Apalagi yang harus dilakukan, selain memperbarui isi lemari dengan ukuran baju yang sesuai. Tak mungkin badan XXXL memakai baju XXL atau XL, 'kan?
Suatu ketika, salah satu diva Indonesia memberi saran fesyen untuk yang berukuran besar. Saya ingat dia berkata begini: "Motivasi untuk langsing: Pakailah baju dengan satu ukuran lebih kecil dibanding ukuran sebenarnya."
Saya hanya tertawa. Seperti moto saya di Kompasiana: Pura-pura bahagia itu gampang, pura-pura langsing itu susah. Bagaimana pula memakai baju dengan satu ukuran lebih kecil. Mana muat, tho?
Kalau badan sudah melembung seperti itu, maka biasanya akan muncul petuah: Ayo, turunkan berat badan. Banyak olahraga.
Okay, mudah diucapkan, tapi tidak mudah untuk dilakukan. Saya baca berat badan bertambah bisa dipengaruhi usia. Semakin usia bertambah, metabolisme melambat. Artinya, menu dan jumlah makanan tetap, namun semakin banyak yang ditumpuk di dalam tubuh. Bisa jadi karena metabolisme itu tadi, bisa juga karena kurang gerak.
Tapi, bagaimana dengan mereka yang banyak bergerak, pekerjaan di rumah bisa saja tak berakhir, tapi badan tetap besar? Nasib yak?
Apakah perasaan bahagia juga bisa menambah berat badan? Rupanya bisa juga. Menurut situs 11ahleven, istilah yang dipakai adalah 'happy weight'. Berat bisa bertambah misal pada mereka yang sedang menjalani hubungan istimewa dan menjadi bahagia. Berat badan bertambah gara-gara mereka yang kasmaran sering pergi kencan dan lantas makan bareng, atau memamerkan keahlian memasak.
Jadinya, berat bertambah deh selama berpacaran. Happy weight!
Satu lagi, berat badan bisa bertambah karena tidur yang kurang. Bagaimana pula urusan kurang tidur malah bikin gemuk badan? Logika berkata seharusnya badan malah jadi kurus kering. Namun, memang bukan itu yang terjadi.
Untuk bisa mengerti pengaruh kurang tidur terhadap kenaikan berat badan, maka kita harus berkenalan lebih dengan perbedaan antara rasa lapar (hunger) dan nafsu makan (appetite).