Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal. (R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1984, hlm. 1)
4. Â Wirjono Prodjodikoro
Perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menurut pelaksanaan janji itu. (Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 1985, hlm. 7)
5. Â Sri Soedewi Masychoen Sofwan
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. (Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 1985, hlm. 7)
Dalam perjanjian, kesepakatan merupakan dasar suatu perbuatan dari seorang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan akibat hukum. Sehingga kata sepakat akan timbul dari apa yang dikehendaki oleh pihak pertama dan dikehendaki pula oleh pihak kedua sehingga terjadi keseimbangan di antara kedua belah pihak.
B. Â Syarat sah perjanjian
Setiap pihak yang membuat perjanjian harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Â Kesepakatan Para Pihak
Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, dimana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini diartikan bebas dari paksaan. Secara a contrario berdasarkan Pasal 1321 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
2. Â Kecakapan Para Pihak