Bahkan di beberapa sektor perusahaan, ada saja periode-periode tertentu yang membuat karyawannya harus bekerja lembur karena workload dan pressure yang tinggi.Â
Nah para Quiet Quitters ini tentu tidak mau repot-repot mengorbankan waktu pribadinya demi pekerjaan. Boro-boro lembur sampai malam apalagi sampai berhari-hari, pulang lewat dari jam kerja saja merasa berat hati.
4. Berkurangnya inisiatif dalam bekerja
Salah satu faktor yang dapat membuat seseorang dipromosikan dalam pekerjaannya adalah kesadaran diri untuk berinisiatif. Memberikan sumbangsih berupa pemikiran atau inovasi yang bermanfaat. Baik untuk dirinya sendiri, maupun departemen/divisi untuk mendukung kemajuan perusahaan.Â
Nah, para Quiet Quitters ini juga tidak mau repot-repot berinisiatif untuk melakukan hal itu. Pokoknya lakukan pekerjaan sesuai jobdesc yang telah disepakati di awal, tidak lebih. Minimum target.
Faktor yang Mempengaruhi Quiet Quitting
Nah, sebetulnya kenapa dan bagaimana tren ini bisa muncul? Faktor apa saja yang mempengaruhi para pekerja melakukan Quiet Quitting? Kebetulan sekali, saya sudah melihat fenomena ini dengan mata kepala saya sendiri.Â
Jadi menurut saya Quiet Quitting sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari beberapa hal berikut ini:
1. Perlawanan dari tren hustle culture
Hustle culture yang merupakan suatu budaya bekerja berlebihan, di mana untuk mencapai tujuan tertentu seseorang rela bekerja sepanjang waktu.Â
Mendedikasikan hidupnya untuk bekerja, menempatkan pekerjaan di atas segalanya, hingga tanpa disadari kebiasaan itu justru merusak kesehatan fisik dan mental orang yang menjalaninya.