Latar Belakang
 Dengan diberlakukannya otonomi daerah, secara tidak langsung setiap daerah dituntut untuk berpacu menggali potensi yang ada wilayahnya. Potensi wilayah yang mencakup sektor pertanian, peternakan dan perikanan. Peranan sektor pertanian dalam pendapatan daerah di Indonesia masih cukup besar, mengingat sebagian rata-rata penduduk di Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.Â
Dengan demikian keberhasilan pembangunan daerah akan sangat ditentukan oleh adanya sektor pertanian, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Dalam pengembangan sebuah potensi pada sektor pertanian keragaman dari sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat ditanam dan tingkat produktivitasnya. Keragaman dari sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan perwilayahan pada komoditas pertanian.
Pertanian merupakan sektor basis/unggulan yang terdapat di Kabupaten Majalengka. Namun sangat disayangkan adanya potensi tersebut tidak dibarengi dengan kesiapan industri dalam pengolahannya. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan peluang sekaligus tuntutan bagi setiap daerah untuk lebih kreatif dan inovatif untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya lokal untuk menyejahterahkan masyarakat. Sektor pertanian di Majalengka dapat dikatakan sebagai sektor basis karena sektor pertanian di Majalengka menyumbang PDRB(Produk Domestik Regional Bruto) sebesar 26,61% dan menyumbang pada penyerapan tenaga kerja sebesar 27,86%.
Adanya peranan besar sektor pertanian pada suatudaerah tidak lepas dari keberadaan komoditas unggulan. Berdasarkan data keunggulan komparatif dan kompetitif kabupaten Majalengka di tingkat provinsi adalah jagung, mangga, kedelai dan pisang. Tidak berbanding lurus pada tingkat provinsi, pada tingkat sektoral kebupaten komoditas tersebut dinilai masih rendah.Â
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa output yang dihasilkan hanya untuk memenuhi permintaan akhir, baik interna maupun eksternal tanpa menggerakkan sektor-sektor ekonomi yang lain. Padahal suatu wilayah dapat berkembang apabila sektor basis pada wilayah terebut mampu mendorong sektor perekonomian yang lainnya.Â
Di sisi lain sektor industri yang bukan sektor basis turut andil dalam pembangunan kemajuan ekonomi Kabupaten Majalengka. Hal tersebut terbukti dari data yang ada di Bappeda Kabupaten Majalengka bahwa sumbangsih dari sektor lain yang bukan sektor basis tersebut sebesar 16,88% dan pada sektor penyerapan tenaga kerja sektoral sebesar 17,10%.
Kemudian data menurut dinas KUKM mengatakan bahwa industri di Kabupaten Majalengka masih didominasi industri kecil dari hasil pengolahan pertanian seperti makanan dan minuman. Tercatat 2.979 unit industri kecil yang tersebar di 317 desa dan memiliki 8.702 tenaga kerja
Tinjauan Teori
Sektor Pertanian Era 4.0
Sektor pertanian adalah sektor yang terdampak secara signifikan adanya revolusi industri 4.0. Para pakar di bidang pertanian berlomba-lomba menciptakan berbagai inovasi demi terciptanya efisiensi dan pemangkasan biaya para petani dalam kegiatan bertani. Faktor-faktor kemajuan dan efisiensi di bidang pertanian adalah adanya teknologi, teknologi sangat diperlukan untuk menambah efisiensi produksi di bidang pertanian. Penerapan teknologi yang masih traditional menyebabkan proses produksi menjadi kurang efektif serta efisien. Faktor yang kedua yaitu lahan pertanian, lahan pertanian adalah tempat untuk bercocok tanam dan berternak.Â
Di Indonesia banyak petani yan hanya mempunyai lahan pertanian yang sempit. Untuk mengatasi hal itu diperlukan sistem pertanian yang sangat efisien untuk mengoptimalkan produk yang dihasilkan. Faktor yang ketiga adalah transportasi, transportasi sangat diperlukan untuk pengangkutan logistik bagi pertanian. Jika transportasi sangat baik, maka harga bahan produksi dan produk pertanian akan lebih terjangkau serta ekonomis. Yang keempat bibit, bibit adalah sesuatu yang ditumbuhkan dan diternakkan. Bibit yang baik akan menghasilkan produk-produk pertanian yang baik pula.
Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan adalah komoditas yang menjadi potensi dari daerah lain yang berupa barang. Potensi tersebut dapat dikembangkan dan dipersaingkan dengan komoditas unggulan di daerah lain. Komoditas unggulan dapat menjadi ladang keuntungan yang tinggi bagi masyarakat. Berikut beberapa kriteria dari komoditas unggulan :
Komoditi tersebut pastinya memiliki kualitas yang bagus dan memiliki daya saing yang tinggi di pasaran.
Hasil dari sumberdaya lokal yang dapat dikembangkan dan diolah.
Mempunyai add value untuk masyarakat
Dapat meningkatkan perekonomiandan kualitas Sumber Daya Manusia sehingga mejadi sejahtera
Layak dibantu oleh bantuan kredit.
Keunggulan sebuah komoditas dibagi menjadi 2 yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif dapat berwujud sumberdaya alam dan sumber daya manusia, sedangkan keunggulan kompetitif dapat berupa keunggulan yang dimiliki untuk dipersaingkan dengan daerah lain.
Dalam menganalisis suatu komoditas yaitu dengan pendekatan sektor basis. Serangkaian teori yang menjelaskan tentang keterkaitan sektor-sektor dalam perekonomian regional adalah teori ekonomi basis. Teori tersebut menyatakan bahwa faktor yang menentukan perkembangan ekonomi di suatu daerah adalah hubungan antara pemintaan barang dan jasa dari luar daerah.Â
Dalam perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten/provinsi dibutuhkan pendekatan analisis potensi wilayah yang sangat baik yaitu dengan pendekatan LQ(Location Quotient). Metode LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis yang ada di suatu daerah. Metode ini menyajikan perbandingan relatif antara sektor regional dengan sektor dengan wilayah yang lebih luas. Asumsi yang digunakan pada LQ :
1. Kualitas buruh yang sama pada tingkat regional dan nasional
2. Produktivitas pada sektor x sama pada tingkat daerah dan nasional
3. Pada setiap sektor akan menghasilkan produksi tunggal
PembahasanÂ
 Dari berbagai metode pendekatan diperoleh hasil wilayah yang unggul komperatif dan kompetitif pada setiap komoditas. Berikut adalah pemaparan komoditas yang menjadi unggulan di setiap wilayah :
Komoditas jagung unggul di Kecamatan Bantarujeg, Malausma, Cingambul, Talaga, Banjaran Maja dan Sukahaji.
Komoditas mangga unggul di Kecamatan Majalengka, Cingasong, Kertajati, Sukahaji dan Sindang.
Komoditas kedelai unggul di Kecamatan Jatiwangi
Komoditas pisang unggul di Kecamatan Lemahsugih, Argapura dan Rajagaluh
Selain hasil dari unggulan komoditas di setiap wilayah, pada metode pendekatan penelitian ini menghasilkan desa yang memiliki sektor basis dari hasil pertanian, tingkat dari kapasitas pelayanan dan aksesbilitas pendukung, potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan dan arahan wilayah pengembangan Industri.
Untuk hasil dari bahasan terkait desa yang memiliki sektor basis dari hasil pertanian diperoleh 179 desa yang basis industri kecil. Sedangkan sisanya yaitu 138 desa lainnya tidak basis. Untuk hasil bahasan terkait tingkat dari kapasitas pelayanan dan aksesbilitas pendukung terbagi menjadi 3 hirarki. 50 desa di Majalengka termasuk pada hirarki 1, 83 desa termasuk pada hirarki 2, dan pada hirarki yang ke 3 terdapat 203 desa.
Pada bahasan tentang potensi fisik lahan pengembangan komoditas unggulan tercatat bahwa hasil dari kesesuaian lahan jagung, kedelai, mangga dan pisang terdapat pada tabel berikut.
