Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menurunnya Suara Partai Islam (Bagian 1): Tema-tema yang Hilang

13 September 2023   15:55 Diperbarui: 20 September 2023   06:12 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar, poto desain saudara saya sendiri, Sadam Husein (nama aslinya sebagaimana tertera di KTP dan bukan Mantan Presiden Irak).

Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di dunia, jumlah populasi umat Islam di Indonesia sekitar 86%. Populasi yang banyak tersebut, rupanya tidak selalu menjadikan wacana politik Islam menjadi suatu wacana dominan dalam perpolitikan Indonesia. Hingga sekarang, Indonesia tidak pernah menjadi negara yang berlandaskan total kepada Syariat Islam. 

Beberapa unsur dalam Syariat Islam hanya diakomodir beberapa bagian untuk mengatur beberapa perundang-undangan di bidang peribadatan umat Islam dan juga penyelenggaraan pendidikan berbasis Islam di bawah koordinasi Kementerian Agama. Negara Republik Indonesia tidak pernah secara tegas menyatakan diri menggunakan Syariat Islam. Namun, juga tidak secara gamblang menyatakan diri sebagai negara sekuler, karena masih ada pelajaran agama baik di sekolah maupun di kampus selain jelas adanya Kementerian Agama.

Dari 38 Provinsi di Indonesia, hanya Aceh saja dari semua provinsi yang ada di Indonesia yang menerapkan Syariat Islam, itu pun karena otonomi Aceh dan hak Aceh melaksanakannya dijamin dalam MoU Helsinki 2005 yang diubuat oleh Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Saat Indonesia melaksanakan pemilu pertama di tahun 1955, gabungan partai Islam (Masyumi, NU, PSII, Perti, dll) mendapatkan suara 43,90% suatu perolehan yang cukup tinggi. Namun, hasil ini kalah dengan koalisi parpol nasionalis dan kiri yang memperoleh suara 56,10%.

Dalam pemilu-pemilu berikutnya hingga bahkan pemilu pasca Reformasi, suara partai Islam tidak pernah dominan. Dalam Pemilu 2019, misalnya, gabungan parpol Islam hanya beroleh suara 29,76%. Survei yang dilansir LSI Denny JA Agustus 2023, gabungan parpol Islam hanya mendapatkan suara 23,10% saja.

Mengapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam tidak memilih partai politik berlandaskan Islam? Mengapa suara parpol nasionalis makin lama makin meningkat suaranya?

Tulisan ini akan mencoba melihat secara historis mengapa hal ini bisa terjadi, serta bagaimana kencendrungan adanya peningkatan terhadap post-islamisme di Indonesia.

Tidak Adanya Tafsir Tunggal dalam Pemahaman Keislaman di Indonesia.

Negara Muslim di berbagai belahan dunia, baik yang total menerapkan Syariat Islam ataupun semi-sekuler atau bahkan sekuler, pada umumnya memiliki sistem Mufti Agung (Grand Mufti). Kelaziman ini tidak hanya terjadi di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Negara bukan Islam yang memiliki penduduk minoritas Muslim cukup signifikan pun pada umumnya memiliki sistem Mufti Agung sebagaimana terjadi di Rusia, India, Singapura, bahkan Filipina.

Di negara-negara non-Muslim tersebut para mufti agung adalah pejabat negara yang digaji oleh negara serta dipercaya pendapatnya untuk menangani urusan negara terkait agama Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun