2. Melatih keterampilan menulis ilmiah yang baik dan benar
Dulu saat menyusun skripsi, saya pernah kesal kepada dosen pembimbing saya. Beliau hanya mengoreksi kata-kata saya yang typo atau yang kalimatnya tidak efektif.
Menurut saya saat itu, koreksinya terlalu receh. Ekspektasi saya adalah dosen pembimbing saya langsung mengoreksi hal-hal yang fundamental terkait teori maupun hasil analisis saya.
Tahu jawaban beliau waktu saya mempertanyakan hal itu? "Tulisan kamu saja masih banyak yang typo begitu, apalagi isinya. Betulkan dulu sana. "Â Syedih...
Nah, skripsi melatih keterampilan kita untuk menulis dengan baik dan benar, terutama jika tulisan tersebut berupa tulisan ilmiah.
Memang sih, menulis ilmiah belum tentu selalu digunakan di masa depan. Tapi paling tidak di dunia kerja, kita pasti akan berkomunikasi melalui tulisan, entah itu jurnal, makalah, email, atau Power Point.Â
Minimal sudah seharusnya kita tahu kapan menggunakan diksi dan tanda baca yang tepat. Itulah mengapa kadang saya suka gemas kepada mereka yang sering typo saat menulis. Apalagi jika mengabaikan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama ketika konteksnya formal.
3. Melatih mahasiswa mempertanggungjawabkan isi tulisan
Plagiarisme adalah dosa terbesar dalam penyusunan karya tulis ilmiah, termasuk skripsi. Nah, saat menulis skripsi, kita diwajibkan mencantumkan sumber/referensi yang valid. Bahkan website-website tertentu tidak diperbolehkan dijadikan sumber rujukan tulisan ilmiah. Tak hanya itu, kini sudah banyak aplikasi/software yang bisa digunakan untuk mendeteksi indikasi plagiarisme dalam tulisan.
Skripsi mengajarkan kita untuk mempertanggungjawabkan keabsahan isi tulisan kita maupun teori-teori yang kita kutip.
4. Memperluas kosakata