Sistem Kesehatan menurut WHO (2007) terdiri dari 6 komponen utama yaitu: pelayanan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sistem informasi kesehatan, produk kesehatan, vaksin, dan teknolog keshetaan, pembiayaan kesehatan serta kepemimpinan dan tata kelola.Â
Konsep ini kemudian diadopsi dan diadaptasi oleh berbagai negara, termasuk di Indonesia yang dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang meliputi 7 subsistem, yaitu: upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Saat ini, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan masyarakat dengan meningkatkan fungsi dari sistem informasi kesehatan yang ada baik di tingkat nasional dan daerah.
 Untuk dapat memahami perkembangan kesehatan di masyarakat, meminimalisir penyebaran penyakit dan mengambil tindakan tindak lanjut yang tepat untuk pengendaliannya, sistem informasi kesehatan yang baik harus berjalan, baik di tingkat nasional hingga tingkat daerah.
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) merupakan salah satu hal penting untuk mendukung terselenggaranya sistem kesehatan nasional yang baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan validitas dan kelengkapan dalam meningkakan peran sistem informasi kesehatan  adalah dengan dikembangkannya digitalisasi kesehatan baik di tingkat nasional dan daerah.Â
Beberapa bentuk contoh dari perkembangan sistem informasi kesehatan adalah terdapatnya Sistem Informasi Puskesmas, Sistem Informasi Kesehatan Daerah, Sistem Informasi Surveilans Malaria, Sistem Informasi Hepatitis dan PISP maupun bentuk-bentuk sistem informasi pencatatan dan pelaporan yang lain guna menunjang kegiatan fasilitas kesehatan dalam kegiatan tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang menjelaskan bahwa Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintah secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
 Namun, meskipun sudah banyak dikembangkan sistem informasi tersebut masih ditemukan beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya diantaranya terdapat pengguna sistem informasi yang belum mendapat pelatihan.
 Kemudian beberapa sistem informasi yang penggunaannya minim karena digunakan tidak pada daerah yang endemik penyakit tertentu yang mengakibatkan minim dipakainya sistem informasi pencatatan dan pelaporan suatu penyakit.
Digitalisasi pelyanan kesehatan merupakan fenomena global dalam pemanfaatan teknologi sistem informasi dalam lingkungan pemerintahan tidak dapat terlepas dari kepentingan internasional, regional, nasional maupun lokal.Â
Salah satu agenda WHO dalam meningkatkan digitalisasi kesehatan di seluruh dunia adalah dengan mendorong kolaborasi yang terjadi antara pemerintah dengan organisasi internasional maupun organisasi non-pemerintah, swasta dan pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun daerah.Â
Di Indonesia sendiri, upaya kolaborasi tersebut diwujudkan sebagai Kebijakan Sektor Komunikasi dan Informatika Terkait e-Pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 dengan model penyampaian dibuat dalam bentuk: Government-to-Government (G2G), Government to Community (G2C), overnment to Business (G2B) dan Business to Business (B2B).
Transformasi digital dalam pelayanan kesehatan membolehkan penderita buat mempunyai harapan hidup yang lebih panjang, memperoleh area yang lebih sehat, serta kehidupan yang lebih produktif. Bersumber pada informasi dari PERSI, selama tahun 2015 telemedicine sudah diakses oleh lebih dari satu juta penduduk.Â
Angka ini bertambah secara signifikan di tahun 2018, dimana jumlah penduduk yang mengakses telemedicine sudah menggapai 7 juta orang. Layanan telemedicine yang telah mulai terkenal di golongan warga ini menampilkan kalau digitalisasi layanan kesehatan membolehkan para penduduk yang tinggal di zona terpencil buat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang setara serta bermutu.Â
Sebagian sarana kesehatan di Indonesia memanglah sudah berupaya buat melaksanakan digitalisasi, misalnya telemedicine, SIMRS (Sistem Data Manajemen Rumah Sakit), SISRUTE (Sistem Data Referensi Terintegrasi), sistem JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang bisa diakses secara mobile lewat aplikasi, serta e- medical report.Â
Tetapi, dalam perkembangannya, inovasi- inovasi ini belum didukung oleh regulasi yang jelas serta menunjang kenaikan mutu layanan kesehatan untuk warga Indonesia.
Proses integrasi informasi pelayanan kesehatan yang lebih simpel, tampaknya mempunyai banyak tantangan. Banyaknya aplikasi kesehatan yang terbangun oleh pemerintah pusat, wilayah, ataupun pihak swasta jadi tantangan dalam mengarah integrasi sistem informasi kesehatan.Â
Aplikasi yang sepatutnya mempermudah serta bisa tingkatkan pelayanan kesehatan malah memunculkan permasalahan baru, semacam tersebarnya informasi di bermacam aplikasi yang terdapat serta mempunyai standar yang berbeda- beda sehingga tidak gampang diintegrasikan serta kurang dapat dimanfaatkan.Â
Bersumber pada hasil pemetaan dikala ini ada lebih dari 400 aplikasi kesehatan dibentuk ataupun dibesarkan oleh pemerintah pusat serta wilayah.Â
Jumlah tersebut bisa meningkat banyak bila ditambahkan dengan aplikasi aplikasi khusus, baik yang terbuat oleh pihak ketiga ataupun yang terbuat oleh institusi kesehatannya itu sendiri. Permasalahan digitalisasi kesehatan yang yang lain terjalin kala ditemuinya banyak informasi kesehatan yang masih terdokumentasi secara manual.Â
Informasi kesehatan di sebagian wilayah masih terdokumentasi memakai kertas serta tidak terintegrasi secara digital.
