Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hati-hati, Yuk Kenali Ciri Obat Ilegal atau Palsu

25 Agustus 2023   07:00 Diperbarui: 26 Agustus 2023   01:50 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obat (Sumber: Myriam Zilles via unsplash.com)

"Duh, kok gue udah minum obat tapi nggak sembuh-sembuh ya? Padahal gue juga udah ngurangin gorengan dan minuman es loh. Udah dua minggu lebih nih minum obat tapi nggak ada kemajuan. Capek juga batuk-batuk terus," kata salah seorang teman suatu hari.

"Wah hati-hati tuh, jangan-jangan obat yang lo minum obat palsu?"

"Ah yang bener? Kok serem sih.. Terus, gimana caranya supaya kita tahu obat yang kita minum palsu atau bukan?"

Teman-teman Kompasianer sekalian mungkin pernah ada yang mengalami hal yang sama? Coba diteliti lagi obatnya, jangan-jangan ada indikasi obat palsu? 

Well, fenomena produksi dan peredaran obat palsu memang bukan lagi suatu isu baru. Dikutip dari laporan yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) & European Union Intellectual Property Office (EUIPO), nilai perdagangan obat palsu di skala international mencapai 4.4 juta dollar AS pada tahun 2016. 

Sementara itu menurut data dari Pharmaceutical Security Institue (PSI) terdapat peningkatan sebesar 38% dari tahun 2016 ke tahun 2020 terkait perdagangan obat ilegal / palsu secara global. Faktor ekonomi menjadi salah satu yang paling berkontribusi. Masyarakat tergoda dengan produk obat dengan harga yang lebih murah.

Modal yang diperlukan untuk produksi obat palsu boleh dikatakan tidak besar. Selain karena bahan baku obat palsu mudah didapat dan harganya murah, mesin-mesin produksi bekas juga tidak sulit diperoleh. Dan dengan teknologi yang semakin berkembang, pembuatan bahan kemas yang menyerupai aslinya juga cukup mudah dilakukan. Modusnya adalah meniru kemasan obat-obat yang harganya mahal (seperti obat bermerek / obat paten) atau obat-obat yang paling sering dicari.

Selain itu, jika obat asli harus melewati proses penelitian dan pengujian (quality control) yang ketat (dan tentunya membutuhkan cost yang besar) supaya keamanan, mutu, dan efikasinya terjamin saat sampai di tangan pasien, nyatanya tidak demikian dengan obat palsu.

Oleh sebab itu produsen yang tidak bertanggung jawab tersebut dapat menjual obat palsu dengan harga yang lebih murah daripada obat asli. Apalagi dengan semakin menjamurnya e-commerce dan metode belanja online, peluang peredaran obat palsu juga semakin besar.

Masih ingat dengan kasus temuan obat palsu di Semarang beberapa tahun yang lalu? Modus yang dilakukan oleh pelaku adalah mengumpulkan obat-obat yang telah kedaluwarsa dari apotek-apotek, kemudian dikemas ulang (repacking) menjadi obat bermerek (branded) dan dijual kembali dengan harga tinggi. Atau kasus GGA yang baru-baru ini sempat heboh karena penggunaan bahan tambahan obat yang tidak sesuai?

Mari kita bahas lebih lanjut di bawah.

Apa Itu Obat Ilegal/Palsu dan Seperti Apa Ciri-Cirinya?

Jadi apa sih sebetulnya obat ilegal/palsu itu? Dikutip dari laman BPOM, Obat Ilegal adalah obat tanpa nomor izin edar (NIE) termasuk obat palsu.

Sementara yang dimaksud dengan obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki NIE.

Tindakan pemalsuan obat bisa dilakukan dengan:

1. Menggunakan bahan obat yang sudah rusak atau tidak memenuhi syarat (substandar);

2. Hanya menggunakan bahan tambahan obat tanpa memasukkan bahan aktif obat (plasebo);

3. Mencampur dengan bahan lain yang kelihatannya mirip; hingga

4. Meniru kemasan produk obat yang sudah beredar di pasar.

Untuk betul-betul memastikan apakah suatu produk obat asli atau palsu, mungkin memerlukan pengujian atau analisa kimia di laboratorium. Namun tentunya hal ini sulit dilakukan oleh pasien / orang awam. Bahkan saya sebagai farmasis saja belum tentu langsung bisa mengetahui suatu produk obat asli atau palsu.

Meski demikian, bukan berarti kita sebagai awam sama sekali tidak bisa mencurigai apakah suatu produk obat asli atau palsu. Kita bisa melakukan pengamatan yang lebih teliti terhadap kemasan, pemerian (warna, baru, rasa) obat, dan khasiat obat yang dirasakan.

Jadi kira-kira apa saja sih ciri-ciri yang bisa kita amati untuk mencurigai obat palsu?

1. Kondisi kemasan mencurigakan

Seperti yang sudah pernah saya ulas pada artikel-artikel sebelumnya, dalam membeli obat untuk pengobatan secara mandiri (swamedikasi), penting untuk selalu mengecek label / kemasan. Apa saja yang perlu dilihat? Yang paling utama adalah Nomor Izin Edar (NIE) dan tanggal kedaluwarsa.

Perlu diketahui bahwa sebelum obat beredar di pasar, desain dan warna kemasan termasuk seluruh informasi di dalamnya sudah dilaporkan kepada BPOM pada saat pengawasan pre-market (registrasi obat). Nah, label / kemasan bisa menjadi salah satu modus obat palsu. Misalnya NIE, tanggal kedaluwarsa, atau nama produsennya tidak terbaca dengan jelas (buram), atau bahkan banyak typo.

 Selain itu kondisi kemasan yang tidak baik dan warna kemasan berbeda dari biasanya (misal lebih pudar) juga bisa menjadi alasan untuk curiga. Hal ini bisa disebabkan karena produsen obat palsu tidak memiliki format desain asli kemasan dan diproduksi oleh mesin cetak yang kurang memadai.

Modus seperti ini mungkin terjadi pada obat-obat paten atau branded yang harganya cukup mahal. Selain contoh di atas, produsen obat palsu bisa memproduksi obat tanpa memasukkan zat berkhasiat (plasebo) namun menggunakan kemasan yang sama dengan obat asli.

2. Harga yang jauh lebih murah dari biasanya

Berbeda dengan ciri pertama, jika kita menemukan obat yang harganya jauh lebih murah dari biasanya atau bahkan diskon besar-besaran, sudah sepatutnya kita curiga. Kemungkinannya ada dua, produknya sudah mendekati tanggal kedaluwarsa atau memang dicurigai palsu.

Produsen obat palsu seperti ini menyasar konsumen yang ekonominya kurang mampu. Modusnya kurang lebih sama dengan yang di atas. Memproduksi obat tanpa bahan aktif obat atau menggunakan bahan aktif obat dengan kadar rendah, lalu meniru kemasan asli dan menjualnya dengan harga jauh lebih murah dari biasanya.

3. Pemerian produk berbeda dari biasanya

Selain kemasan, kita juga bisa mencurigai obat palsu dari pemeriannya yaitu bentuk & warna (appearance), bau, dan rasa produk. Misal tablet atau kapsulnya lembek dan mudah hancur atau warnanya berbeda dari biasanya. Contoh lain, bau dan rasa pada obat sirop berbeda dari biasanya.

4. Khasiat / efek yang berbeda dari yang seharusnya

Ciri ini mungkin baru bisa dikenali ketika kita sudah terbiasa meminum obat tertentu. Jika kita tidak merasakan pengurangan gejala yang signifikan setelah mengkonsumsi obat (padahal biasanya tidak memerlukan waktu lama untuk merasakan khasiatnya), maka perlu dicurigai bahwa kemungkinan obat tersebut palsu. Hal ini bisa terjadi karena kadar bahan aktif obat yang digunakan rendah (substandar) atau bahkan memang tidak ada zat berkhasiat yang dimasukkan ke dalamnya (plasebo).

Dampak Negatif dan Kerugian Akibat Obat Ilegal/Palsu

Ada banyak kerugian yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan dan peredaran obat palsu/ilegal. Tidak hanya kerugian ekonomi, yang paling fatal adalah kerugian kesehatan pasien.

1. Menurunkan/menghilangkan khasiat obat & pasien tak kunjung sembuh

Penggunaan bahan obat (bahan aktif maupun bahan tambahan) yang substandar atau pencampuran bahan lain yang mirip, akan berpotensi menurunkan khasiat obat dan berujung merugikan kesehatan pasien. Pasien menjadi tak kunjung sembuh dari penyakitnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan malah menimbulkan resistensi atau efek samping tertentu. Dan yang lebih fatal dapat menimbulkan keracunan hingga kematian, apalagi jika menggunakan bahan baku yang mirip namun ternyata technical grade (digunakan untuk industri kimia).

2. Biaya pengobatan jadi lebih tinggi

Ketika pasien tak kunjung sembuh, sudah pasti akan meningkatkan biaya pengobatan yang lebih tinggi. Pasien semakin lama harus meminum obat, padahal tidak semua lapisan masyarakat memiliki dana yang cukup untuk pengobatan ketika makan tiga kali sehari saja sulit. Dan yang paling buruk adalah ketika muncul efek samping yang fatal dan menyebabkan pasien harus dirawat di rumah sakit.

3. Kerugian pasar industri farmasi

Peredaran obat palsu sudah pasti akan merugikan industri farmasi. Produk obat yang paling sering dipalsukan biasanya adalah produk yang paling laku di pasaran dan umumnya menjadi backbone penjualan industri farmasi tersebut. Atau bisa juga produk obat untuk penyakit-penyakit yang mengancam nyawa (life-threatening), seperti antimalaria & antiretroviral (HIV). Atau produk-produk obat paten / branded yang harganya memang mahal.

4. Kepercayaan pada Fasyankes dan Fasyanfar menurun

Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) seperti rumah sakit atau puskesmas, serta Fasilitas Pelayanan Kefarmasian (Fasyanfar) seperti apotek atau toko obat, tentu memiliki prosedur khusus dalam proses pengadaan obat termasuk pemilihan pemasok obat. Jika prosedur tersebut dijalankan dan farmasisnya betul-betul mengawasi, seharusnya kecil kemungkinan masuknya obat palsu. Masuknya obat palsu sangat mungkin terjadi jika pengadaannya berasal dari jalur tidak resmi.

Adanya peredaran obat ilegal/palsu ini tentu saja menurunkan tingkat kepercayaan pasien pada fasyankes maupun fasyanfar. Padahal untuk mengatasi penyakit-penyakit ringan, biasanya pasien melakukan swamedikasi dengan membeli sendiri obat yang mereka butuhkan.

Tips Terhindar dari Obat Ilegal/Palsu

Nah jika kita sudah memahami ciri-ciri obat ilegal/palsu seperti uraian di atas, lalu apa yang bisa kita lakukan untuk terhindar dari risiko obat ilegal/palsu?

1. Usahakan untuk membeli obat (menebus resep maupun swamedikasi) dari sarana yang terjamin.

2. Selalu cek kemasan obat. Minimal kejelasan NIE, dan tanggal kedaluwarsanya. Beberapa industri farmasi juga sering melakukan improvement pada kemasan produknya, sehingga tak jarang bentuk dan desain kemasannya berubah. Jika ragu, jangan sungkan menanyakan hal ini pada farmasisnya ya.

3. Usahakan untuk selalu mengamati pemerian produk sebelum atau saat mengkonsumsi obat (bentuk, warna, bau, dan rasanya). Jika insting Anda ragu, baiknya jangan dikonsumsi. Bila memungkinkan, bandingkan dengan produk yang sama.

4. Jika kita sudah terlanjur minum obat namun merasakan hal yang aneh, seperti tidak ada penurunan gejala penyakit / efek samping samping tertentu yang mengganggu, baiknya jangan diteruskan dan bila perlu minta petunjuk dokter.

Peredaran obat ilegal/palsu memang menjadi tantangan tersendiri bagi dunia, khususnya Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Perlu kerjasama yang solid dan komitmen kuat dari pemerintah, pelaku usaha, dan farmasis dalam melaksanakan peraturan yang ada secara konsisten dan memperbanyak edukasi ke masyarakat untuk mencegah meningkatnya isu ini.

Semoga bermanfaat. Tanya obat, tanya apoteker!

Referensi:

BPOM | OECD - EUIPO | NCBI 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun