Penulis : Iroh Asiroh, Sri Puji N., Yuti Meryani P.
Berdasarkan data dari World Conservation Union (IUCN), penurunan keanekaragaman hayati terjadi selama beberapa abad terakhir dengan 5.485 spesies terancam punah termasuk 180 spesies mamalia. Hal ini disebabkan oleh kemajuan peradaban dunia yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan.
Kemajuan dalam peradaban tidak semuanya berdampak buruk, salah satunya yaitu teknik bioteknologi dengan cara kloning melalui metode iSCNT atau transfer inti sel somatik yang di laporkan dapat digunakan untuk menyelamatkan dan melestarikan spesies mamalia liar yang terancam punah.
Di dalam biologi, kloning adalah proses untuk menghasilkan populasi individu yang identik secara genetik. Â Di dalam alam proses ini terjadi ketika organisme seperti bakteri, insekta, atau tumbuhan bereproduksi secara aseksual.
Ternyata, kloning sendiri dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu kloning intraspesies dan interspesies dengan transfer inti sel somatik. Nah, kedua jenis kloning ini biasa disingkat dengan kloning iSCNT yaitu kloning Interspecies and Intraspecies Somatic Cell Nuclear Transfer.
Teknik iSCNT melibatkan rekonstruksi embrio dengan menggabungkan inti sel donor (karyoplast) yang berasal dari mamalia liar dengan oosit enukleasi (sitoplast) dari mamalia domestik.
Unta baktrian liar adalah mamalia besar kedelapan yang paling terancam punah di planet ini. Hewan ini  jumlahnya tinggal sekitar 600 di gurun Gobi dan 800 di gurun di Mongolia.
Upaya pelestarian malalui kloning iSCNT melibatkan 3 spesies yaitu : Unta Baktrian, Unta Dromedaris dan Llama. Adapun peran ketiga spesies tersebut adalah, unta dromedaris (Camelus dromedarius) sebagai penyedia oosit, unta Baktrian (Camelus bactrianus) dan Llama (Llama glama) sebagai pendonor sel fibroblast kulit yang menyediakan inti sel pengganti inti sel telur (Oosit yang telah dibuang intinya).
Mengapa menggunakan sel fibroblas? Seperti yang kita ketahui, bahwa sel fibroblas tersebut memiliki ciri sebagai sel yang tingkat regenerasinya tinggi dan berperan penting dalam penyembuhan luka.
Oleh karenanya sel tersebut dapat digunakan sebagai donor inti dalam proses kloning. Dengan uraian di atas metode ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah seperti unta Baktrian.Â
Menurut Wani, Nisar Ahmad (2017) cloning yang menggunakan metode iSCNT itu akan berhasil jika sel pendonor dan sel penerima berasal dari spesies yang berkerabat dekat dengan fisiologi reproduksi dan penempatan lingkungan yang sama. Tidak hanya pada unta, kloning iSCNT juga sudah banyak dilakukan kepada hewan seperti kucing, babi, anjing, sapi dan juga kambing.
Meskipun upaya kloning dapat membawa suatu harapan dalam konservasi, namun, hasil dari kloning itu sendiri untuk saat ini masih belum menghasilkan suatu yang sempurna. Hasil kloning biasanya hidup tidak dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama.
Seperti pada Gambar. 1 unta baktrian hasil kloning mati ketika usianya 7 hari setelah dilahirkan. Penyebab kematian dari unta baktria hasil kloning ini dikarenankan septikimia akut.
Berbeda dengan kloning unta baktrian yang mati 7 hari, pada kloning unta dromedaris yang ibu penggantinya tetap dromedaris hasil kloningan itu tetap hidup sampai ia dewasa. Hal ini mungkin terjadi karena kloning unta dromedaris dihasilkan dari 2 spesies yang sama. Hal ini menunjukan bahwa kemajuan teknologi dapat digunakan untuk membudidayakan hewan yang akan terancam punah melalui teknik iSCNT.
Teknologi yang semakin maju tentunya harus diimbangi dengan aspek lainnya. Penerapan teknik kloning iSCNT di Indonesia untuk saat ini terbilang belum dapat terealisasikan karena terkendala biaya dan juga prasarana dalam pengerjaan teknik ini.
Namun kemungkinan-kemungkinan itu masih tetap ada seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu yang terus menerus dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H