Ah, tiba-tiba aku terfikir untuk membeli cokelat panas sekedar untuk memanaskan tubuh, fikirku. Ku lihat ada cafe kecil di sudut kiri, agak menjorok ke dalam. Tidak terlalu rame yang order. Ku rapatkan tubuhku ke etalase kue, agar suaraku terdengar jelas oleh si pelayan. Maklum bahasa Inggrisku masih kurang jelas di dengar mereka. Begitu juga dengan penangkapanku. Bahasa Inggris orang Australi rada aneh di dengar, nggak seperti di film-film yang biasa kita dengar. Seenak jidad- nya saja mereka ngomong. Karena mereka gunakan bahasa Inggris asli Inggris( baca:Eropa).
Can I Help You? Seorang wanita Cina menghampiri ku. Jarakku memang tidak begitu jauh dengannya, kami hanya terpisahkan oleh etalase kue saja. Dia tidak terlalu tinggi, ya standart orang Cina yang ada di Sydney. Biasanya Cina daratan yang ada di sana. Dia muda, paling terpaut dua tahun lebih muda dariku.
Bahasa Inggris nya cukup bagus. Lidah nya tidak seperti lidah Ling Ling teman sekelas ku. Ling ling teman sekelasku itu parah banget. Sangking susah nya mengerti omongan dia, dia jadi sulit berkawan dengan selain orang Cina. Awal-awal kelas dia dekat denganku dan Victor, mungkin dia fikir aku dari Cina Daratan juga. Namun lama kelamaan dia agak menjauh. Mungkin bukan karena kendala bahasa saja, selain Ling Ling pendiam, dia juga jarang masuk. Dia lebih mementingan kerjaannya yang Part Time di pabrik Yogurt. Memang kalau kuliah di Sydney nggak kerja, bisa-bisa kita mati kelaparan. Biaya hidup yang tinggi, perminggu bisa sampai 7 Juta untuk segala biaya kita.
”Chocolate Please” ”Large” permintaanku pada gadis Cina itu. ”Oke” samber nya cekatan. Dia ambil gelas plastik yang tinggi dan dia pun mendekati alat pembuat minuman panas itu. Kerjanya sangat cekatan dan nampak sudah terbiasa. Dia berikan segelas Cokelat panas itu kepadaku bersamaan dengan beberapa lembar tisu. ” Ada Yang lain?” di menatapku sambil tersenyum. ”apa”? Tanyaku heran.
Kaget aku dia berbahasa Indonesia. Waduh, orang Indonesia ternyata. ” ya, aku orang Indo” senyum nya semakin lebar karena dia melihat ke-ter-kagetanku. ” Koq tahu, aku orang Indo? Tanyaku penasaran. ”aku tahu saat kamu mengatakan Cokelat” hanya Orang Indonesialah yang ngomong Cokelat. Biasanya aku dengar ”Chocolate”
Aku masih tergagap mendengar penjelasannya, dia menyambarku dengan pertanyaan lain ”ya, ada yang lain?” oh, nggak ada. Jawabku ” Empat Dolar” dia menyebutkan harga segelas cokelat itu. Aku pun membayar nya, sabil berlalu ku sapu pandangan ke sekitar cafe kecil itu. Aku terfikir untuk duduk dulu sejenak.
Kursi dan meja stenlis disudut cafe ku lihat kosong, aku pun duduk di sana menjatuhkan bokongku yang terasa kurang bersahabat. Cokelat panas itu ku letakkan di meja dan pandanganku nanar ke depan.
Kelas yang ku tinggalkan tadi masih tergambar jelas di pelupuk mataku. Wajah culun Victor masih nyangkut di sela-sela bulu mataku. Dia memohon dengan sangat supaya aku ikut ke bioskop dengan mereka sore itu. Bagitu juga dengan wajah cool si Abdul. Wajahnya ke arab-araban (eh memang dia orang Arab Bogor ya). Abdul memang lebih cool diantara kita ber-lima. Wajar aja sih dia cool, dia sedang ngincer Nicole he.he.he (ssstt jangan diceritain abdul ya kalau aku ngomong-ngomong ini)
Sesekali tanganku menjamah cokelat panas yang baru ku beli tadi. Agar tangan terasa agak hangat. Aku kurang makan sayur kata Papa. Makanya tanganku agak dingin. Tapi sejak kuliah di sini, teman se-apartemen makannya sayur terus. Maklum Asep orang Kuningan. Kalau makan Hamburger sayurnya lebih menguasai roti di banding dagingnya. Salad sampai memenuhi kulkas, untung saja freezer nggak di dipenuhi sayur juga
Tapi memang makan sayur itu penting. Nicole wajah nya mulus nggak seperti Victor penuh dengan jurang-jurang terjal bekas jerawat. Nicole nggak pagi, nggak malam makannya hanya salad melulu. Dia bingung lihat kita tiap hari makan nasih. Lah, kita malah bingung lihat dia, tiap hari makan sayur, kayak embeeek...hi.hi.hi
Asli aku kelelahan. Kemarin hampir 8 jam aku mencuci piring. Jari-jari tanganku jadi menciut. Pingganggku pegal nya minta ampun. Mana si Koki Mesir itu cerewet banget lagi. Semua barang main banting aja ke tempat cucian. Segala peralatan makan dia lempar seenak udel nya. Yang buat aku neg itu dia selalu saja bicara pake bahasa Mesir sesama mereka. Mana bahasa Inggris nya nggak beres.