Mohon tunggu...
Irwan Lalegit
Irwan Lalegit Mohon Tunggu... Konsultan - Nama Lengkap Saya: Irwan Gustaf Lalegit

ADVOKAT, Alumni Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado.

Selanjutnya

Tutup

Politik

5 Alasan Mengapa DPR Harus Segera Mengesahkan RUU Kepalangmerahan di Tahun 2016

29 Januari 2016   18:34 Diperbarui: 6 Maret 2016   13:35 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pin Sahkan RUU Kepalangmerahan PMI"][/caption] 

1.      Indonesia telah meratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang, kewajibannya mana?

Indonesia telah menjadi peserta agung (pihak) Konvensi Jenewa Tahun 1949 (International Conventions for the Protection of Victims of War) dengan meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 1958), sehingga menjadi ketaatan dan kewajiban bagi Indonesia untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional.

Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Ratifikasi Konvensi Jenewa 1949 tersebut, pengaturan mengenai kepalangmerahan belum juga diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Padahal pengaturan tersebut sangat penting tujuannya untuk memberikan jaminan penghormatan dan perlindungan bagi mereka yang menggunakan lambang-lambang kepalangmerahan (pembeda) baik pada saat bertugas dalam situasi konflik bersenjata, kerusuhan sosial, atau gangguan keamanan maupun pada masa damai.

Tidak adanya pengaturan yang sah, jelas, tegas, pasti dan mengikat mengenai lambang kepalangmerahan ini menyebakan Indonesia dijuluki sebagai negara hukum yang lebih sering ikut melakukan ratifikasi hasil-hasil perjanjian internasional karena keterpaksaan, dan bukan karena kesadaran untuk mengikatkan diri. Sebab selama ini ratifikasi terhadap suatu perjanjian internasional kerap hanya berhenti sampai di instrumen ratifikasi, karena sesudah itu, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kurang serius melakukan tindak lanjut seperti melakukan transformasi kewajiban perjanjian internasional itu ke dalam hukum nasional, melakukan sosialisasi kepada aparatur penegak hukum di semua tingkat, menyediakan infrastruktur pendukung hingga melakukan upaya untuk mengubah budaya (tertib) hukum di masyarakat.

Bahwa karena sudah lebih dari 47 tahun sejak Undang-undang Nomor 59 Tahun 1958 diberlakukan, dan karena sudah lebih dari 192 negara pihak penandatanganan Konvensi Jenewa Tahun 1949 telah memiliki Undang-Undang Kepalangmerahan, maka inilah kesempatan bagi DPR untuk menunjukkan komitmen dan kinerja legislasinya di tahun 2016 ini dengan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kepalangmerahan menjadi Undang-Undang Kepalangmerahan.

 

2.      Belum Ada Undang-Undang yang Mengatur Aktivitas Kepalangmerahan PMI!

Sudah 70 tahun lebih PMI berkontribusi aktif dan produktif dalam aktivitas kepalangmerahan berdasarkan 7 (tujuh) prinsip dasar-universal gerakan kepalangmerahan, namun belum satu pun ada undang-undang yang mengaturnya. Padahal undang-undang itu merupakan kebutuhan hukum yang sangat mendesak bagi masyarakat dan tentu saja bagi PMI, karena sebagai organisasi yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menjalankan kegiatan kepalangmerahan menurut Konvensi Jenewa tahun 1949, PMI wajib dilengkapi dengan undang-undang yang memberi arah, landasan dan kepastian hukum.

Apalagi lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah paling banyak disalahgunakan sebagai merek suatu produk barang, jasa, nama suatu badan hukum tertentu, reklame dan/atau iklan komersial tanpa konsekuensi sanksi hukum, dan ini telah menyebapkan terganggunya perlindungan, penghormatan serta menimbulkan ketidakpercayaan seluruh komponen masyarakat terhadap aktivitas kepalangmerahan yang dilakukan oleh PMI.

Selama ini penggunaan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta aktivitas kepalangmerahan PMI didasarkan pada:

a.      Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950 tanggal 16 Januari 1950 tentang menunjuk PMI sebagai satu-satunya organisasi untuk melakukan pekerjaan Palang Merah di Indonesia menurut Konvensi Jenewa Tahun 1949,

b.      Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 246 Tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia,

c.       Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1/Peperti tahun 1962 tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-kata Palang Merah,

d.      Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah,

e.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah, Bank Darah Rumah Sakit, dan jejaring pelayanan transfusi darah. mendapatkan perlindungan serta kepastian hukum,

f.        Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI.

Dengan peraturan yang masih lemah dan tidak mengikat umum diatas yang sudah tentu tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum di masyarakat, maka penggunaan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai lambang pembeda harus segera diatur dengan peraturan perundang-undangan nasional agar selain aktivitas Kepalangmerahan PMI mendapatkan jaminan secara hukum oleh negara, peraturan perundang-undangan itu nantinya menjadi sumber hukum positif di Indonesia.

 

3.      Penyalahgunaan lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah semakin marak dan akut di Indonesia!

Sejatinya, lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah hanyalah untuk kegiatan kemanusiaan yang bersifat meringankan penderitaan sesama manusia dengan tidak membedakan agama atau kepercayaan, suku, jenis kelamin, kedudukan sosial, pandangan politik atau golongan, dimana ketiga lambang itu akan dipilih salah satunya untuk digunakan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal oleh Dinas Kesehatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) baik tenaga kesehatannya, rohaniawan, sarana atau unit transportasi dan fasilitas serta peralatan medis TNI.

Karena Dinas Kesehatan TNI telah memilih lambang Palang Merah, maka PMI sebagai Perhimpunan Nasionalnya yang juga menjadi anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional harus memakai lambang yang telah digunakan oleh Dinas Kesehatan TNI. Hal ini sebagaimana “Prinsip Kesatuan” yang menghendaki setiap negara hanya boleh ada (dibentuk) satu-satunya perhimpunan nasional dengan menggunakan satu lambang. Maka sebagaimana termaktub dalam Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Tiga Protokol Tambahan (tahun 1977 dan 2005), menjadi kewajiban Pemerintah dan DPR untuk hadir dan bertindak atas nama negara guna menertibkan penyalahgunaan lambang-lambang kemanusiaan pembeda yakni Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah yang sudah sangat parahnya, tentu itu semua dapat diselesaikan dengan pertama-tama memberlakukan suatu peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan tersebut sangat diharapkan mengatur penggunaan ketiga lambang kemanusiaan pembeda itu, juga untuk menertibkan (tentu disertai sanksi) penggunaan ketiga lambang kemanusiaan itu secara melawan hukum, baik pada masa konflik bersenjata maupun pada masa damai, serta untuk mencegah dan menanggulangi peniruan dan penyalahgunaan ketiga lambang itu.

Kelak dikemudian hari, pengaturan dalam sistem hukum nasional ini akan sangat berguna bagi tenaga kesehatan atau kerohanian baik dari Dinas Kesehatan TNI dan PMI pada saat terjadi konflik bersenjata, kerusuhan sosial atau gangguan keamananan, dimana para pihak yang terlibat dalam pertikaian akan lebih menghormati dan/atau memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan atau kerohanian tersebut maupun objek yang mengunakan lambang Palang Merah, atau Bulan Sabit Merah atau Kristal Merah sebagai tanda perlindungan.

Selain itu, adanya undang-undang khusus mengenai kepalangmerahan itu tentunya untuk menghindari penggunaan organisasi PMI dan lambang-lambang kepalangmerahan baik Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan Kristal Merah untuk kepentingan politik (politisasi), ekonomi (komersial) dan berbagai kepentingan negatif lainnya oleh orang, kelompok atau badan hukum yang tidak berhak.

 

4.      Pengabdian PMI bagi bangsa dan negara Indonesia sudah lebih dari 70 Tahun!

Sudah lebih dari 70 tahun Palang Merah Indonesia (PMI) dibentuk dan didirikan oleh Pemerintah dengan Ketua Umum pertamanya Drs. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI pertama) menjadi satu-satunya organisasi yang ditunjuk untuk menjalankan kegiatan kepalangmerahan menurut ketentuan Konvensi Jenewa tahun 1949. Maka sebagai organisasi kemanusiaan tertua dan terbesar dalam lintasan sejarah perjuangan Indonesia, PMI tentu telah berdedikasi penuh dan berkontribusi aktif serta produktif dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan, kesiapsiagaan dan penanganan korban bencana alam, konflik bersenjata, kerusuhan sosial dan musibah, pembinaan dan pengembangan generasi muda (Sumber Daya Manusia) melalui wadah Palang Merah Remaja (PMR), Korps Sukarela (KSR) dan Tenaga Sukarela (TSR), pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat, rumah sakit, serta donor darah sukarela, dan tugas lain yang diberikan oleh pemerintah.

Semua aktivitas pengabdian kerelawanan itu dilakukan PMI untuk mendukung tujuan kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia. Namun upaya yang sungguh-sungguh mulia diatas itu, dan yang kedepannya akan terus dilakukan oleh PMI tersebut, sangat disayangkan jika masih terkendala dan akan terus menghadapi hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan karena belum diaturnya kegiatan kemanusiaan PMI melalui peraturan perundang-undangan.

 

5.      RUU Kepalangmerahan sudah terlalu lama dibahas di DPR, menghabiskan uang rakyat namun belum juga disahkan!

Sebelum menjadi draf RUU Kepalangmerahan yang diserahkan oleh DPR kepada Presiden tanggal 31 Oktober 2012, RUU ini dulunya disebut RUU Lambang Palang Merah yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR pada tanggal 12 Oktober 2005 melalui surat Presiden Nomor R.79/Pres/10/2005. Namun, pembahasan RUU Lambang oleh DPR antara tahun 2006-2009 tersebut mengalami kebuntuan (deadlock) karena permintaan “ngotot” dari salah satu fraksi di DPR untuk menyertakan Lembaga Swadaya Masyarakat Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) ke dalam Undang-undang dengan status sejajar dengan PMI sebagai Perhimpunan Nasional. Permintaan tersebut jelas tidak dapat diakomodir oleh Pemerintah karena Konvensi Jenewa tahun 1949 telah mengatur bahwa hanya Dinas Kesehatan dan Rohaniwan Militer, dan Perhimpunan Nasional sebagai anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional-lah yang berhak menggunakan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Selain itu, statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional hanya mengijinkan di setiap negara hanya boleh menggunakan satu lambang dan satu perhimpunan nasional.

Kemudian pada tanggal 31 Oktober 2012, DPR periode 2009-2014 melalui ketuanya Dr H Marzuki Ali menyurati Presiden SBY dengan nomor surat LG/10 4 2 9/DPR RI/X/2012 tentang Penyampaian RUU Kepalangmerahan, yang ditindaklanjuti dengan surat Presiden SBY nomor R. 85/Pres/11/2012 tanggal 21 November 2012 yang menunjuk Mekumham, Menhan, Menlu, Menkeu, serta Menkes untuk mewakili Presiden membahas RUU tersebut. Saat itu DPR telah melakukan pembahasan, namun pembahasan yang sudah menghabiskan anggaran legislasi “uang rakyat” yang tidak sedikit seperti untuk studi banding di tanggal 3-9 September 2012 ke negara Denmark dan Turki itu, berakhir sia-sia dengan tidak jadi disahkan RUU Kepalangmerahan itu.

Indonesia sudah terlalu lama “bosan” menunggu undang-undang ini disahkan oleh DPR, selain itu, situasi, kondisi dan dinamika pertahanan dan keamanan dunia dan tanah air semakin mengkhawatirkan karena munculnya fenomena radikalisasi dan kekerasan struktural di tengah masyarakat. Nah, oleh karena kebutuhan hukum masyarakat dan karena sudah terlalu lama RUU ini mangkrak di DPR, maka kita semua sangat berharap agar DPR di tahun 2016 ini menjadikan RUU Kepalangmerahan sebagai RUU prioritas yang akan dibahas dan segera disahkan, sekaligus karena para anggota DPR “Yang Mulia” memang harus menunjukan perbaikan kinerja (prestasi) terbaiknya di bidang legislasi yang lalai di tahun 2015, dan agar tidak dijuluki “penerima gaji buta” (semakin kaya harta dan fasilitas) namun miskin kinerja.

 

 

Oleh: Irwan Lalegit, Relawan PMI.

Mendukung Pengesahan #RUUKepalangmerahan

Foto: Aksi #SavePMI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun