Namun tabunganku tak pernah penuh
Yang terus meningkat kebutuhan hidup dan makin sulit beli barang
Penghasilan buat tambal sulam pengeluaran, hidup makin susah
Ini jeritku,
Mendampar tanya,
Tanah, kapan punya?
Rumah, kapan ada?
Dari coret-coretan puisi saya sendiri di atas, yang paling mendasar dan kelihatan adalah kedaulatan terhadap tanah. Kalau The Three Musketeers punya slogan, "Semua untuk satu dan satu untuk semua." Maka saya tak mau kalah punya jargon, "Tanah untuk semua, semua untuk tanah." Ini adalah pernyataan yang saya buat untuk menekankan bahwa tanah harus dikelola dengan baik dan digunakan untuk kesejahteraan bersama.
Tanah berfungsi sosial, ekonomi, dan produksi. Tanah yang subur dapat menghasilkan tanaman yang baik, sehingga dapat menjadi sumber makanan bagi manusia. Tanah dalam kaitan lainnya juga berarti ruang milik sendiri dimana bisa digunakan dan manfaatkan secara bebas. Dimanfaatkan dalam dua kategori yang paling rentan: tanah untuk tinggal dan tanah untuk penghidupan/ menanam. Dalam pandangan saya keduanya masih memiliki masalah di Indonesia.
Selain itu nampak tersurat adanya ketidakadilan sosial yang terjadi, "Tapi yang punya kuasa dengan bambu-bambu mematoki lautan." Perwujudan keadilan sosial di Indonesia merupakan unsur utama, mendasar, sekaligus unsur yang paling rumit, luas, struktural dan abstrak. Hal ini karena konsep keadilan sosial mengandung makna perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, kesejahteraan umum, serta asas proporsionalitas antara kepentingan individu, kepentingan sosial dan negara.
Keadilan sosial di Indonesia berarti pendistribusian sumber daya ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan sosial terutama bagi kelompok masyarakat terbawah atau masyarakat yang memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang lemah. Selain itu, keadilan sosial menyentuh pemerataan sumber daya agar kelompok masyarakat yang lemah dapat dientaskan dari kemiskinan dan diharapkan meminimalisir kesenjangan sosial ekonomi di tengah-tengah masyarakat.