Menurut Wani, Nisar Ahmad (2017) cloning yang menggunakan metode iSCNT itu akan berhasil jika sel pendonor dan sel penerima berasal dari spesies yang berkerabat dekat dengan fisiologi reproduksi dan penempatan lingkungan yang sama. Tidak hanya pada unta, kloning iSCNT juga sudah banyak dilakukan kepada hewan seperti kucing, babi, anjing, sapi dan juga kambing.
Meskipun upaya kloning dapat membawa suatu harapan dalam konservasi, namun, hasil dari kloning itu sendiri untuk saat ini masih belum menghasilkan suatu yang sempurna. Hasil kloning biasanya hidup tidak dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama.
Seperti pada Gambar. 1 unta baktrian hasil kloning mati ketika usianya 7 hari setelah dilahirkan. Penyebab kematian dari unta baktria hasil kloning ini dikarenankan septikimia akut.
Berbeda dengan kloning unta baktrian yang mati 7 hari, pada kloning unta dromedaris yang ibu penggantinya tetap dromedaris hasil kloningan itu tetap hidup sampai ia dewasa. Hal ini mungkin terjadi karena kloning unta dromedaris dihasilkan dari 2 spesies yang sama. Hal ini menunjukan bahwa kemajuan teknologi dapat digunakan untuk membudidayakan hewan yang akan terancam punah melalui teknik iSCNT.
Teknologi yang semakin maju tentunya harus diimbangi dengan aspek lainnya. Penerapan teknik kloning iSCNT di Indonesia untuk saat ini terbilang belum dapat terealisasikan karena terkendala biaya dan juga prasarana dalam pengerjaan teknik ini.
Namun kemungkinan-kemungkinan itu masih tetap ada seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu yang terus menerus dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H