Menurut Bappenas (2018) kendala utama dalam sistem informasi kesehatan yang ada saat ini adalah aplikasi dan sistem pelaporan yang belum terintegrasi. Di tingkat pusat sendiri, kementerian kesehatan memiliki 207 sistem informasi kesehatan yang tersebar di berbagai unit, dimana hal tersebut dapat menimbulkan potensi multi entry serta meningkatkan beban administrasi di tingkat fasilitas kesehatan.Â
Proses pencatatan dan pelaporan data dengan sistem single entry pada saat ini belum terwujud, meskipun saat ini sedang ada upaya dalam hal tersebut. Namun di tingkat daerah, setiap unit memiliki sistem informasi tersendiri dengan format pencatatan dan pelaporan berbeda, bahkan beberapa pelaporan juga masih dilakukan secara manual.Â
Implikasi dapat terjadi dalam hal tersebut dengan meningkatnya beban administrasi di fasilitas kesehatan mengingat potensi duplikasi dan tingginya ketidak sinkronan data antara sistem informasi pusat dan daerah.Â
Dengan demikian, keterpaduan antarsistem dan antar pusat, daerah, dan swasta akan sulit dalam upayan integrasi datanya.
Pemanfaatan teknologi terkait data dan informasi di bidang kesehatan juga masih belum optimal seperti pengembangan telemedicine saat ini untuk menghubungkan pelayanan kesehatan rujukan dalam pemberian konsultasi pelayanan pada FKTP atau rumah sakit di wilayah terpencil.Â
Pada tahun 2020, sebanyak 79 rumah sakit dan puskesmas yang ditunjuk dan aktif dalam telemedicine (Kemenkes, 2020). Pandemi Covid-19 saat ini juga memberikan dampak dengan mulai meningkatnya provider swasta dalam penyediaan layanan kesehatan berbasis online yang perlu diimbangi dengan kebijakan Pemerintah terutama dari aspek keamanan data yang ada pada provider tersebut.Â
Perkembangan tersebut menuntut akselerasi perhatian dari Pemerintah dalam mengelola ekosistem teknologi terkait pelayanan kesehatan yang menjadi bagian dari penguatan sistem kesehatan nasional.
Dalam pelaksanaan terkait pemanfaatan dalam teknologi guna membangun kesehatan, masih ditemukan banyak kendala dalam upaya digitalisasi kesehatan. Salah satunya masih belum meratanya ketersediaan jaringan internet di setiap daerah. Salah satu implikasi di tingkat pelayanan kesehatan adalah masih terdapatnya proses pelayanan yang masih manual.Â
Hal tersebut ditunukkan data dari Riset Fasilitas Kesehatan tahun 2019 menunjukkan bahwa masih terdapat 13% Puskesmas yang memiliki sinyal internet terbatas. Selain itu, belum terdapatnya formasi terkait tenaga khusus pengelola sistem informasi kesehatan di Puskesmas, sehingga upaya digitalisasi dalam pelayanan maupun sistem informasi belum berjalan secara optimal.Â
Sehingga proses pelayanan kesehatan kurang efisien serta berpotensi terjadinya kekeliruan dalam proses rekapitulasi data baik di tingkat nasional maupun daerah. Pelaksanaan program dapat berjalan sesuai dengan target sasaran dengan cara data penerima program-program pemerintah perlu diintegrasikan dalam satu sistem.Â
Diharapkan perkembangan terkait digitalisasi menjadi poin utama dalam reformasi sistem kesehatan nasional, sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya dalam pembangunan kesehatan khususnya dalam pelayanan kesehatan dan pemanfaatan data kesehatan saat ini baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pemerintah daerah yang memiliki otonomi dalam mengatur pelaksanaan kegiatan di bidang kesehatan, dapat membuat program maupun rencana aksi dalam pengembangan teknologi informasi yang berbeda antara satu daerah dengan lainnya.Â
Digitalisasi kesehatan yang mencakup sistem informasi kesehatan, telemedicine, rekam kesehatan elektronik maupun sektor-sektor yang lain memiliki banyak dimensi dan perlu diatur agar satu dengan lainnya dapat saling berinteraksi secara seimbang.Â
Dibutuhkan peran dari pemerintah pusat sebagai regulator khususnya Pusdatin Kemenkes sebagai penanggung jawab pengembangan digitalisasi kesehatan dengan berbagai regulasi, standar maupun protokol sebagai dasar pengembangan program dan rencana aksi di daerah.Â
Selain itu keberadaan dari swasta maupun stakeholder lain yang terus bertambah dan sudah banyak berperan dalam mengembangkan sistem di daerah perlu diarahkan serta dikoordinasikan agar tidak menambah aspek-aspek dalam sistem informasi yang tidak terintegrasi. Semua kegiatan pengembangan teknologi informasi tersebut dapat terarah pada pencapaian sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Kesehatan.
Strategi transformasi digital kesehatan hendak terfokus pada pengembangan informasi kesehatan, pengembangan aplikasi layanan kesehatan, serta kenaikan ekosistem teknologi kesehatan yang berkepanjangan.Â
Ketiga fokus tersebut diharapkan bisa melahirkan kenaikan kualitas informasi beserta kebijakannya sehingga tingkatkan efisiensi pelayanan kesehatan.Â
Lewat pemetaan ini, segala layanan kesehatan bisa terintegrasikan sehingga optimalisasi dalam daya guna serta interoperabilitas bisa terwujud pada pelayanan primer serta sekunder, pelayanan farmasi serta perlengkapan kesehatan, ketahanan kesehatan nasional, sumber energi manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, manajemen internal sampai inovasi pada ekosistem bioteknologi.
Keberadaan para stakeholder yang bertambah sejalan dengan meningkatnya permintaan dari sektor pemerintah maupun swasta perlu dikendalikan bersama secara terkoordinasi agar sumber daya serta sumber dana dari pemerintah yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efisien.Â
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan khususnya Sistem Kesehatan Nasional yang menjadi tanggung-jawab dari Kementerian Kesehatan tidak dapat terlepas dari kualitas kerjasama antara pemerintah pusat maupun daerah dengan, swasta, organisasi profesi, berbagai asosiasi maupun masyarakat.
Strategi transformasi digital kesehatan mengganti arah pelayanan kesehatan jadi lebih simpel serta gampang digunakan oleh warga, meningkatkan efisiensi sebab informasi kesehatan bisa diakses dengan gampang serta mempunyai mutu yang baik.Â
Dengan penerapan yang terencana serta terukur bersumber pada pemetaan yang terdapat, transformasi teknologi digital kesehatan berakibat pada lahirnya sistem pelayanan kesehatan yang lebih bermutu sehingga bisa merangsang perkembangan ekonomi yang lebih baik.Â
Oleh karena itu pemerintah melaui Kementerian Kesehatan memiliki Cetak Biru Strategi Transformasi Kesehatan Digital 2024 guna menanggapi kasus, kemampuan, serta tantangan transformasi digital Indonesia sehingga melahirkan pemecahan yang komprehensif, implementatif, dan terukur dalam pembangunan pelayanan kesehatan berkepanjangan
Referensi:
Bappenas. 2022. "Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional." perpustakaan.bappenas.go.id. Maret. Accessed Agustus 14, 2022. https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/migrasi-data-publikasi/file/Policy_Paper/Buku%20Putih%20Reformasi%20SKN.pdf.
Center for Health Policy and Management Faculty of Medicine, Public Health and Nursing Universitas Gadjah Mada. 2021. Series 1 Bincang Bincang SKN : Resiliensi Sistem Kesehatan Nasional. Juli 14. Accessed Agustus 14, 2022. https://chpm.fk.ugm.ac.id/series-1-bincang-bincang-skn-resiliensi-sistem-kesehatan-nasional/#:~:text=Reformasi%20SKN%20bertujuan%20untuk%20meningkatkan,memperkuat%20upaya%20promotif%20dan%20preventif.
dr. Daryo Soemitro, Sp.BS. 2016. "Sistem Informasi Kesehatan - Pusdatin Kemkes." pusdatin.kemkes.go.id. Juni. Accessed Agustus 14, 2022. https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-SIK-2016.pdf.
Kementerian Kesehatan. 2021. "Strategi Transformasi Digital Kesehatan." dto.kemkes.go.id. Accessed Agustus 21, 2022. https://dto.kemkes.go.id/Digital-Transformation-Strategy-2024.pdf.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI. 2021. Digitalisasi Layanan Kesehatan Harus Berbasis Data Cepat dan Akurat. Oktober 14. Accessed Agustus 14, 2022. https://www.kemenkopmk.go.id/digitalisasi-layanan-kesehatan-harus-berbasis-data-cepat-dan-akurat.
Pemerintah RI. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan . Jakarta: Pemerintah RI.
Prameswari, Lintang Budiyanti. 2021. Digitalisasi Data Kesehatan. Apa Itu, Bagaimana Caranya, dan Mungkinkah Dilakukan? Mei 24. Accessed Agustus 21, 2022. https://www.dhealth.co.id/post/digitalisasi-data-kesehatan-apa-itu-bagaimana-caranya-dan-mungkinkah-dilakukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI