Jadi, seharusnya masa kampanye bukanlah saat untuk mulai membangun reputasi politik, melainkan merupakan refleksi dari upaya-upaya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun sebelumnya untuk menjadi bagian yang integral dari masyarakat.
Maka, menjadi caleg sejati bukanlah tentang seberapa sering wajah mereka terpampang di berbagai media atau baliho, tetapi tentang bagaimana mereka telah membangun kepercayaan dan dukungan di antara warga.
Lebih dari sekadar baliho, seorang caleg harus memahami bahwa pemilu bukanlah sekadar ajang untuk mendapatkan kursi di parlemen, tetapi lebih dari itu, merupakan kesempatan untuk mewakili suara-suara rakyat dan mengemban amanah sebagai pembawa aspirasi masyarakat.
Namun, ironisnya, peristiwa yang terjadi saat ini menunjukkan betapa jauh kita tersesat dari esensi demokrasi sejati.
Pemilu telah menjadi panggung bagi para caleg karbitan yang lebih memilih jalur instan untuk meraih popularitas dan keuntungan pribadi, daripada membangun fondasi politik yang kuat dan berkelanjutan.
Partai politik sebagai garda terdepan dalam proses politik juga tidak luput dari kritik. Mereka seharusnya bertanggung jawab atas penjaringan dan pelatihan para kader mereka, agar mampu menjadi pemimpin yang terpercaya dan berintegritas tinggi.
Akan tetapi, kenyataannya, banyak partai politik yang lebih memilih untuk mengandalkan caleg-celegan yang memiliki dana besar dan popularitas yang tinggi, tanpa memperhatikan komitmen dan dedikasi mereka sebagai pemimpin yang sejati.
Kita harus menyadari bahwa demokrasi Indonesia tidak akan berkembang jika kita terus membiarkan fenomena ini berlanjut.
Pemilu harus menjadi momen introspeksi bagi kita semua, di mana kita merenungkan kembali esensi dari sistem politik kita dan mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu.
Pertama-tama, kita harus mulai memperbaiki paradigma politik kita, dari orientasi pada popularitas dan kekayaan, menjadi orientasi pada kualitas dan integritas.
Para caleg harus memahami bahwa kepercayaan dan dukungan rakyat tidak bisa dibeli dengan uang, melainkan harus diperoleh melalui dedikasi dan pengabdian yang tulus kepada masyarakat.