Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk bolak-balik mencetak (printing) draft skripsi. Walaupun mungkin sekarang trennya sudah bergeser ke paperless, tetap saja ada dosen yang lebih suka memeriksa draft skripsi dalam bentuk print out supaya lebih mudah dicoret-coret saat mengoreksi.
Sudahlah waktu, tenaga, dan uang terbuang banyak, mahasiswa juga harus menghadapi pertanyaan "Kapan lulus?" dari keluarga yang kepo. Akhirnya mereka pun lebih sering memberikan jawaban yang mengambang bagaikan pelampung yang terapung-apung di air laut tanpa tahu kapan sampai di tepi pantai.
Skripsi sebagai Ilmu Dasar Menulis Ilmiah
Alih-alih momok, sejujurnya saya berpendapat bahwa skripsi justru memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa loh. Mungkin ada yang berpendapat, 'Ah, dimana-mana kalau ngomong memang gampang toh?'
Memang bagi mereka yang sedang menjalankannya, pasti terasa sulit dan membebani. Tapi apakah mereka yang berpendapat demikian sudah melakukan yang terbaik untuk skripsi mereka? Atau mereka hanya malas? Malas menganalisis dan berpikir kritis, malas memverifikasi sumber, malas membaca, malas berdiskusi, dan lainnya.
Pada akhirnya, mereka yang malas-malas ini mencari joki skripsi sebagai jalan ninja mereka. Tentu sudah bisa diperkirakan bagaimana mahasiswa/mahasiswi ini saat duduk di ruang sidang. Besar kemungkinan mereka tidak bisa mempertahankan skripsinya karena tidak menyusun sendiri.
Setelah lulus, saya betul-betul menyadari bahwa sebetulnya ada banyak manfaat yang bisa dipetik saat kita mengerjakan skripsi, antara lain :
1. Melatih mahasiswa berpikir sistematis dan melakukan analisis
Bagi para pejuang skripsi, tentu tahu ada sistematika penulisan saat penyusunan skripsi. Hal ini akan melatih mahasiswa untuk memiliki kerangka berpikir yang sistematis.
Mulai dari perumusan masalah, menentukan hipotesis, mengumpulkan teori-teori yang relevan dari sumber-sumber yang valid, mengumpulkan data dengan metode yang sesuai, serta menganalisis korelasi antara data, teori, dan hipotesis, hingga mengambil simpulan.
Jadi, yang namanya mahasiswa sudah sepatutnya mengasah pikirannya secara sistematis sesuai bidang kompetensinya, bukannya mengandalkan ilmu cocokologi yang tidak berdasar.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!