Untuk itu, pada pasal 14 ditegaskan: Demokrasi Politik Pancasila menguatkan partisipasi politik masyarakat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, dengan didukung oleh fungsi dan peran partai politik secara efektif, serta kontrol sosial masyarakat yang semakin luas.Â
Pasal 15 menegaskan, Demokrasi Ekonomi Pancasila merupakan perwujudan dari perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan, dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.Â
Hemat saya, point ini sangat penting karena tanpa keseimbangan demokrasi politik dan ekonomi, mustahil bagi Indonesia untuk mencapai tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Selama penerapan demokrasi itu masih mengambang, tanpa arah yang jelas, maka demokrasi Indonesia akan terus memperkuat sistem oligarki dan kleptokrasi seperti yang marak terjadi selama ini.Â
Pihak yang menyoalkan term ketuhanan yang berkebudayaan pun sebenarnya kurang memahami ucapan Bung Karno. Ia menjelaskan  "Prinsip Ketuhanan, bukan saja bangsa Indonesia bertuhan,  tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri." Bung Karno menegaskan bahwa yang beragama Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al-Masih, yang beragama Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad Saw, dan orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab agamanya.
Bung Karno melanjutkan, "Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada 'egoisme-agama'. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!"Â
Menurut saya, penjelasan ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan sekuliariasi Indonesia seperti yang dituduhkan. Bung Karno malah menekankan prinsip Ketuhanan yang dianut, tidak boleh melecehkan keberagaman keyakinan di Indonesia. Tidak boleh ada egoisme agama yang menempatkan orang dengan agama lain di bawah agama tertentu. Apanya yang salah?Â
Rumus 5-3-1
Di hadapam forum sidang BPUPKI, Bung Karno juga menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara Indonesia. Pidato tersebut kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila.
Pada kesempatan itu, Sukarno menawarkan lima sila sebagai dasar negara yakni: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau peri-kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan yang terakhir, Ketuhanan. Lima sila itu ia namai Pancasila.
Sukarno kemudian menawarkan lagi, "Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Tiga sila itu yakni sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan. Dan jika ingin satu sila, maka tiga sila tersebut jika diperas menjadi satu kata yakni gotong-royong."
Pada dasarnya tawaran Bung Karno ini bersifat usulan, bisa diterima dan tentu bisa diperdebatkan. Namun substansi yang ingin ia sampaikan adalah rumus 5-3-1 Pancasila merupakan satu kesatuan utuh dan tidak boleh dibaca terpisah. Artinya Lima terkandung dalam Tiga, Tiga terkandung dalam satu, dan Lima terkandung dalam satu yakni gotong rotong (ekasila). Jadi sebenarnya rumus ini bukan mendistorsi Pancasila sebagaimana yang dipersoalkan.Â