Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Bulan Bahasa, Hari Blogger Nasional, dan Ulang Tahun Kompasiana

31 Oktober 2022   07:40 Diperbarui: 31 Oktober 2022   07:42 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi oleh Tought Catalog via unsplash.com

"Pak, revisinya ini saja?" tanya saya saat menerima hasil review naskah skripsi saya dari dosen pembimbing bertahun-tahun yang silam, yang mayoritas isinya adalah koreksi kata-kata yang typo.

Ekspektasi saya, beliau memberikan koreksi yang lebih deep. Misal teknik analisis atau mungkin menambah teori-teori pendukung.

Tapi apa jawaban beliau? "Sudah, betulkan saja dulu. Masih banyak yang typo gitu, gimana mau lanjut ke analisis?"

Deg, ternyata begini rasanya sakit tapi tak berdarah. Hahah!

Ternyata bulan Oktober tidak hanya identik dengan Halloween ya. Dalam dunia tulis menulis, bulan Oktober adalah momen yang spesial karena merupakan Bulan Bahasa dan Sastra. Dan pada tanggal 27 Oktober juga ditetapkan sebagai Hari Blogger Nasional di Indonesia.

Tak hanya itu. Di bulan Oktober pula, Kompasiana juga berulang tahun, yang saat ini berarti genap berusia 14 tahun. Wuih, paket combo lah ya pokoknya.

Walau sudah di penghujung Oktober, saya juga ingin meramaikan bulan Oktober ini dengan menulis tentang Menulis. 

Awal Mula Suka Menulis

Saya ingat betul, awal mula suka dengan kegiatan menulis adalah ketika saya duduk di bangku SMP. Hobi membaca membuat saya berangan-angan untuk punya tulisan hasil karya sendiri.

Akhirnya saya mencoba menulis beberapa cerpen bergenre thriller karena terinspirasi dari novel remaja karya penulis kondang R.L.Stine.

Saat itu yang namanya komputer masih tergolong barang mewah, jadi saya menulis tangan di atas kertas folio bergaris. Kebayang kan, pegalnya tangan setelah menulis berlembar-lembar kertas folio? Bahkan salah satu jari tangan kanan saya sampai kapalan dan membuat tulangnya agak bengkok hingga sekarang. Hahaha!

Walau ada jerih payah yang dikeluarkan, saat itu saya belum berani mempublikasi hasil karya tulis saya. Belum pede lah pokoknya.

Jadi dari sekian banyak cerpen yang saya tulis, hanya 1 cerpen yang berani saya publikasikan di majalah terbitan sekolah. Sisanya ya hanya untuk konsumsi pribadi. Ada kepuasan tersendiri saat berhasil menyelesaikan satu cerita, sambil berangan-angan suatu saat bisa memiliki novel karya sendiri. Tapi sayangnya saat ini entah ada dimana kertas-kertas folio itu.

Boleh dibilang saya bertemu dengan Kompasiana tanpa disengaja saat sedang berselancar di internet di bulan Mei 2012.

Tertarik dengan konsep blogging di Kompasiana yang dulu mengusung tagline "Sharing & Connecting", saya pun akhirnya membuat akun dan langsung mempublikasikan tulisan pertama saya yang terinspirasi dari pengalaman pribadi.

Tak disangka, karya pertama saya yang berjudul "Kembalikan Hak Pejalan Kaki" memperoleh label Artikel Utama (Headline). Tapi saat itu saya belum tahu betapa istimewanya bisa memperoleh label AU. Hehe..

Sempat vakum beberapa tahun di Kompasiana, akhirnya saya mulai kembali mencoba konsisten menulis hingga saat ini.

Menulis sebagai Kegiatan Belajar Sekaligus Self Therapy

Menulis memang masih sekadar hobi dan belum menjadi pekerjaan utama yang memberikan penghasilan yang cukup untuk saya.

Tapi tak apa, karena bagi saya pribadi menulis adalah kegiatan belajar yang berkelanjutan sekaligus sebagai self therapy untuk melepaskan stres.

Gaya tulisan saya dahulu tidaklah seperti sekarang, tapi boleh dibilang sudah mulai ada peningkatan. Menulis di Kompasiana membuat saya bisa mengamati gaya-gaya penulis lainnya dan kemudian saya contoh, hingga akhirnya saya menemukan gaya saya sendiri. Jadi secara tidak langsung, kegiatan menulis menuntut saya untuk belajar terus-menerus.

Kembali belajar PUEBI

Saya setuju saat menulis agar jangan terlalu kaku mengikuti PUEBI. Apalagi semakin kesini, banyak istilah gaul yang lebih populer. Saya tidak ingin orang lain membaca tulisan saya seperti membaca jurnal ilmiah. Tapi saat menulis, sedikit demi sedikit dan mau tak mau saya harus mengecek PUEBI sesekali untuk memperkaya kosakata.

Latihan menyunting

Ada yang bilang, selama proses menulis hindari memperbaiki setiap kata atau kalimat yang salah. Biarkan ide terus mengalir menjadi untaian kalimat. Dan ya saya cukup setuju. Tapi bukan berarti kita tidak perlu mengecek kembali tulisan kita.

Perlu diingat, tujuan kita mempublikasikan tulisan adalah supaya pembaca memahami apa yang ingin kita sampaikan melalui tulisan kita.

Jadi jangan sampai pesan tersebut tidak sampai ke pembaca atau bahkan menimbulkan mispersepsi hanya karena banyak kata-kata yang typo, struktur kalimat yang berantakan, atau pemborosan kata. Contohnya ya seperti di paragraf pembuka tadi. Makanya saya suka geregetan kalau melihat artikel dengan banyak sekali typo.

Menyunting adalah satu tahap yang tidak boleh dilewatkan sebelum mempublikasikan tulisan. Dan saya akui bahwa menyunting juga bukan perkara mudah. Oleh sebab itu mungkin masih ada saja kekurangan yang bisa ditemukan oleh pembaca. Termasuk pada tulisan saya sendiri.

Tapi at least kita sudah meminimalisir kesalahan-kesalahan tersebut. Jadi ya nggak malu-maluin amat kalau sudah sampai ke mata pembaca.

Belajar melihat dari sudut pandang berbeda

Boleh dibilang writer's block adalah salah satu hal yang paling ditakuti oleh para penulis. Kekurangan ide membuat penulis mandek dalam menghasilkan karya-karya baru.

Banyak penulis yang berkata, jangan terlalu memikirkan ide saat hendak menulis. Tuangkan saja semua isi yang ada di dalam kepala. Tapi yah, pada praktiknya tidak semudah makan kacang.

Salah satu hal yang saya coba lakukan supaya tidak kehabisan ide menulis adalah belajar melihat segala sesuatu dari sudut pandang berbeda. Mencoba memposisikan diri sebagai orang lain ketika melihat suatu fenomena yang terjadi. Maka otomatis ide-ide pun mulai bermunculan.

Think before posting

The last but not least, sebelum mengklik tombol 'publish', saya belajar untuk selalu memikirkan risiko yang mungkin akan muncul di kemudian hari.

Saat zaman digital yang serba cepat ini, penyebaran informasi cepatnya bukan main. Setiap orang berlomba ingin menjadi yang ter-update dan terdepan dalam menyebarkan informasi.

Namun tak sedikit dari mereka yang terlalu malas untuk memverifikasi kebenaran informasi (hoax). Kalau sudah begini pastinya akan menarik radar julid para netizen dan dijamin langsung viral!

Nah saya tidak ingin hal itu terjadi pada diri saya. Apalagi kalau saya menulis artikel seputar kesehatan dan obat-obatan. Ada semacam beban moral bagi saya pribadi. Jangan sampai tulisan saya mengandung informasi yang tidak benar. Oleh sebab itu saat menulis artikel pun (terutama terkait bidang profesi saya), sebisa mungkin saya mencari referensi terlebih dahulu.

Oke intinya kali ini saya mau curhat saja sih. Terima kasih sudah membaca sampai akhir dan semoga kita semua selalu semangat belajar untuk menulis dan menyajikan konten yang berkualitas.

Better late than never, saya juga ingin mengucapkan selamat Hari Blogger Nasional dan selamat ulang tahun Kompasiana yang ke-14.

Cherio!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun