Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Manat Unang Tartuktuk, Dadap Unang Tarrobung", Pepatah Batak yang Mengingatkan Kita untuk Berhati-hati

14 Juni 2021   07:00 Diperbarui: 15 Juni 2021   20:15 5085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Jason Dent via unsplash.com

"Makanya, kalau ngomong dipikir dulu. Giliran sekarang ada yang tersinggung, baru deh minta maaf. Ya orang bisa saja memaafkan, tapi belum tentu mereka melupakan rasa sakit hati karena apa yang kamu katakan."

Komentar di atas merupakan salah satu contoh respon yang biasanya sering diungkapkan ketika seseorang suka asal bicara dan menimbulkan reaksi penolakan (bahkan chaos) dari orang lain yang mendengar. 

Pernah berada dalam posisi seperti itu? Saya pernah, meskipun tidak sering. Sebagai manusia, saya pernah beberapa kali tidak berhati-hati sehingga menimbulkan kerugian bagi saya sendiri. Entah itu dalam perkataan maupun tindakan.

Nah ngomong-ngomong soal peribahasa, nyatanya pepatah tidak hanya diungkapkan dalam bahasa Indonesia dengan indah seperti yang sudah kita pelajari dalam pelajaran Bahasa Indonesia saat di bangku sekolah.

Tentunya kita sadar bahwa Indonesia merupakan rumah dari sekian banyak suku dengan beragam bahasa daerah. Dan secara tidak langsung Indonesia juga memiliki beragam pepatah dengan bahasa daerah yang indah dengan makna yang mendalam.

Sebagai boru Batak, saya lumayan sering mendengar beberapa umpasa (pepatah) Batak dari orang-orang tua. Yah, meskipun tidak semua saya hafal dan paham artinya, tapi ada satu umpasa Batak yang saya sukai berkaitan dengan kehati-hatian ini.

"Manat unang tartuktuk, dadap unang tarrobung."

Terjemahan bebasnya kurang lebih adalah "Berhati-hati agar tidak tersandung, pelan-pelan agar tidak terperosok."

Kalau saya renungi, ada beberapa pesan moral yang bisa saya ambil dari umpasa tersebut dan bagikan di sini:

1. Hati-hati dalam Berpikir

Mungkin pembaca lebih sering mendengar orang berkata, "Pikir dulu sebelum bicara," atau "Pikir dulu sebelum bertindak." Intinya berpikir adalah hal yang harus dilakukan lebih dulu sebelum yang lainnya, sebagai suatu perwujudan kehati-hatian.

Tapi setelah saya pikir-pikir, kehati-hatian yang utama adalah hati-hati dalam berpikir. Maksudnya gimana ini?

Thanks to God, karena Dia telah menciptakan kita begitu sempurna dengan miliaran neuron (sel saraf) untuk mendukung kehidupan kita. Jaringan saraf di dalam tubuh kita ini ruwetnya minta ampun, termasuk jaringan saraf di otak yang bisa membuat kita berpikir. Entah itu berpikir secara sistematis atau ikutan ribet kayak jaringan saraf tadi.

Pernah dengar orang bilang seperti ini gak? "Duh, kenapa sih lo mikirnya ribet banget? Gak bisa dibikin simple aja apa?" atau "Mikir tuh jangan negatif melulu, pantesan aja lo gak pernah bisa happy."

Nah, dalam berpikir kita juga harus hati-hati. Pada dasarnya pikiran adalah pusat kendali tubuh kita. Kita bisa saja berpikir kritis, berlogika, dan lain sebagainya. Tapi tentu semua ada kadarnya. Jangan sampai kita membiarkan pemikiran sendiri berkelana ke mana-mana untuk sesuatu yang tidak penting atau negatif.

2. Hati-hati dalam Mendengar dan Melihat

Hati-hati yang saya maksud di sini lebih ke bagaimana kita menyaring informasi yang kita dengar atau kita baca. Zaman serba digital dan serba online seperti sekarang ini, ada plusnya ada juga negatifnya.

Di satu sisi sekarang kita bisa dengan mudah memiliki akses (ibaratnya hanya bermodal jempol) dalam memperoleh informasi apapun yang diinginkan. Tapi di sisi lain, orang jadi terlalu malas dalam memverifikasi kebenaran informasi yang diterima. 

Maunya jadi yang paling up to date supaya dianggap keren. Begitu dapat informasi, langsung forward sana-sini. Begitu dengar informasi, langsung cerita sana-sini. Terus kalau ternyata informasinya tidak valid bagaimana? Ya tinggal bilang, "Maaf, soalnya dari grup sebelah." Ckckck...

Akan semakin runyam kalau orang yang mendengar atau membaca informasi yang diragukan kebenarannya, justru menelan bulat-bulat. Sudah pasti akan merugikan mereka bukan?

Menyaring hal-hal yang ingin kita dengar atau tidak juga merupakan suatu bentuk kehati-hatian. Karena hak kebebasan berpendapat di Indonesia dijamin dalam Undang-Undang Dasar, siapapun berhak mengutarakan pendapat.

Tapi terkadang orang-orang di sekitar kita (atau mungkin yang terdekat dengan kita) suka mengomentari hal-hal yang tidak perlu. Pada saat itulah kita perlu menyaring mana yang kira-kira bisa kita ikuti, mana yang tidak. Mengikuti dan mendengarkan semua yang dikatakan orang, hanya membuat kita pusing dan tidak bisa menjadi diri sendiri.

3. Hati-hati dalam Berbicara

Sejalan dengan paragraf pembuka di atas, penting sekali bagi kita untuk berhati-hati dalam berbicara. Mulutmu harimaumu.

Kata-kata yang munurut kita biasa saja, belum tentu bisa diterima orang lain. Kata-kata yang kita anggap sebagai bentuk kritik, bisa dianggap orang lain sebagai penghinaan. 

Dan dalam konteks tertentu, berbicara tanpa dasar atau data hanyalah omong kosong. Bicara tanpa pemahaman akan suatu akar masalah, tidak akan menghasilkan solusi. Oleh sebab itulah mengapa alangkah baiknya kita harus berpikir dulu sebelum berbicara.

Lah, kalau mikir melulu keburu disikat orang dong. Yang penting teriak dulu supaya orang memperhatikan kita. Kalau salah ya tinggal minta maaf.

Memang terdengar gampang dan untuk dalam kondisi tertentu mungkin ada benarnya juga. Tapi kalau kita membudayakan cara seperti itu, tidak akan ada respect dan rasa percaya dari orang lain untuk kita.

4. Hati-hati dalam Bertindak dan Melangkah

Kurang lebih sama dengan poin ketiga tadi. Sebelum melakukan suatu tindakan kita harus memikirkan konsekuensi yang mungkin akan timbul. Bila perlu menilai plus-minusnya dan jangan tergesa-gesa. 

Suatu tindakan yang benar saja belum tentu baik hasilnya. Apalagi kalau kita asal bertindak. Maka ada benarnya nasihat supaya kita jangan memutuskan suatu hal yang besar dalam keadaan emosi (marah, sedih, atau senang).

Berhati-hati sebelum bertindak, berarti kita sudah mengukur keberhasilan atau kegagalan yang akan dihadapi, sehingga kita bisa melakukan persiapan-persiapan yang dibutuhkan supaya tidak terperosok.

---

Tulisan ini hanya sekadar sharing dan sebagai pengingat untuk saya dan pembaca sekalian. Berhati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam segala hal mungkin terkesan lambat dan merepotkan, tapi percayalah tidak ada ruginya untuk kita dan pastinya akan membuat kita lebih bijak.

Nah kalau kalian gimana, apakah ada pepatah dari daerah asal kalian yang paling disukai atau berkesan? Cerita di kolom komentar yah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun