Secara substansial hukum bermakna sebagai aturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, mewujudkan keadilan, menjaga ketertiban masyarakat, dan mencegah terjadinya kekacauan. Hukum juga memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Perjanjian merupakan suatu dokumen yang mengikat para pihak di mana masing-masing pihak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi kepada pihak lainnya. Pada dasarnya, perjanjian berfungsi sebagai media untuk membuat batasan dan menciptakan ekspektasi para pihak. Ketika ada perjanjian antara para pihak, para pihak bisa saling menghargai kepentingan masing-masing pihak dan mengetahui dengan jelas apa yang akan diperoleh masing-masing pihak dalam menjalankan suatu transaksi.
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melaksanakan semua hal. Pengertian perjanjian menurut para ahli :
1. Sudikno Mertokusumo
Perjanjian yaitu perbuatan berdasar kesepakatan dimana seorang atau lebih saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan akibat hukum.Â
Definisi tersebut menunjukkan adanya asas konsensualisme, asa kepercayaan, dan asas keseimbangan. Bahwa atas dasar kesepakatan dan kepercayaan, kedua pihak saling mengikatkan dirinya dalam perjanjian sehingga ada perjanjian dan keseimbangan hukum diantara keduanya. (Sudikno Mertokusumo, Mengenai hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1995, hlm. 97)
2. Â M. Yahya Harahap
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hukum kepada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi. (M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, 1982, hlm. 3)
3. Â R. Subekti
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal. (R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1984, hlm. 1)
4. Â Wirjono Prodjodikoro
Perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menurut pelaksanaan janji itu. (Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 1985, hlm. 7)
5. Â Sri Soedewi Masychoen Sofwan
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. (Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 1985, hlm. 7)
Dalam perjanjian, kesepakatan merupakan dasar suatu perbuatan dari seorang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan akibat hukum. Sehingga kata sepakat akan timbul dari apa yang dikehendaki oleh pihak pertama dan dikehendaki pula oleh pihak kedua sehingga terjadi keseimbangan di antara kedua belah pihak.
B. Â Syarat sah perjanjian
Setiap pihak yang membuat perjanjian harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Â Kesepakatan Para Pihak
Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, dimana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini diartikan bebas dari paksaan. Secara a contrario berdasarkan Pasal 1321 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
2. Â Kecakapan Para Pihak
Menurut Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut Undang-undang.
3. Â Mengenai suatu hal tertentu
Hal tertentu adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak dan barang yang dimaksudkan dalam perjanjian ditentukan jenisnya dan merupakan barang-barang yang dapat diperdagangkan.
4. Â Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H