian tertentu yang beraspal (yang sayangnya hanya sedikit), suara denyitan akan hilang.

Lagi pula di beberapa titik masih terlihat para pekerja yang tengah sibuk dengan menutup satu lajur sehingga jalan menyempit. Artinya, TTJ memang belum seratus persen siap. 

Kondisi yang belum siap tersebut juga terlihat dari petunjuk jalan yang masih membingungkan, karena sebagian berasal dari kondisi sebelum TTJ tersambung. Contoh di ruas Semarang-Solo, baru beberapa kilometer sudah ada petunjuk, bagi yang mau ke Surabaya ambil lajur kiri dan yang mau ke Solo silakan di lajur kanan.

Padahal maksudnya itu kalau mau ke Surabaya lewat jalan biasa. Sedangkan yang ingin ke Surabaya lewat tol, justru ambil lajur yang ke Solo karena sudah tersambung dengan Surabaya. Pengendara yang tidak paham, bisa salah membaca petunjuk arah.

Mobil dengan rem blong, bisa manfaatkan area pendakian buatan di sisi kiri (dok pribadi)
Mobil dengan rem blong, bisa manfaatkan area pendakian buatan di sisi kiri (dok pribadi)
O ya, sebelum masuk ruas Semarang-Solo, saat kami masuk Semarang tercatat pada pukul 13.14 dan harus menempelkan kartu dengan tarif Rp 76.500 untuk jarak Batang-Semarang.

Selanjutnya kami masuk ruas tol lama yakni tol lingkar kota Semarang bertarif Rp 5.000, yang berlanjut dengan ruas Semarang-Solo. Inilah yang menurut saya merupakan ruas dengan pemandangan terindah, ada turun naik dan sedikit berliku. Sebelumnya pemandangan sepanjang Palimanan-Semarang relatif monoton khas pantai utara Jawa, kecuali di sekitar KM 380-an, terdapat jembatan yang ikonik.

Pemandangan khas pantura (dok pribadi)
Pemandangan khas pantura (dok pribadi)
Setelah melewati Solo, langsung bersambung dengan ruas Solo-Ngawi. Di ruas ini kami sempat masuk rest area KM 519, yang secara fisik adalah yang terbaik di antara beberapa yang baru dibangun. Tapi lagi-lagi kami gigit jari, SPBU-nya belum beroperasi. Padahal kami berniat mengisi lagi bahan bakar agar cukup sampai ke Surabaya.

Kami memilih keluar TTJ di Ngawi agar bisa mencari SPBU. Untuk jarak Semarang-Ngawi kami harus membayar Rp 152.000. Kami sampai di Ngawi pukul 15.18

Rest area yang sudah beroperasi meski belum ada SPBU di jalur Mojokerto - Madiun (dok pribadi)
Rest area yang sudah beroperasi meski belum ada SPBU di jalur Mojokerto - Madiun (dok pribadi)
Sekitar setengah jam kemudian, kami kembali masuk TTJ di gerbang tol Ngawi dengan kondisi penuh bahan bakar. Alhamdulillah akhirnya jam 17.47 kami pun sampai di Surabaya melewati gerbang tol Waru di KM 741. Ongkos yang harus dibayar untuk rute Ngawi-Surabaya adalah Rp 174.000

Untung saja kami tidak melewati TTJ pada malam hari, karena saya melihat sepanjang jalan belum ada lampunya, kecuali di dekat gerbang pembayaran atau di persimpangan. Hanya ada spotlight, pemantul cahaya bila terkena lampu kendaraan yang lewat di sepanjang pembatas jalan.

Kota Surabaya menjelang malam, setelah keluar tol Waru, ternyata macet parah seperti yang lazim di Jakarta. Namun setelah masuk Jalan Ahmad Yani sampai ke rumah tujuan kami di Keputih, dekat kampus ITS, relatif tidak begitu macet.

Tebing di pinggir tol Solo - Semarang (dok pribadi)
Tebing di pinggir tol Solo - Semarang (dok pribadi)
Saat kembali ke Jakarta di hari berikutnya, dari Surabaya tertera jam 08.04 pada struk e-toll dalam kota yang bertarif Rp 8.000, bersambung langsung dengan TTJ. Tentu tak perlu saya tulis lagi apa yang terlihat saat balik ke Jakarta, karena relatif sama dengan saat berangkat ke Surabaya.

Tapi saya bersyukur karena cuaca lebih cerah sehingga bisa puas mengambil beberapa foto dari balik kaca mobil. Hal ini tak sempat saya lakukan saat berangkat karena sepanjang jalan cuacanya mendung, bahkan hujan di beberapa tempat.

Kemudian yang agak berbeda, saat menempuh ruas Solo-Semarang, jalannya banyak yang menurun, sehingga di beberapa titik tersedia fasilitas pendakian buatan di sebelah kiri jalan, khusus bagi mobil yang mengalami rem blong.

Persawahan di antara Ngawi-Madiun (dok pribadi)
Persawahan di antara Ngawi-Madiun (dok pribadi)
Sampai di Semarang sudah jam 11.40 dan kembali e-toll berlaku dengan membayar Rp 277.500 untuk jarak Surabaya-Semarang. Kami terpaksa keluar dari TTJ untuk mengisi bahan bakar, setelah paginya di Surabaya kami mengisi sepenuh kapasitas.

Setelah itu kami masuk lagi ke TTJ di gerbang Banyumanik, masih di kota Semarang. Sampai di Palimanan jam 15.48 dengan membayar Rp 180.500.

Dengan mengambil jeda sekitar 30 menit di sebuah rest area di ruas Palimanan-Cirebon, perjalanan berlanjut sampai di Cikarang saat bayar tol yang terakhir Rp 117.000 jam 18.07. Tapi biasa, Cikarang sampai Bekasi macetnya gak ketulungan, alhasil sampai di rumah Tebet sekitar jam 8 malam.

Perlu pula dicatat tentang tingkah para pengendara yang tidak mematuhi aturan kecepatan maksimum dan minimum. Akibatnya perlu kehati-hatian saat disalib mobil yang melaju demikian kencang bak di sirkuit balapan, atau tiba-tiba di depan ada truk yang lamban seperti keong. Ketentuan mendahului kendaraan lain harus dari sebelah kanan, banyak yang tidak mematuhi.

Dari Surabaya, ke Solo jalur kiri, ke Semarang jalur kanan (dok pribadi)
Dari Surabaya, ke Solo jalur kiri, ke Semarang jalur kanan (dok pribadi)
Catatan terakhir tentang kartu e-toll yang untuk berjaga-jaga sebaiknya membawa minimal dua kartu. Soalnya, kalau tidak salah, sebuah kartu hanya bisa diisi maksimal Rp 1 juta. Memang bisa melakukan isi ulang di beberapa gerbang tol. Tapi akan lebih aman bila punya dua kartu.

Dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 600.000 untuk bahan bakar serta sekitar jumlah yang sama buat ongkos tol untuk menempuh jarak Jakarta-Surabaya, bila bepergian 3 orang dan membawa barang lumayan banyak, membawa kendaraan sendiri lewat TTJ, bisa menjadi pilihan. 

Soalnya tarif pesawat Jakarta-Surabaya saat ini yang termurah sekitar Rp 600.000. Untuk 3 orang sudah memakan Rp 1.800.000. Belum lagi biaya transpor ke dan dari bandara. Jangan lupa, sekarang bagasi yang gratis di maskapai bertarif murah hanya untuk 7 kg. Bila kelebihan, bayarannya mahal.

Jembatan panjang di ruas Semarang-Solo (dok pribadi)
Jembatan panjang di ruas Semarang-Solo (dok pribadi)
Tapi bagaimanapun juga, menurut ukuran kantong saya, ongkos TTJ relatif mahal. Padahal itu masih periode diskon 15% di ruas tol tertentu yang baru beroperasi.

Dugaan saya karena mahal itulah TTJ boleh dikatakan sepi, kecuali untuk jarak relatif pendek, seperti Jakarta-Cikampek (ini sih gak usah diomongin karena padat banget), Cikampek-Cirebon, Semarang-Solo, dan Mojokerto-Surabaya. 

Begitulah sekadar catatan spontan setelah menjajal TTJ, dari Jakarta ke Surabaya pulang pergi. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang berencana melakukan hal serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun