Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Fenomena Quiet Quitting, Yay or Nay?

5 September 2022   07:00 Diperbarui: 5 September 2022   10:37 2525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang menarik ketika belakangan ini saya melihat media sosial saya. Oh, tak hanya media sosial. Beberapa platform berita online juga sudah mengangkat topik ini beberapa kali. 

Pembaca sekalian sudah mendengar istilah Quiet Quitting? Jujur, saya sendiri baru kali ini mendengarnya. 

Setelah saya coba pahami, menurut saya pribadi isu ini cukup menarik karena menyoroti tren budaya bekerja di kalangan kaum muda saat ini. 

Melihat situasi perekonomian yang serba tidak pasti seperti saat ini, bukan tidak mungkin fenomena ini akan merebak lebih luas. 

Saya mencoba menggali lebih banyak informasi dari beberapa sumber dan menghubungkannya dengan beberapa pengalaman pribadi. Jadi apa sebenarnya Quiet Quitting itu?

What is Quiet Quitting?

Secara harfiah, Quiet Quitting berarti 'berhenti diam-diam'. Istilah ini mengacu pada sebuah tren dalam konteks pekerjaan dan saat ini melanda para kaum muda yang bekerja di dunia korporasi. 

Jadi jika disesuaikan konteksnya, Quiet Quitting berarti bekerja seperlunya sesuai jobdesc yang diminta oleh atasan atau perusahaan, tidak lebih. Istilah sederhananya, "Do your job, take your pay, and go home" (lakukan pekerjaanmu; ambil gajimu dan pulang).

Well, menurut saya sebetulnya fenomena ini bukan merupakan sesuatu hal yang baru-baru amat. Tanpa disadari, sebagian dari kita bahkan mungkin pernah melakukannya. 

Untuk menarik lebih banyak perhatian, fenomena ini di-branding dengan istilah yang lebih kekinian sehingga terdengar lebih menarik dan inspiratif di kalangan generasi milenial dan generasi Z yang saat ini mendominasi usia produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun