Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Tubuh Telah Mencapai Ukuran XXXL...

25 Agustus 2022   08:50 Diperbarui: 25 Agustus 2022   09:23 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ukuran tubuh. (Sumber: Deon Black/Unsplash)

Apalagi yang harus dilakukan, selain memperbarui isi lemari dengan ukuran baju yang sesuai. Tak mungkin badan XXXL memakai baju XXL atau XL, 'kan?

Suatu ketika, salah satu diva Indonesia memberi saran fesyen untuk yang berukuran besar. Saya ingat dia berkata begini: "Motivasi untuk langsing: Pakailah baju dengan satu ukuran lebih kecil dibanding ukuran sebenarnya."

Saya hanya tertawa. Seperti moto saya di Kompasiana: Pura-pura bahagia itu gampang, pura-pura langsing itu susah. Bagaimana pula memakai baju dengan satu ukuran lebih kecil. Mana muat, tho?

Kalau badan sudah melembung seperti itu, maka biasanya akan muncul petuah: Ayo, turunkan berat badan. Banyak olahraga.

Okay, mudah diucapkan, tapi tidak mudah untuk dilakukan. Saya baca berat badan bertambah bisa dipengaruhi usia. Semakin usia bertambah, metabolisme melambat. Artinya, menu dan jumlah makanan tetap, namun semakin banyak yang ditumpuk di dalam tubuh. Bisa jadi karena metabolisme itu tadi, bisa juga karena kurang gerak.

Tapi, bagaimana dengan mereka yang banyak bergerak, pekerjaan di rumah bisa saja tak berakhir, tapi badan tetap besar? Nasib yak?

Apakah perasaan bahagia juga bisa menambah berat badan? Rupanya bisa juga. Menurut situs 11ahleven, istilah yang dipakai adalah 'happy weight'. Berat bisa bertambah misal pada mereka yang sedang menjalani hubungan istimewa dan menjadi bahagia. Berat badan bertambah gara-gara mereka yang kasmaran sering pergi kencan dan lantas makan bareng, atau memamerkan keahlian memasak.

Jadinya, berat bertambah deh selama berpacaran. Happy weight!

Satu lagi, berat badan bisa bertambah karena tidur yang kurang. Bagaimana pula urusan kurang tidur malah bikin gemuk badan? Logika berkata seharusnya badan malah jadi kurus kering. Namun, memang bukan itu yang terjadi.

Untuk bisa mengerti pengaruh kurang tidur terhadap kenaikan berat badan, maka kita harus berkenalan lebih dengan perbedaan antara rasa lapar (hunger) dan nafsu makan (appetite).

Rasa lapar muncul ketika tubuh membutuhkan energi dan nutrien, alias lapar. Itu adalah murni kebutuhan fisik. Nafsu makan adalah masalah mental. Merupakan keinginan untuk makan, tidak peduli tubuh membutuhkan makanan atau tidak.

Nah, kurang tidur membuat keseimbangan antara rasa lapar dan nafsu makan menghilang. Itu menurut situs Body Building.

Pada sebuah penelitian yang berurusan dengan tidur pada 2004, peneliti menemukan bahwa kurang tidur menurunkan produksi leptin, hormon yang mengisyaratkan rasa kenyang. Pada saat bersamaan, kurang tidur meningkatkan jumlah ghrelin, hormon yang membuat kita lapar.

Jadi, leptin berfungsi sebagai lampu merah alias berhenti, sementara ghrelin adalah lampu hijau alias mulailah makan. Tapi, karena jumlah leptin berkurang, maka ghrelin merajalela.

Bagaimana cara agar produksi kedua hormon itu seimbang lagi? Menurut saya sih, perbaiki pola dan kualitas tidur. Sekali lagi, lebih mudah dikatakan, ketimbang dilakukan. Sebab, tidur juga dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya stres.

Saya termasuk yang sudah berada dalam fase XXXL. Ada beberapa hal yang saya lakukan ketika memilih baju, baik itu blus, rok, atau celana panjang.

Salah satu cara agar perut saya tidak menjadi pemandangan dominan, maka ketika membeli blus, saya memilih yang berbentuk buah pir. Kecil di bagian atas (ya tidak kecil-kecil amat sih ya dengan lingkar dada lebih dari 110 cm) dan bagian bawah melebar. Mirip huruf A, yang kapital.

Dengan blus seperti itu, perut saya tidak tertekan. Baju akan melebar di area perut. Kalau bisa, lebih baik blus yang tidak berkerah, sehingga daerah leher tidak berkesan 'penuh'.

Lalu, bagaimana dengan rok dan celana panjang? Sebaiknya, hindari rok semata kaki. Saya pernah memakai rok panjang seperti itu, dan badan saya langsung terlihat dua kali lebih besar. Lebih baik pakai rok yang panjangnya tepat di bawah lutut. Jika Anda berhijab, maka tutupi kaki dengan legging.

Lalu, bagaimana dengan celana? Saya sudah melupakan celana jins sekarang. Sebab, selain perut yang besar, pantat juga ikut besar. Sulit mencari jins dengan bentuk seperti itu. Percaya atau tidak, sekitar 30 tahun lalu, ukuran jins saya adalah 27.

Sekarang, saya akan pakai celana yang terbuat dari bahan stretch. Yang bisa mulur, mengikuti bentuk perut, pantat, paha. Saya punya banyak celana stretch yang warnanya seperti denim. Jadi, seakan-akan saya memakai celana jins, padahal bukan.

Lalu, jangan pakai blus berwarna putih. Langsung melembung tak karuan penampilan. Ada sebabnya mengapa koleksi baju saya lebih banyak berwarna gelap: Hijau tua, hitam, merah tua, biru tua. Segala yang donker deh.

Tentu saja, mengatur makan, mengatur tidur berusaha saya lakukan. Yang penting, saya tak berdiam diri. Banyak bergerak. Olahraga? Kalau sedang mood, deh. Yang penting, saya berusaha ukuran badan tidak bertambah satu X lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun