Admin Kompasiana memilihkan topik pilihan tentang UTBK-SMBPTN 2022. Terus terang, saya tidak paham apa kepanjangan dari UTBK-SMBPTN itu. Maafkan saya, ya. Jangan dimarahi, lho.
Pada zaman saya, istilah yang dipakai adalah Sipenmaru alias seleksi penerimaan mahasiswa baru. Mudah dihapal istilahnya. Sekarang, saya ingin berbagi cerita saat saya ikut Sipenmaru. Sudah pasti zaman jebot.
Jadi, pada 1988, jelang lulus SMA,teman-teman saya sibuk ikut bimbel alias bimbingan belajar, kecuali saya. Saya tidak mau repot-repot kursus di luar sekolah. Saya hanya mengandalkan ajaran ekstra dari guru melalui berbagai les yang saya ikuti.
Sebenarnya, saya tidak benar juga. Sebab, bertahun kemudian, saya baru paham bahwa bimbel tidak hanya melulu soal pelajaran, tapi juga ada "penjurusan", jurusan mana yang cocok untuk kita, berdasarkan hasil bimbel.
Saya sih tenang saja. Yang tidak tenang adalah mama saya. Mama selalu mendesak saya untuk ikut bimbel, tapi saya selalu menolak. Saya hanya bilang tidak mau buang-buang uang untuk ikut bimbel.
Lalu, rapot pun dibagikan, demikian pula dengan ijazah dan nilai ebtanas murni alias NEM, yang kalau sekarang bernama Nilai Ujian Nasional, menurut Wikipedia.
Ya sudah, saya pun membeli formulir Sipenmaru dari sekolah. Saya menunda hingga malam hari terakhir penyerahan formulir ke sekolah. Oh iya, waktu SMA, jurusan saya adalah A2 atau biologi.
Nah, ketika mengisi universitas dan jurusan untuk Sipenmaru, saya rada bingung. Terus terang saja, saya tidak punya pikiran lain, kecuali jurusan biologi. Nilai-nilai di rapot dan NEM saya mendukung untuk itu.
Akhirnya, setelah dimarahi almarhum bapak karena saya lambretta dardanella banget sewaktu mengisi formulir, saya memantapkan diri untuk memilih biologi Universitas Indonesia.
Alasan saya memilih biologi, karena terus terang saya menghindari yang namanya kimia. I should have known better!
Lalu, karena saya memilih IPA murni, maka saya hanya punya dua pilihan jurusan. Yang satu lagi tentu saja harus IPA juga. Saya pilih kedokteran Universitas Sebelas Maret di Surakarta, karena eyang saya tinggal di Karanganyar, Surakarta. Barangkali saja saya bisa numpang di rumah eyang selama kuliah.
Ketika saya menjalani ujian Sipenmaru di Fakultas Teknik UI di Depok, saya sudah punya jurus tersendiri untuk menjawab soal-soal.
Untuk soal matematika, saya tidak akan repot-repot melakukan pembuktian rumus. Masukkan saja angka-angka yang ada di pilihan jawaban. Salah satu dari pilihan itu pasti akan cocok. Waktu yang dipakai untuk menghitung seperti itu jauh lebih cepat dibanding harus membuktikan rumus terlebih dahulu.
Cara itu juga berlaku untuk fisika. Ogah banget deh membuktikan rumus. Apalagi fisika. Meski, nilai fisika saya lumayan bagus waktu SMA.
Dengan cara itu, saya selalu sudah nyantai ketika pengawas mengatakan waktunya habis. Ketika menjawab soal-soal psikotes, saya juga berusaha untuk sudah selesai sebelum bel tiap sesi berbunyi.
Saat itu, saya sangat berharap bisa diterima di Depok saja. Tinggal di Karanganyar mungkin menyenangkan, tapi itu bukan rumah sendiri.
