Bukankah salah satu fungsi partai politik adalah menempatkan kadernya pada posisi-posisi strategis pemerintahan agar partai memiliki daya cengkeram kuat dalam mempengaruhi agenda setting dan formulasi kebijakan publik?
Apakah TSY kurang layak? Sepertinya tidak. Buktinya, PDIP, PKB, dan PBB bersedia menerbitkan rekomendasi dukungan. Trend elektabilitas? Apalagi! Data yang dirilis sejumlah lembaga survei menjagokan TSY. Lalu apa? Yang pasti bukan karena poin pertama di atas.
Pada titik tertentu, publik memposisikan seorang ketua atau pimpinan partai sebagai simbol yang merepresentasikan citra dan wibawa partai. Dengan demikian, 'Membunuh' seorang ketua sama artinya dengan membunuh organisasi.
Jika terus terjadi, fenomena seperti ini tanpa disadari bisa semakin menggerus citra dan kepercayaan publik terhadap partai politik secara umum.
Lebih jauh, bisa menjadi semacam kerikil tajam yang merintangi jalan kita sebagai bagian dari social-society dalam upaya mendorong penguatan demokrasi lokal.
Tanpa upaya pembenahan dan perbaikan yang memadai pada sistem dan realitas kehidupan politik kita hari, maka sangat mungkin kita akan sampai pada sebuah masa dimana posisi sebagai ketua partai di tingkat daerah sepi peminat. Â Bayangkan, level ketua saja bisa 'tewas' di tangan oligarki. Bagaimana dengan kader biasa?
Hanya sekadar mengingatkan, bahwa politik itu adalah jantung dari seluruh entitas kehidupan sosial dan peradaban.
Di kamar politiklah diramu lahirnya sebuah konsensus, yang kemudian menjelma embrio kebijakan publik. Kebijakan publik unggul yang lahir dari Rahim politik sehat akan menjadi nutrisi bagi tumbuh-kembangnya sebuah peradaban.
Maka, sudah seharusnya keterlibatan akal dan nurani dalam tatanan politik menjadi mutlak. Karena sejatinya, setiap proses politik diarahkan untuk membangun peradaban, bukan justru menghancurkannya.
Oleh karena itu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap proses politik sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan peradaban.
Layaknya sebuah tafsir, boleh jadi ini terkesan subjektif. Itu mungkin saja terjadi karena memang alur pikir tulisan ini di konstruksi berdasarkan pengamatan dan analisa dari sudut pandang subjektif penulis.