Tabel Presentase  dan luas kelas kesesuaian
lahan untuk tiap komoditas
kelas
Komoditas %
Jagung
Mangga
Kedelai
Pisang
S1
11.55
0.44
-
-
S2
21.78
41,80
96,87
9,50
S3
41.12
35,19
1,96
29,79
N1
20.28
19,42
-
37,30
N2
4.56
1,42
-
23,07
Td
0.71
1,73
1,17
0,34
Kemudian untuk hasil dari penelitian yang terakhir adalah terkait tentang arahan wilayah pengembangan industri. Dari hasil ini diperoleh 27 desa yang menjadi tempat pengembangan industri. Komoditas Mangga terdapat pada 13 desa/kelurahan yang tersebar di 4 Kecamatan. Komoditas kedelai terdapat pada 2 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Jatiwangi. Dan komoditas pisang terdapat pada 3 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Rajagaluh.
Namun pada hasil poin yang terakhir ini hanya beberapa dari desa di Kabupaten Majalengka yang memenuhi aspek spatial contiguity. Yang dimaksud dengan aspek spatial contiguity adalah kecenderungan yang terjadi pada 2 wilayah. Wilayah pengembangan pada komoditas pisang tidak dapat memenuhi aspek spatial compacness di wilayah sebelah timur yaitu Kecamatan Argapura. Bahkan di wilayah bagian sebelah barat daya yaitu Kecamatan Lemahsugih terpisah dengan wilayah di sebelah timur yaitu Kecamatan Rajagaluh. Hal ini disebabkan oleh :
1. Tidak adanya desa yang memenuhi kriteria sebagai wilayah sebagai pengembangan Industri.
2. Letak dari geografis wilayah tersebut yang berada di daerah pegunungan yang cukup terjal dan curam.
Kesimpulan
 Wilayah kecamatan yang memiliki keunggulan komperatif-kompetitif pada komoditas jagung di Kabupaten Majalengka terdapat pada Kecamatan Bantarujeg, Malausma, Cingambul, Talaga, Banjaran dan Maja. Kemudian untuk Komoditas buah mangga terdapat pada Kecamatan Majalengka, Cingsong, Kadipaten, Kasonkandel, Dawuan, Kertajati, Jatitujuh, Lingung dan Sumberjaya. Sedangkan untuk kecamatan yang unggul pada keunggulan komparatif-kompetitif pada komoditas kedelai adalah Kecamatan Jatiwangi. Kemudian yang unggul pada komoditas pisang adalah Kecamatan Lemahsugih, Argapura, dan Rajagaluh.
Berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan dan aksesbilitasnya, dari jumlah keseluruhan desa yang ada di Kabupaten Majalengka yaitu 334 desa yang termasuk dalam hirarki 1 sejumlah 50 desa, hirarki 2 sejumlah 83 desa dan hirarki yang ke 3 sejumlah 201 desa. Desa yang ada pada kategori hirarki 1 adalah desa yang dapat menunjang pengembangan industri kecil.
Kamudian untuk arahan wilayah pengembangan industri kecil berbasis komoditas terdapat 10 desa yang nantinya diarahkan menjadi desa industri dan 6 kawasan industri yang merupakan gabungan dari beberapa desa.
 Saran
 Saya sangat setuju dengan isi undang-undang yang diatur oleh pemerintah yang mengarahkan untuk memaksimalkan adanya potensi komoditas yang ada di setiap daerah. Sangat disayangkan apabila di daerah tersebut memiliki komoditas unggulan namun tidak dimaksimalkan. Saran dari saya adalah untuk mengolah komoditas tersebut terlebih dahulu sebelum dijual ke konsumen. hal tersebut perlu dilakukan untuk memberikan add value pada barang tersebut. Dengan begitu yang tadi misalnya memiliki nilai jual 10ribu rupiah kamudian diberi add value pada barang tersebut maka nilainya bisa saja menjadi 70ribu rupiah. Selain itu hal tersebut juga dapat memicu kekreatifan masyarakat dalam berkarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H