Sony, Presiden Direktur Sonnn.Inc, masih terbuai, terhipnotis oleh ucapan ibu pemilik warteg gang buntu yang menyatakan bahwa wajah Sony mirip sekali dengan Lionel Messi. -- Kebetulan Sony merupakan salah satu fans berat Lionel Messi, pemain bola kelas dunia dari Argentina. -- Sony tersenyum tersipu-sipu. Hatinya senang, terpancar sebuah kebanggaan diri baginya. Sebuah penghargaan luar biasa bagi dirinya jika ada seseorang yang menyamakan Sony dengan striker dari Argentina itu."Hmmm, fakta telah membuktikan bahwa gue benar-benar mirip Lionel Messi striker idola gue." kata Sony sambil senyum bangga di depan kaca mobil BMW sport biru metalic nya.
Namun kebahagiaan semu akibat pengaruh hipnotis searah itu sedikit terganggu dengan pemikiran yang melintas mengenai sosok pria yang akan menemani Maya. "Aduh .... , jangan-jangan pria yang akan menemai Maya, ganteng sekali mirip Cristiano Ronaldo pemain bola dari Portugal saingan Messi? Waduh .... waduh ... gawat ... gawat ... bagaimana ini?"
Kekuatiran Sony pun makin memuncak seiring mendekatnya waktu keberangkatan mereka ke Amerika. Detik demi detik memangkas total akumulasi waktu yang tersisa.
Sony mencoba menenangkan diri. Mencoba bersikap cuek ala bebek. Sony berjalan mondar mandir dengan pantat ke kanan ke kiri seperti seekor bebek. Sony mencoba cuek, tidak menggubris apa yang berseliweran dibenaknya.
Sony tetap mondar mandir cuek seperti bebek.
------
Setengah jam kemudian ....
Sony pun mengambil keputusan untuk segera pulang. BMW sport biru metalic yang semula menghadap ke Selatan, melesat kencang mengantarkan Sony menuju rumah mewahnya.
Walaupun sebenarnya, rumah mewah Sony hanya terletak beberapa kilo meter di sebelah Barat kantornya, namun dia sengaja lewat rute terjauh. Aplikasi penunjuk arah yang dia pakai sempat kebingungan dan marah-marah lalu ngambeg tidak mau membantu Sony lagi.
"Seratus meter di depan, belok kanan." Namun Sony memilih belok kiri.
"Dua ratus meter ke depan ada perempatan, belok kanan supaya kamu tidak tersesat, lalu lurus dan lima ratus meter ke depan kamu harus belok kanan lagi."
Sony pun ngotot terus lurus. Makin menjauh dengan titik lokasi rumah mewah yang dituju.
Aplikasi penunjuk arah kebingungan bagaimana harus bersikap. Dan -- hang -- lalu restart otomatis.
Beberapa detik kemudian .....
"Terserah kamu, kamu mau ke mana .... saya tidak akan membantu kamu lagi."
"Emang gue pikirin .... Terserah, terserah, memang kamu bandel sekali, Sony." jawab Aplikasi Street Assistant yang digunakan Sony.
------
Flashback.
Sony ingin pulang ke rumah mewahnya. Map menunjukkan rumah mewah Sony terletak di sebelah Barat kantor. Aplikasi Street Assistant yang dipergunakan Sony menunjukkan arah yang harus ditempuh Sony. Aplikasi menyarankan Sony keluar melalui pintu Barat.
Namun yang dilakukan Sony, justru dia mamacu BMW sport biru metalicnya keluar dari pintu pabrik sebelah kiri. Lalu lurus dan lurus semakin menjauh dari titik spot rumah mewah yang ingin dia tuju.
Setelah jalan mentok, Sony belok ke kiri ke arah Utara dan lurus ke Utara. Setelah mentok, Sony belok ke kiri lagi dan lurus menuju ke arah kantor, ke titik semula. Setelah itu baru belok ke kanan melalui pintu Barat. -- Agar terkesan rumah Sony sangat jauh sekali dari kantor. Namun jika dipikir, sebenarnya rumah mewah Sony terletak di sebelah Barat kantor. Mengapa tidak lewat pintu barat dan lurus. Sampai di tujuan. -- Itulah Sony.
Sony sengaja melakukan kebiasaan itu agar andrenalin dalam tubuhnya meningkat. Gairah lelakinya meningkat, melonjak, dan semangat kerjanya pun terlihat makin tinggi. -- Yang sebenarnya menurut orang lain itu hal gila dan hanya orang kurang waras dan kurang kerjaan yang melakukannya. --
-------
Tiba di rumah mewahnya, cat warna kuning kunyit jamu mbok Giyem yang sering menawarkan jamu ke kantornya.
Sony langsung masuk kamar pribadinya. Berusaha memecahkan rekor tidur tercepat dalam waktu kurang dari 5 detik. Sony ingin fresh sejenak. Melupakan semua hal yang menekan psikisnya.
Biarlah terjadi apa yang harus terjadi. Sony ingin bahagia walau tak bersama Maya.
Sony tak mau tersandera oleh perasaan-perasaan tak menentu. Sony ingin menjadi laki-laki sejati yang memiliki prinsip kokoh seperti batu karang yang tak bergeming satu inchipun karena terjangan ombak cinta. Sony tak mau terpengaruh oleh wanita manapun. Termasuk Maya.
Sony ingin tampil sedikit garang. Tegas dan lebih berwibawa. Sebab besok dia harus memimpin Sonnn.Inc, sebuah group bisnis multinasional yang berkantor pusat di Amerika Serikat.
Tapi ....
"Sony tetap tak bisa melupakan Maya."
"Oh, Maya, mengapa kau gantung cinta gue?"
Kegalauan hati Sony kambuh.
Sony berusaha memejamkan kedua matanya, namun bayangan sosok Maya, gadis pirang, body slim masih tetap bercokol mendominasi hidupnya.
Sony menutup mukanya dengan bantal yang bergambar foto Maya agar dia cepat bisa tidur, namun justru menambah galau hatinya. Sesekali Sony menjauhkan sedikit bantal itu sehingga wajah Maya nampak tersenyum kepadanya.
Sony cengar cengir. Membayangkan Maya, gadis impiannya akan selalu bersamanya sebab Sony telah mengangkat Maya sebagai sekretaris Presiden Direktur Sonnn.Inc. Dan sama artinya menjadikan Maya sebagai sekretaris pribadinya. -- Otak licik Sony merancang dan berandai-andai jika semua itu telah menjadi kenyataan saat mereka tiba di Amerika. --
Namun kembali lagi kebahagiaan Sony sedikit terusik oleh bayang-bayang siapakah pria yang akan menemani Maya ke Amerika.
"Tadi Maya memberi kisi-kisi bahwa gue mengenal pria itu. Dan sering berbincang-bincang dengan pria misterius itu. Tetapi siapakah sebenarnya dia? Siapakah pria yang Maya maksud?"
"Bowo? Office boy berbadan tambun itu? Iiihhh, masa sih Maya mau ditemani Bowo?"
"Tidak mungkin, bukan?"
Sony pun mencoba menenangkan diri. Dia bangkit dari ranjangnya. Berjalan menuju kamar mandi. Sony berendam air hangat sambil menikmati lagu-lagu Rock'N Roll kesukaannya.
Tak lupa mainan bebek karet warna kuning alias Rubber Duck Bath Toy selalu setia menemani Sony berendam di bathup pribadinya.
Sejak berumur 2 bulan, ibu Sony telah meninggalkannya. Ibu Sony marah sekali karena tersinggung oleh keputusan sepihak kakek Sony yang memaksanya untuk menikah dengan ayah Sony yang tidak dicintainya.
-------
Sejak masa kanak-kanak Sony berprilaku tidak normal seperti teman-temannya. Sony yang tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu, tumbuh menjadi pria aneh. Sering berulah seperti balita.
Sony memiliki kebiasaan mandi lama. Sony bisa berada di kamar mandi selama berjam-jam. Mandi sambil bermain dengan Rubber Duck Bath Toy, bebek-bebek karet warna kuning koleksinya.
"Sony!!! Cukup mandinya!!! Cepat ganti baju. Mandi jangan kelamaan!!!" perintah untuk mengakihiri ritual mandi Sony, sering terdengar di kamar mandinya. Rekaman suara ibunya yang kini tak tahu berada di mana.
"Pilot pesawat jet pribadi sudah siap. Maya dan pria yang akan menemaninya sudah lama menunggu Anda." suara lembut asisten virtual hologram canggih yang dirancang untuk mengingatkan Sony.
Sony pun dengan berat hati mengakhiri ritual mandinya. Membereskan semua Rubber Duck Bath Toy koleksinya. Dan bergegas menyiapkan diri untuk menemui Maya dan pria misterius yang sangat mengganggu pikirannya.
"Ok ... ok, Sony sudah selesai. Sony harus cepat bertemu Maya dan pria yang dijanjikannya itu."
Sony sengaja berangkat dengan mengenakan baju pantai warna-warni dan celana pendek pink. Plus sendal karet warna kuning. Sony pun langsung ke lapangan terbang khusus milik Sonnn.Inc.
Mobil BMW biru melesat kencang menuju ke sana. Berpacu dengan sang waktu yang tak suka terkikis namun tetap sabar menunggu kedatangannya.
-------
Tiba di sana, Maya pun menghampirinya. Maya telah menunggu sekitar 30 menit sebelum Sony tergopoh-gopoh terlihat batang hidungnya.
"Astaga, pak Boss??? Pak Boss, mau ke pantaikah???"
"Oh, Maya sayang, kamu belum tahu ya gue pakai apa kalau mau ke luar negeri? This is my style. Yes, seperti ini. Simple, santai dan enjoy."
"O ... " jawab Maya singkat.
Maya pun tak berkedip, kedua matanya menscan dari atas hingga ke jempol kaki Sony. Lalu ke atas ke ujung rambut. Proses itu dilakukan Maya beberapa kali untuk memastikan bahwa apa yang dilihatnya itu bukan halusinasi.
"Maya, kenapa melihat gue seperti itu? Gue ganteng sekali ya? Jadi nggak enak gue." kata Sony tersipu-sipu karena dia membayangkan betapa ganteng dirinya.
Statement ibu pemilik warteg gang buntu yang menyatakan bahwa Sony mirip sekali dengan Lionel Messi itu masih terpatri di benaknya. Seperti Lionel Messi, Sony membayangkan dirinya bangga sambil senyum-senyum di depan Maya.
"Hmmm ... kenalin. Messi." kata Sony sambil menjabat tangan lembut Maya.
"Messi?"
"Iya, Messi. Gue mirip Lionel Messi, striker Argentina itu. Ya, benar sekali ucapan ibu pemilik warteg gang buntu dimana kita makan bersama tadi."
"Oh, .... " Maya bergumam terheran-heran.
"Messi?" tambahnya sambil menggosok-gosok hidung mancungnya.
--------
"Maya, mana pria yang kamu janjikan akan menemani kamu ke Amerika?" tanya Sony dengan tegas seperti suara pemimpin upacara. -- Memang ada pemimpin upacara bertanya seperti itu? Just kidding. ---
"Itu ... " Maya menunjuk Agus yang tersenyum lebar hingga nampak dari kejauhan.
"A ... A ... guuusss????"
"Aggguuuuussssss!!!! Kenapa kamu tidak bilang kalau pria yang akan menemani Maya itu kamu? Agus kenapa kamu tega banget, gue berhari-hari tak bisa tidur membayangkan seperti apa laki-laki yang akan menemani Maya?"
"Dan ternyata kamu ........ OMG!!!"
"He he he. Iya Boss. Saya yang dimaksud Maya. Kenapa Boss cemburu?"
"Don't worry be happy, Boss ... saya kan sepupu Maya. Tak perlu dicemburui. He he he."
"Iya sih, kalau soal kegantengan, semua orang pasti berpendapat sama. Semua pasti mengakui bahwa saya lebih ganteng dari Boss. Cuma beda nasib saja. Boss kaya raya, saya biasa-biasa. He he he he."
"Ok, ok memang gue akui. Gue cemburu." kata Sony jujur.
"Pak Boss, nggak mungkinlah saya pacaran dengan Agus. Dia itu sepupu saya. Pamali. Ya nggak Gus .... " kata Maya sambil bermanja-manja di pundak Agus sesekali Agus mencium kening Maya.
Agus memang sepupu Maya. Teman kecil yang biasa main gendong menggendong. Agus sering menggendong Maya saat mereka jalan-jalan dan Agus selalu siap menggendong Maya jika terlihat gadis itu sudah mulai malas berjalan.
Pria yang dipanggil Agus, bernama lengkap Agustanov Molotov. Blasteran Rusia Jawa. Ibunya Jawa, ayahnya campuran Rusia Amerika. Tidak mengherankan jika Agus tumbuh sebagai pria ganteng dengan hidung mancung, kulit putih tinggi besar tetapi dengan logat bahasa Jawa kental banget.
--------
Ketiganya bergegas berangkat ke Amerika. Menuju kantor pusat Sonnn.Inc.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba pilot dan co-pilot jet pribadi Sony, minta ijin mau buang air kecil. Sony pun meng "iya" kan.
"Ok, silakan."
Tetapi Sony terkejut dan panik setengah mati, karena pilot dan co-pilot. Membuka pintu darurat dan mereka keluar begitu saja seperti keluar dari pintu rumah. -- Efek samping jika pintu darurat pesawat dibuka, maka akan terjadi dekompresi. Udara bertekanan tinggi di dalam pesawat akan mendesak keluar dan bisa menyedot penumpang atau benda lain dalam pesawat keluar dari badan pesawat. --
Sony yang pernah mendalami ilmu agen intelijen Amerika, spontan melakukan gerakan mirip film James Bond 007. Sony berdiri dan tangan kanannya dengan cepat mengambil sebuah benda dari sakunya. Sebuah alat multi fungsi super canggih.
"Super Door!! Save us!!" teriak Sony ke arah alat kecil itu dan melemparkan ke arah pintu darurat pesawat yang telah terbuka.
Dengan cepat alat kecil itu berubah menjadi media penutup fleksible yang dapat menutup segala lubang kebocoran benda yang membahayakan bagi orang yang memerintahkannya.
Meskipun beberapa benda, tersedot keluar dari pesawat namun mereka beruntung tidak ikut terlempar ke luar.
"That's no problems." kata Sony menenangkan Maya dan Agus yang sempat panik dengan kejadian itu.
"Gila itu pilot dan co-pilot. Kencing pakai keluar pesawat untuk nyari pohon. Jika ketemu Gatutkaca di luar, kalian bisa disunat. Nyahok kalian." Agus mengumpat dan ngomel sendiri.
"Tahu tidak itu sangat berbahaya bagi kita. Mikir dong ... mikir dong."
Sony pun mencoba menenangkan Agus. "Agus tenang saja. Kita sudah aman."
Lalu Sony mendekati Maya. "Kamu tidak apa-apa kan sayaaannnngg .... ?"
Maya masih terlihat ketakutan dengan insiden membahayakan itu. Namun Sony bisa menenangkannya. Namun situasi belum seratus persen aman.
"Lhah??? Trus siapa yang mengendalikan pesawat?" tanya Sony tersadar bahwa di Flight Deck atau Kokpit tidak ada pilot dan co-pilot.
"Oh my God??????" Sony menjadi sangat pandik. Mukanya berubah pucat pasi. Putih, seputih salju. --- Eh, pucat seperti zombi. ---
"Oh my God .... oh my God????!!!! Pesawat bisa jatuh dan kita akan mati semua."
Lalu Sony pun langsung mengambil smartphonenya bertanya kepada Ferguzo asisten virtual laki-lakinya. "Ferguzo, bagaimana cara menyetir pesawat?"
"Saya belum pernah belajar menyetir pesawat. Saya bisa menyetir angkot." jawab Ferguzo sang asisten virtual yang belum lengkap terinstal database yang terkoneksi di cloud server.
Pesawat meluncur lurus ke depan dengan kecepatan tinggi. Sony menjadi makin panik.
-------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H