Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Beberapa Catatan Setelah Menjajal Jalan Tol Jakarta-Surabaya

1 Februari 2019   08:18 Diperbarui: 3 Februari 2019   08:49 5338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memandang Surabaya dari jalan tol (dok pribadi)

Gerbang tol Ngawi (dok pribadi)
Gerbang tol Ngawi (dok pribadi)
Jadi, inilah yang menjadi catatan kedua, yakni seiring dengan sulitnya mengisi bahan bakar, juga relatif sulit mencari tempat istrirahat yang layak yang sekaligus mempunyai banyak pilihan restoran serta tempat ibadah yang luas dan nyaman. 

Karena jarak antar rest area relatif jauh, maka antrian di toilet jadi tidak tertib, terlalu banyak yang kebelet yang menahan desakan biologisnya selama lebih dari setengah jam. 

Bahkan saking banyaknya antrean di toilet wanita, ada ibu-ibu yang nekat masuk toilet laki-laki di tempat yang ada pintu tertutupnya. Toilet pun jadi kotor, karena tidak sempat dibersihkan petugas. Kebetulan saat itu ada beberapa bus berisi rombongan ibu-ibu dari suatu kelompok pengajian di rest area tempat kami berhenti sebentar.

Jalur Surabaya - Mojokerto (dok pribadi)
Jalur Surabaya - Mojokerto (dok pribadi)
Catatan berikutnya, kondisi jalan yang berupa semen cor-coran menimbulkan bunyi berdenyit pada putaran ban kendaraan. Sesekali saat melintasi bagian tertentu yang beraspal (yang sayangnya hanya sedikit), suara denyitan akan hilang.

Lagi pula di beberapa titik masih terlihat para pekerja yang tengah sibuk dengan menutup satu lajur sehingga jalan menyempit. Artinya, TTJ memang belum seratus persen siap. 

Kondisi yang belum siap tersebut juga terlihat dari petunjuk jalan yang masih membingungkan, karena sebagian berasal dari kondisi sebelum TTJ tersambung. Contoh di ruas Semarang-Solo, baru beberapa kilometer sudah ada petunjuk, bagi yang mau ke Surabaya ambil lajur kiri dan yang mau ke Solo silakan di lajur kanan.

Padahal maksudnya itu kalau mau ke Surabaya lewat jalan biasa. Sedangkan yang ingin ke Surabaya lewat tol, justru ambil lajur yang ke Solo karena sudah tersambung dengan Surabaya. Pengendara yang tidak paham, bisa salah membaca petunjuk arah.

Mobil dengan rem blong, bisa manfaatkan area pendakian buatan di sisi kiri (dok pribadi)
Mobil dengan rem blong, bisa manfaatkan area pendakian buatan di sisi kiri (dok pribadi)
O ya, sebelum masuk ruas Semarang-Solo, saat kami masuk Semarang tercatat pada pukul 13.14 dan harus menempelkan kartu dengan tarif Rp 76.500 untuk jarak Batang-Semarang.

Selanjutnya kami masuk ruas tol lama yakni tol lingkar kota Semarang bertarif Rp 5.000, yang berlanjut dengan ruas Semarang-Solo. Inilah yang menurut saya merupakan ruas dengan pemandangan terindah, ada turun naik dan sedikit berliku. Sebelumnya pemandangan sepanjang Palimanan-Semarang relatif monoton khas pantai utara Jawa, kecuali di sekitar KM 380-an, terdapat jembatan yang ikonik.

Pemandangan khas pantura (dok pribadi)
Pemandangan khas pantura (dok pribadi)
Setelah melewati Solo, langsung bersambung dengan ruas Solo-Ngawi. Di ruas ini kami sempat masuk rest area KM 519, yang secara fisik adalah yang terbaik di antara beberapa yang baru dibangun. Tapi lagi-lagi kami gigit jari, SPBU-nya belum beroperasi. Padahal kami berniat mengisi lagi bahan bakar agar cukup sampai ke Surabaya.

Kami memilih keluar TTJ di Ngawi agar bisa mencari SPBU. Untuk jarak Semarang-Ngawi kami harus membayar Rp 152.000. Kami sampai di Ngawi pukul 15.18

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun