Pertanyaan kedua, mengapa wanita-wanita ini bersedia untuk menikah dengan pria yang tak dikenal dan rela dibawa pergi jauh ke luar negeri?
Ada beberapa faktor yang mendorong para wanita-wanita ini 'terjerumus' dalam praktik Pengantin Pesanan, yaitu:
1. Kemiskinan
Para wanita yang bersedia menjadi pengantin pesanan umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Keinginan untuk lepas dari kemiskinan, membantu dan berbakti pada orangtua, serta memperbaiki perekonomian untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak menjadi alasan utama mereka.
2. Tingkat Pendidikan Rendah
Budaya patriarki tak jarang membawa wanita pada posisi yang dinomorduakan, termasuk dalam hal pendidikan. Padahal pendidikan yang memadai merupakan bekal yang diperlukan seseorang untuk memperbaiki kehidupannya.
Mereka yang bersedia menjadi pengantin pesanan ini juga umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Menikah dengan pria Taiwan adalah salah satu cara instan untuk memperbaiki taraf hidup. Harapannya mereka bisa mengirimkan uang dari Taiwan untuk keluarga mereka di Indonesia.
Namun bagi mereka yang kurang beruntung, dampak dari rendahnya pendidikan adalah mereka buta hukum dan tidak memahami persoalan terkait migrasi termasuk hak-hak mereka saat sudah di negeri orang. Hal ini menjadi kesempatan bagi makelar maupun pria Taiwan yang tidak bertanggung jawab untuk menipu dan mengeksploitasi mereka.
3. Kesamaan Budaya
Selain asumsi bahwa menikah dengan orang Taiwan akan membuat mereka lebih mudah untuk beradaptasi, sebagian warga etnis Tionghoa mempercayai bahwa menikah dengan seseorang yang berasal dari tanah leluhur mampu membawa kebaikan dalam hidup mereka.
4. Kebanggan Tersendiri