Tulisan ini hadir karena saya ingat pernah berada satu pesawat dengan jenazah. Tentu saja, peti jenazah tidak diletakkan di kabin penumpang, melainkan di kargo. Tapi, tetap saja saya pernah berada satu penerbangan dengan jenazah dan saya tidak mengetahuinya pada saat itu.
Saya tahu tentang jenazah itu bertahun kemudian, ketika rekan sekantor, sebut saja namanya Mbak Anna, menceritakan seorang temannya yang harus memulangkan jenazah salah satu orangtuanya, saya tidak ingat apakah itu ayah atau ibunya, dari Amsterdam. Setelah dicocok-cocokkan, ternyata saya dan teman Mbak Anna itu berada di satu pesawat.
Saya tidak tahu saya harus merasa bagaimana ketika mengetahuinya. Teman Mbak Anna itu sudah diwanti-wanti oleh kru penerbangan untuk tidak menangis selama penerbangan. Jadi, ia harus diam saja selama kurang lebih 15 jam penerbangan.Â
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan si Mbak, kebetulan teman Mbak Anna itu perempuan, ketika harus menahan perasaan apapun selama itu, demi tidak membuat heran penumpang lain. Harus menahan tangis selama itu.
Jadi, begini ceritanya. Pada Mei 2000, saya ditugaskan oleh kantor untuk meliput final Liga Champion di Stade de France, St Denis, itu di pinggiran Paris. Beken kok stadionnya. Final digelar pada 24 Mei 2000 antara Real Madrid dan Valencia.
Saya mempersiapkan semuanya dari Jakarta. Kebetulan pada tahun itu, Belanda dan Belgia menjadi tuan rumah bersama Euro 2000. Jadi, saya minta izin kepada bos untuk sekaligus ke Amsterdam, melongok persiapan kota itu.Â
Kebetulan juga, tim nasional Belanda mengadakan partai uji coba melawan Rumania di Amsterdam Arena, sekarang Johan Cruijff Arena. Tanggalnya adalah tiga hari setelah final Liga Champion.
Saya mengirim email melalui situs resmi KNVB, federasi sepak bola Kerajaan Belanda, dan mereka memberi saya satu tiket gratis untuk nonton di tribun wartawan. Lumayan. Tiket bisa diambil di stadion.
Kebetulan berikutnya, saya bisa mengunjungi tante saya yang juga tinggal di Amsterdam. Saat itu dia baru saja melahirkan putri semata wayang hasil pernikahan dengan seorang pria Belanda.
Singkat cerita, saya sudah menyelesaikan liputan Real Madrid kontra Valencia. Madrid menang 3-0 melalui gol Fernando Morientes, Steven McManaman, dan Raul Gonzalez.Â
Lalu, berangkat ke Amsterdam nonton Belanda versus Rumania. Belanda menang 2-1, Marc Overmars dan Patrick Kluivert jadi penentu kemenangan.
Dua hari setelahnya, saya pulang ke Jakarta. Saya berangkat melalui Schiphol tentunya. Saat itu, Schiphol belum serapi dan semegah saat ini. Malah, pada tahun itu, Schiphol memulai proses renovasi besar-besaran. Jadi kondisinya lumayan berantakan di bagian luar.
Ketika check-in, saya diberi tahu oleh petugas bahwa saya belum mendapat kursi di kelas ekonomi, karena fully booked. Lha aneh, wong saya sudah punya tiketnya, mosok gak dapat tempat duduk.
Saya diarahkan untuk melaporkan ke petugas yang ada di gerbang keberangkatan. Setelah berpamitan kepada Oom dan Tante saya, yang sampai hari ini belum bertemu lagi, saya pun bergegas menuju gate.
Di sana, petugas gate sangat fasih berbahasa Indonesia. Sampai saya malu mendengarnya, karena bahasa Indonesia bapak petugas yang masih muda itu sangat baku.
Olehnya, saya mendapat info bahwa tiket pesawat saya di-upgrade. Saya mendapat satu kursi di kelas bisnis. Alhamdulillah. Bayangan bisa tidur nyenyak dengan kaki berselonjor selama penerbangan sudah terbayang.
Setelah memastikan bahwa saya akan terangkut oleh pesawat, saya duduk tenang di ruang tunggu. Ketika sudah boarding, pesawat KLM biasanya tepat waktu, namun ini sampai saatnya harus take-off, pesawat masih diam saja.Â
Hanya suara mesin yang terdengar. Kemudian ada pengumuman dari salah satu kru bahwa pesawat mengalami kendala teknis dan akan beres dalam waktu 30 menit.
Oh well, tak apalah kalau begitu. Jadinya saya bisa menikmati kelas bisnis lebih lama. Setelah itu, penerbangan berlangsung lancar.
Rupanya, saat ada "kendala teknis" tadi, peti jenazah orangtua teman Mbak Anna dimasukkan ke dalam ruang kargo. Saya tentu saja baru ngeh juga soal adanya kendala teknis. Dan, bisa jadi, kursi kelas ekonomi yang seharusnya milik saya kini ditempati oleh teman Mbak Anna itu.
Harus Pakai Agen Resmi
Lalu, saya baca soal prosedur pemulangan jenazah WNI dari luar negeri ke Indonesia. Menurut artikel berjudul "Prosedur Memulangkan Jenazah dari Luar Negeri ke Indonesia" yang ada di situs Indonesia.go.id., ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar jenazah WNI bisa pulang ke Indonesia dengan lancar.
Syarat-syarat itu adalah:
- Permohonan mengekspor jenazah dari agensi resmi
- Paspor almarhum/almarhumah
- Paspor pengiring jenazah yang masih berlaku
- Medical Certificate of Cause of Death (MCCD) dari rumah sakit
- Izin ekspor otoritas setempat
- Certification of Sealing
- Certification of Embalming
Kementerian Luar Negeri, dalam hal ini diwakili oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia dari negara tempat jenazah berada, akan membantu proses administratif dan berkoordinasi dengan otoritas yang berwenang mengurusi jenazah.
Bahkan, jika jenazah berasal dari keluarga tak mampu, maka KBRI atau KJRI akan menanggung semua biaya pemulangan jenazah. Tentu saja, harus ada surat keterangan tak mampu yang dikirimkan ke Kemenlu. Namun, jika dalam kondisi mampu, maka KBRI atau KJRI hanya akan mengurus perkara administrasi.
Jenazah bisa dipulangkan ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu darat dan udara. Namun, prosesnya sama saja. Pihak yang berwenang untuk mengurus jenazah adalah perusahaan tempat almarhum bekerja atau orang yang bertanggung jawab.
Sejak diketahui ada WNI yang wafat di luar negeri, maka perusahaan yang bertanggung jawab wajib melaporkannya ke KJRI atau kepolisian. Tapi, harus dilihat kondisi jenazah.Â
Jika meninggal dalam kondisi tak wajar atau di luar penanganan rumah sakit, maka kepolisian akan meminta otopsi untuk mengetahui sebab kematian. Hasil otopsi tersebut juga diperlukan untuk syarat klaim asuransi.
Lalu, agen resmi pengiriman jenazah akan mempersiapkan peti mati yang disesuaikan dengan tujuan dan cara pengiriman. Untuk jalur darat, akan digunakan peti standar.Â
Namun, beda perkara untuk jalur udara. Peti jenazah harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh dinas kesehatan setempat dan petugas terkait di semua bandara di Indonesia.Â
Tugas lain agen pengiriman adalah menginformasikan jadwal keberangkatan dan perkiraan waktu tiba di tempat tujuan.
Pemilihan agen pemulangan jenazah ini harus hati-hati. Selalu pilih yang resmi. Jika memilih agen abal-abal, bisa saja pemulangan jenazah digunakan untuk tindak kriminal, misalnya menyelundupkan narkoba dan barang terlarang lain.
Namun, yang paling berbahaya adalah jika jenazah mengidap penyakit menular, yang mestinya tidak akan diperhatikan oleh agen yang tidak resmi. KJRI atau KBRI akan menegur atau bahkan mencekal agen pemulangan jenazah yang tidak mematuhi semua protokol.
Itu prosedur singkat untuk memulangkan jenazah WNI dari luar negeri. Insya Allah, rekan-rekan Kompasianer tidak harus melaluinya. Semua akan selalu sehat, di manapun berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H