Sebagai informasi, lingkup penggunaan keempat bahan ini rupanya sangat luas. Selain sebagai bahan tambahan obat, keempat bahan ini juga digunakan pada produk kosmetik/skincare (pelembab kulit, serum, body lotion, dll), produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga/PKRT (sabun, pasta gigi, obat kumur, dll), produk makanan (bumbu, saus, dll), hingga pelarut pada perisa rokok elektrik.
Kalau sebagai pelarut, kenapa tidak menggunakan air saja supaya lebih aman?
Perlu dipahami bahwa tidak semua bahan obat dapat larut dalam air. Ada beberapa jenis bahan obat yang baru bisa larut dalam pelarut golongan alkohol seperti Gliserin dan Sorbitol, dimana kedua pelarut ini juga cocok digunakan dalam produk sirup obat karena rasanya manis.
Sementara itu, PEG & PG juga sering digunakan dalam formulasi obat sebagai co-solvent (untuk meningkatkan kelarutan obat), stabilizer, humektan, dan pengawet (antimikroba).
Masalahnya adalah, keempat bahan tambahan ini dipastikan hampir tidak ada yang seratus persen murni. Ada cemaran (impurities) berupa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), dimana hasil metabolitnya yang berupa Asam Oksalat yang bersifat nefrotoksik (toksik pada ginjal). Namun demikian, bukan berarti juga keempat bahan ini berbahaya.
Untuk dapat digunakan pada produk yang dikonsumsi manusia, ada persyaratan ambang batas aman cemaran EG/DEG yang harus dipenuhi. Dan persyaratan ini tercantum pada Farmakope, yakni buku standar yang diterbitkan oleh badan resmi pemerintah berisi persyaratan mutu dan metode analisa bahan obat. Seluruh bahan obat yang digunakan dalam produksi obat harus memenuhi ketentuan dalam farmakope ini.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?
Jika pembaca sekalian mengikuti pemberitaan di media, hasil investigasi menyeluruh pada kasus GGAPA ini menunjukkan bahwa adanya indikasi pemalsuan barang yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yakni pendistribusian pelarut Propilen Glikol yang mengandung EG/DEG melebihi ambang batas aman.
Harus diakui bahwa memang ada kelalaian dalam proses rantai pasok bahan obat, produksi obat, maupun celah dalam regulasi yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku. Saya tidak akan mengulang detailnya karena sudah banyak penjelasan dan klarifikasi yang beredar di media.
Obat sebagai High-Regulated Product
Saya sepakat bahwa obat sejatinya adalah racun. Namun obat dapat bermanfaat bagi kesehatan jika digunakan dengan benar dengan dosis yang tepat. Itulah mengapa, obat adalah produk yang memiliki regulasi paling ketat (high regulated product) supaya keamanan (safety), khasiat (efficacy), dan mutunya (quality) terjamin sebelum sampai ke tangan pasien sebagai end user.
Sebagai gambaran, berikut proses yang harus dilalui obat untuk bisa sampai ke tangan pasien: