Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pro-Kontra Luxury Brand: Gengsi atau Investasi, Jangan Kesampingkan Empati

23 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   19:20 2238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: ft.com

Tahun itu saya duduk di bangku SMA dan dibandingkan dengan teman-teman saya kebanyakan, saya akui kemampuan ekonomi keluarga saya saat itu biasa-biasa saja. Jadi saya pun tidak bisa dengan mudah membeli setiap barang yang saya inginkan seperti yang teman-teman saya lakukan.

Brand Charles & Keith saat itu baru mulai populer. Teman-teman saya mulai banyak yang membeli (atau lebih tepatnya dibelikan orangtuanya) tas tersebut. Kebetulan sekali, lokasi sekolah saya saat itu juga beseberangan dengan sebuah mal dimana gerai CK dibuka.

Jadi kalau saya dan teman-teman menghabiskan waktu sambil menunggu mobil antar-jemput tiba, kami suka makan es krim sambil window shopping ke gerai CK.

Saya ingat betul ada satu tas yang betul-betul saya inginkan dari gerai tersebut. Tapi karena harganya sangat mahal dan tergolong mewah untuk ukuran saya saat itu, mau tak mau saya harus menabung selama beberapa bulan. Demi mencukupkan tabungan, saya bahkan rela mengurangi jatah makan di sekolah. Dan setiap kali ada kesempatan, saya selalu mengecek ke gerai tersebut apakah stok tas yang saya incar masih ada.

Pada akhirnya ketika tabungan sudah mencukupi, saya pun berhasil membeli tas yang saya impikan. Rasanya luar biasa puas. Meski akhirnya tas tersebut rusak karena saking sayangnya, tas tersebut jarang saya pakai dan kondisi penyimpanan yang salah. Hahah! Lucu juga kalau diingat-ingat.

Piramida hierarki brand mewah menurut Edward Rambourg (Sumber: Dok. The Bling Dynasty: Why the Reign of Chinese Luxury Shoppers Has Only Just Begun)
Piramida hierarki brand mewah menurut Edward Rambourg (Sumber: Dok. The Bling Dynasty: Why the Reign of Chinese Luxury Shoppers Has Only Just Begun)

Pyramid of Luxury Brands

Meski level 'luxury' itu subjektif bagi setiap orang, sebetulnya ada tidak sih ukuran mewah atau tidaknya suatu barang? 

Hasil kekepoan saya berselancar di dunia maya, ternyata ada loh hierarki dalam industri fesyen mewah. Erwan Rambourg dalam buku yang ditulisnya berjudul "The Bling Dynasty: Why the Reign of Chinese Luxury Shoppers has Only Just Begun", membuat piramida brand-brand mewah yang ada di dunia.

Jadi selain harga, ketersediaan barang juga menentukan level mewahnya. Semakin langka atau limited edition suatu barang, maka semakin mewahlah dia.

Piramida tersebut membagi hierarki fesyen mewah menjadi 7 kelas. Mulai dari yang terendah sebagai Everyday Luxury, lalu berikutnya Affordable Luxury, Accessible Core, Premium Core, Superpremium, Ultra High End, hingga yang paling mewah adalah Bespoke.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun