Molnupiravir merupakan obat (antivirus) yang awalnya dikembangkan oleh Emory Institute of Drug Development yang kemudian diakuisisi oleh salah satu perusahaan besar farmasi AS.
Seperti Favipiravir, Molnupiravir merupakan pro-drug yang harus berubah menjadi bentuk senyawa aktif lebih dulu untuk dapat memberikan efek terapeutik. Molnupiravir bekerja dengan memasuki viral genome (materi genetik) virus dan menyebabkan akumulasi mutasi genetik dan mengacaukan replikasi virus.
Berdasarkan hasil Uji Klinik Fase I, Molnupiravir dapat ditoleransi dengan baik oleh subjek tanpa menimbulkan efek samping yang serius. Sementara itu hasil Uji Klinik Fase II, Molnupiravir memiliki efikasi tinggi dalam menurunkan viral load SARS-CoV-2 pada nasofaring (saluran pernafasan atas) dengan profil keamanan yang menguntungkan.
Saat ini Molnupiravir sudah memasuki tahap Uji Klinis Fase 3 dengan  lingkup yang lebih luas baik dalam hal jumlah subjek penelitian dan area studi yang terdiri dari berbagai negara.Â
Dan berdasarkan hasil pendahuluan (pada 29 hari pengamatan terhadap 2 kelompok subjek yang diberikan Molnupiravir dan plasebo) menunjukkan bahwa Molnupiravir dapat menekan risiko rawat inap atau kematian pada pasien dewasa dengan derajat Covid-19 ringan hingga sedang yang tidak dirawat di rumah sakit, hingga 50%.
Jika dilihat dari hasil studi Uji Klinis, nampaknya Molnupiravir memang cukup menjanjikan. Apalagi obat ini memiliki kemampuan untuk bekerja secara langsung pada materi genetik virus. Baru-baru ini otoritas pengawasan obat Inggris (Medicine and Healthcare product Regulatory Agency / MHRA)t elah menerbitkan Conditional Marketing Authorization (CMA) atas Molnupiravir, untuk dapat digunakan oleh publik.
Bagaimana dengan Indonesia? Kita tunggu kabarnya saja ya?
Referensi:
PIONAS | MHRA | Science Direct | MDPI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H