Selain itu, dengan menjadi dokter, nantinya saya harus berhubungan langsung dengan pasien, membuat diagnosa, memberi obat. Bagaimana kalau saya salah diagnosa, salah memberi obat? Ngeri!
Setelah selesai Sipenmaru, waktu menunggu hasil pengumuman pun tiba. Lumayan lama, lebih dari satu bulan. Sekali lagi, mama mendesak saya untuk mendaftar ke berbagai universitas swasta, yang iklannya muncul di koran Kompas.
Sekali lagi, saya tenang saja. Tahu tidak, apa yang saya lakukan sembari menunggu pengumuman Sipenmaru? Saya lebih banyak tidur saja di rumah. Asli, saya tidur melulu.
Mama kesal banget melihat saya tenang-tenang saja seperti itu. Mama meninta saya mendaftar kuliah di tempat lain untuk cadangan, siapa tahu tidak lolos Sipenmaru. Saya cuek saja.
Teman-teman pun sering datang ke rumah, mengajak jalan, entah ke mall atau ke tempat lain. Pada saat itu, saya belum menjadi anak mall. Lagipula, waktu menunggu hasil Sipenmaru itu saya anggap sebagai saat untuk prihatin. Bukannya untuk jalan-jalan.
Alhasil, hari pengumuman pun tiba. Satu hari sebelumnya, saya sudah pesan kepada pengantar koran untuk menyisakan satu eksemplar koran yang memuat pengumuman. Saat itu, pengumuman Sipenmaru tidak ada di koran Kompas.
Setelah mendapat surat kabar yang dimaksud, saya langsung mencari nomor ujian. Eh, nomor dan nama saya ada di sana! Dan, saya diterima di jurusan Biologi UI. Alhamdulillah.
Akhirnya, mama paham mengapa saya sangat yakin bisa lolos Sipenmaru dan menolak semua tawaran untuk mencari tempat kuliah yang lain.
Bukannya menyombong, tapi hanya saya yang diterima di Universitas Indonesia untuk tahun angkatan SMA saya, semua jurusan. Teman-teman lain ada beberapa orang yang lolos Sipenmaru, namun harus kuliah di luar Jabodetabek. Kebanyakan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Selama dua tahun terakhir di SMA, setelah penjurusan, saya selalu pegang kelas alias selalu menjadi juara. Apa gunanya selalu juara kelas jika tidak lolos Sipenmaru?
Ketika saya mulai kuliah, saya akhirnya paham bahwa yang namanya biologi tidak mungkin dipisahkan dari kimia. Sebab, semua fungsi tubuh kita, fungsi semua makhluk hidup, adalah proses kimia.
Ya sudah, saya pelajari saja biologi dan ilmu pendampingnya yang maha penting, kimia, sampai saya lulus. Ternyata, saya memilih biologi demi menghindari kimia malah jadi salah kaprah. Hahaha. Tapi, saya tidak menyesal, lho!
Setelah lulus, justru saya tidak memakai ilmu biologi saya. Saya malah kerja di Tabloid BOLA selama lebih dari 20 tahun. Dan, saya adalah sarjana biologi pertama yang bekerja di sana. Setelah itu, bertahun kemudian, ada adik kelas saya yang juga bekerja di BOLA. Tapi, dia jauh lebih muda. Cocok jadi anak saya. Jadi merasa tua deh saya.
Saran saya untuk yang akan mengikuti UTBK-SMBPTN 2022, perhatikan baik-baik saat memilih jurusan. Ada baiknya juga ikut bimbel, sehingga bisa memilih jurusan dengan lebih pasti, yang lebih cocok.
Jangan bersedih ketika tidak lolos ujian, ya. Masih banyak jalan lain. Mungkin memang rezekinya tidak berkuliah di universitas negeri. Belajar bisa dilakukan di mana saja, yang penting adalah keseriusan kita untuk belajar. Kuliah di universitas beken, tapi tak pernah serius belajar, ya percuma.
Selamat menentukan pilihan, sukses ketika mengikuti ujian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H