Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menurunnya Suara Partai Islam (Bagian 1): Tema-tema yang Hilang

13 September 2023   15:55 Diperbarui: 20 September 2023   06:12 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar, poto desain saudara saya sendiri, Sadam Husein (nama aslinya sebagaimana tertera di KTP dan bukan Mantan Presiden Irak).

NU beranggapan tidak elok jika berbeda pendapat kemudian harus berontak. NU juga beranggapan bila semua kekuatan Islam terlibat PRRI/Permesta, lalu siapa yang menjaga perimbangan kekuasaan saat menghadapi PKI?

Sejarah kemudian menunjukan bahwa pada tahun 1960 Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno, sementara NU masih bertahan menjadi kekuatan politik Islam terbesar. Ketika masa Orde Baru sikap keduanya pun turut berbeda, NU di bawah Gus Dur langsung menerima Azas Tunggal pada 1984. Muhammadiyah dan Persis kemudian mengikuti langkah NU menerima Pancasila sebagai azas organisasi.

Pasca Reformasi hubungan antara kelompok Islam tradisionalis dan modernis mengalami pergesekan kembali. Mulanya keduanya mengusung Gus Dur sebagai Presiden. Di kemudian hari banyak aktivis gerakan Islam modernis yang turut terlibat alam aksi demonstrasi untuk menjatuhkan Gus Dur. Akhirnya luka lama seperti dibuka kembali. Kedua gerakan yang sempat mesra di awal Reformasi ini, kembali mengalami pergesekan. Namun ketegangan di antara keduanya senantiasa fluktuatif, kadang memanas dan kadang damai dan adem.

Pasca 2004, misalnya, sudah tidak ada pertentangan yang terlalu serius antar keduanya. Namun, kemudian—pada tahun 2016—terjadi perbedaan pandangan bagaimana menyikapi Aksi 411/212. Hubungan keduanya kembali memanas secara politik. Meskipun demikian, dalam urusan teologis baik kelompok tradisionalis maupun kelompok modernis sudah dapat dibilang cukup rileks.

Yang masih selalu tajam adalah perbedaan kedua kelompok ini—terutama antara NU dan Muhammadiyah—adalah soal penetapan lebaran Idul Fitri dan Idul Adha. Kelompok-kelompok modernis lain seperti Persis, seringkali mengikuti pemerintah dalam penetapan Idul Fitri dan Idul Adha.

Partai Islam dan Isu yang Hilang: Isu yang Diperjuangkan oleh Partai Islam sudah Diambil oleh Partai-Partai Nasionalis.

Seringkali pembahasan mengenai menurunnya suara partai-partai Islam hanya berfokus pada penerapan Asas Tunggal oleh Orde Baru dan/atau dampak dari penanaman ideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 lewat Program P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) selama masa Orde Baru. Memang benar adanya penerapan Asas Tunggal menjadi salah satu penyebab menurunnya suara partai Islam.

Sekurang-kurangnya ada dua sebab utama mengapa asal tunggal diberlakukan dengan keras oleh Orde Baru di Indonesia. Yang pertama adalah Kemenangan PPP (berlogo Ka’bah) di Jakarta dalam Pemilu 1977. Yang kedua adalah suksesnya Revolusi Islam Iran 1979. 

Kemenangan PPP di Jakarta mengejutkan Rezim Orde Baru. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa Golkar kalah di Ibukota mereka sendiri?

Sementara suksesnya Revolusi Islam di Iran dikaitkan dengan beberapa kejadian di Indonesia, di antaranya dengan penyerangan terhadap kantor polisi di Cicendo, Bandung tahun 1981 oleh kelompok radikal. Mereka yang melakukan penyerangan ditengarai terinspirasi oleh Revolusi Islam Iran. Setidaknya hal ini terungkat dalam pernyataan Presiden Suharto dalam otobiografinya Soeharto: Pikiran, Ucapan, & Tindakan Saya (1989).

Dengan jelas Suharto mengkritik penyerangan tersebut. Ia mempertanyakan kenapa revolusinya di negara lain, kok di sini mereka harus ikut-ikutan revolusi? Maka pemerintah Orde Baru pun beranggapan bahwa rakyat perlu diperdalam lagi pemahamannya mengenai Pancasila. Kiranya ide serupa kurang lebih mulai nyaring disurakan di zaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun