Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Emang Salah Kalau Saya 'Picky' Soal Pasangan?

22 Agustus 2023   07:00 Diperbarui: 22 Agustus 2023   15:17 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Everton Vila via unsplash.com)

"Duh, gue sebel banget deh setiap kali meet up temen lama atau acara keluarga, pertanyaannya selalu sama. 'Kok masih sendirian aja, mana gandengannya?', 'Si A udah punya anak loh, lo masih main sama si Meong aja. Cepetan merit lah, nunggu apa lagi?', 'Lo jangan terlalu picky, inget umur jalan terus.' Kayak nggak ada pertanyaan lain yang lebih berbobot deh," curhat salah seorang teman saya suatu hari.

Bila dibandingkan dengan teman-teman lain yang usianya sebaya, memang hanya tinggal beberapa orang (termasuk teman saya ini) yang belum menikah.

Pertanyaannya waktu itu, "Emang married itu harus selalu jadi suatu timeline hidup yang sama dengan orang lain? Emang setiap orang harus menikah juga hanya karena orang lain yang seusia udah married?"

Nada frustrasi dalam suaranya mengingatkan pada diri saya sendiri beberapa tahun yang lalu. Usia saya sekitar 28 tahun saat saya mulai menerima banyak 'kode' dari keluarga untuk segera menikah, karena menurut mereka memang sudah waktunya bagi saya untuk berumah tangga.

Sebetulnya saat itu saya masih santai saja karena masih sibuk meniti karir. Saya ingin mandiri secara finansial supaya tidak perlu merepotkan kedua orangtua saya yang sudah banting tulang menyekolahkan saya hingga lulus kuliah.

Tapi karena saya bukan tipe wanita yang mudah dekat dengan pria, lama kelamaan saya pun jadi bertanya-tanya juga.

Apakah kelak saya akan menemukan pasangan hidup yang cocok dan bisa menikah? Apakah selama ini saya terlalu pemilih dalam mencari pasangan hidup?

Pertanyaan terakhir cukup mengusik saya waktu itu. Apakah kita (baik pria maupun wanita) sebegitu salahnya kalau menjadi picky (pemilih) saat menentukan pasangan hidup?

'Pemilih' yang saya maksud disini bukan berarti memilih sosok pasangan yang sempurna, karena pasangan sempurna hanya ada di novel-novel roman atau drama Korea. Alih-alih sempurna, pastinya kita punya beberapa kriteria tertentu dalam memilih pasangan hidup kan?

Well, kita bukannya cuma sekadar menentukan pasangan untuk duduk di pelaminan loh. Kita akan hidup bersama dengan orang yang kita pilih selama sisa hidup kita. Jadi sudah seharusnya kita berhak memilih, ya kan?

Menentukan pasangan hidup tidak seperti memilih barang di supermarket atau memilih tanggal pernikahan

Kalau belanja ke supermarket, biasanya saya lumayan lama saat memilih barang yang akan saya beli saking banyaknya variasi. Beda merek, beda varian, beda keunggulan, dan pastinya beda harga. Bisa jadi barang yang akhirnya kita pilih ternyata tidak cocok dengan kita sehingga next time saya mungkin harus mengganti pilihan saya. 

Kalau dalam memilih barang di supermarket saja kita bisa memiliki banyak pertimbangan, apalagi kalau memilih pasangan yang akan menemani sepanjang sisa hidup kita. Tentu saya tidak ingin salah pilih karena memilih pasangan hidup tidak seperti memilih barang di supermarket yang bisa saja diganti atau ditukar bipa ternyata tidak cocok.

Menentukan tanggal pernikahan juga mungkin tak serumit yang dibayangkan. Asal kedua belah pihak cocok, tanggal pun bisa ditentukan. Dana pernikahan, vendor-vendor, tamu undangan, dan lainnya tinggal mengikuti.

Namun jangan dipikir setelah resepsi, hidup hanya enak-enak saja. Akan ada banyak hal-hal tak terduga dalam kehidupan berumah tangga di masa depan. Entah itu hal yang menyenangkan bak angin sepoi-sepoi, atau hal buruk bagai angin puting beliung.

Untuk bisa melewati itu semua, kita harus yakin apakah kita dan pasangan memiliki visi dan tujuan hidup yang bersinergi dan saling melengkapi? Apakah kita mampu saling menjaga komunikasi dengan baik? Apakah kita siap berkomitmen untuk saling setia, percaya, dan mendukung satu sama lain?

Jangan kompromikan masa depan hanya karena merasa tertinggal

Sebagai seseorang yang dibesarkan dengan ajaran agama Katolik dan berlatar budaya keluarga Batak, saya selalu memandang bahwa pernikahan bersifat monogami (satu untuk selamanya) dan tak terceraikan. Tidak ada yang dapat memisahkan selain maut.

Prinsip itu jelas mempengaruhi pandangan saya dalam menentukan kriteria pasangan hidup. Tentu saya tidak ingin mengkompromikan masa depan saya hanya karena merasa tertinggal dari timeline orang lain.

Pasangan hidup adalah seseorang yang akan menemani dan mendampingi selama sisa hidup kita. Jadi saya pikir, menemukan pasangan yang tepat adalah keputusan yang sangat penting.

Tentu kita tidak ingin pasangan kita begitu mudah minta berpisah hanya karena merasa sudah tidak ada kecocokan macam artis-artis di infotaintment itu, ya kan?

Setiap orang memiliki timeline hidup yang berbeda

Saya percaya bahwa setiap orang memiliki timeline hidup yang berbeda. Bicara pernikahan, beberapa teman saya banyak yang menikah begitu mereka lulus kuliah. Tapi tidak sedikit juga yang baru menikah setelah mencapai karir yang yang diinginkan, atau gelar akademik seperti kereta api. Bahkan sampai saya menulis artikel ini, ada juga beberapa yang belum menikah.

Oleh sebab itu saya tidak pernah hanya sekadar iseng apalagi kepo, mempertanyakan kapan mereka menikah. Kita tidak tahu, pergumulan apa yang mereka alami atau hal-hal apa yang menjadi prioritas dalam hidup mereka.

Kita tidak perlu latah untuk menyamakan timeline hidup kita dengan orang lain, karena setiap orang memiliki titik awal dan ritme hidup yang berbeda untuk menentukan prioritas dan mencapai target atau tujuan hidup yang diinginkan.

Menjadi Pemilih Berarti Memahami Diri Sendiri

Di bulan Agustus 2023 ini, tepat ulang tahun pernikahan yang kelima saya dan suami. Dibandingkan yang lain, usia ini jelas masih seumur jagung. Apalagi jika dibandingkan dengan Opa Tjip dan Oma Rose, jelas kami belum ada apa-apanya.

Tapi saya tetap sangat bersyukur atas pencapaian ini. Kata orang sih, 5 tahun pertama dalam pernikahan adalah masa-masa yang paling banyak ujian. Cieileehh..

Kalau dulu saya tidak picky soal pasangan hidup, bisa jadi saat ini jalan hidup saya berbeda. Saya dan suami berusaha untuk tidak latah dengan timeline hidup orang lain, karena yang paling tahu apa yang ingin kita capai adalah diri kita sendiri. Sepakat saudara-saudara?

Punya kriteria dalam menentukan pasangan hidup bukan sesuatu yang salah. Itu berarti kita memahami apa tujuan hidup kita saat memutuskan untuk berumah tangga dan menjalani komitmen seumur hidup dengan orang lain.

So, untuk yang masih dalam pencarian pasangan hidup, tetap semangat dan banyak-banyak menjalin pertemanan! Buat yang hilalnya masih belum kelihatan, nikmati saja fase kebebasanmu dan selalu tingkatkan value diri. Dan buat yang sudah menemukan pasangan hidup yang tepat, semoga bisa terus menjaga komitmen yang sudah dibuat.

Cherio!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun