Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nggak Enaknya Jadi Orang yang "Nggak Enakan"

24 Februari 2021   07:00 Diperbarui: 24 Februari 2021   07:06 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mau jujur dikira gak berempati, tapi kalau diam malah jadi kesal sendiri. Mau nagih dikira gak percaya, tapi kalau gak ditagih pas banget lagi perlu. Mau nolak dikira gak sopan, tapi kalau nerima malah menyusahkan diri sendiri. Mau bilang gak setuju dikira gak mendukung, tapi kalau setuju cuma bikin capek diri sendiri. Mau negur dikira kurang ajar, tapi kalau gak negur kebiasaan yang jelek makin menjadi.

Pernah mengalami dilema seperti di atas? Saya sering. Tapi itu dulu sih. Saat saya suka merasa nggak enakan ke orang lain. Intinya budaya khas orang Indonesia yang suka 'nggak enakan' ini lebih sering merugikan daripada menguntungkan diri sendiri.

Maksud hati mungkin ingin menyenangkan orang lain, tapi ternyata kenyamanan sendiri harus dikorbankan. Selain itu biasanya orang yang suka 'nggak enakan' ini terlalu sering khawatir terhadap kesan orang lain, padahal belum tentu kekhawatirannya benar. Khawatir dianggap tidak mau membantu, khawatir mengecewakan orang lain, khawatir memperoleh kesan buruk, dan lainnya. Tapi herannya, orang yang suka 'nggak enakan' ini, justru paling tega sama diri sendiri. 

Ya gak salah sih ingin membuat orang lain senang. Istilah kerennya, 'People-Pleaser'. Tapi apa mungkin kita bisa membuat SEMUA orang senang? Kasarnya, kalau semua orang tidak bisa membuat kita sendiri senang, tentu kita juga tidak harus membuat semua orang senang bukan?

Perasaan suka 'nggak enakan' ini agaknya sudah membudaya di masyarakat kita. Demi memperoleh kesan baik dari orang lain, kita rela mengesampingkan keinginan pribadi kita, prinsip kita, kenyamanan dan kesenangan kita.

Kalau dipikir-pikir, bisa jadi ada beberapa faktor pendukung yang memunculkan perasaan 'nggak enakan', seperti di bawah ini.

Ada relasi tertentu

"Gue nggak enak nagihnya, soalnya dia kan teman gue dan lumayan dekat juga. Tapi kalo gak ditagih, kayak gak merasa punya utang. Padahal gue perlu dana tambahan buat bayar kost".

Seseorang bisa merasa 'nggak enakan' karena ia memiliki relasi tertentu pada orang lain. Misal keluarga, teman, rekan kerja, rekan komunitas, dan lain sebagainya. Yah, demi menjaga hubungan yang baik. Kira-kira begitu alasannya.

Ada utang budi

"Duh gimana ya, sebenernya gue mau nolak permintaan dia. Tapi dia udah sering bantuin gue minjemin uang kalau orangtua gue telat ngirim uang bulanan. Kan gue jadi nggak enak".

Seseorang bisa merasa 'nggak enakan' karena ia punya utang budi tertentu pada orang lain. Ia merasa harus balas budi dan mengorbankan keinginan dirinya yang sebenarnya.

Kepribadian seseorang

"Yah gimana ya, gue males ribut-ribut. Jadi gue terima aja ajakannya. Padahal gue lagi capek banget karena seminggu ini lembur terus".

Mungkin tidak bisa digeneralisir juga, tapi sebagian orang terutama yang memiliki tipe kepribadian plegmatis dan/atau melankolis lebih sering merasa 'nggak enakan'.

Dan kalau saya pikir-pikir lagi, sebenarnya membiasakan budaya 'nggak enakan' ini bisa merugikan diri sendiri. Apa saja itu?

Bisa dimanfaatkan orang lain

Orang yang suka merasa 'nggak enakan', cenderung menerima dan meng-iyakan apa yang dikatakan dan diminta orang lain, alias gak bisa nolak. Tanpa sadar, hal ini bisa membuat dirinya dimanfaatkan orang lain untuk kepentingan tertentu yang bisa jadi akan merugikan dirinya.

Sulit bersikap Asertif

Asertif kira-kira berarti kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berkomunikasi dengan cara yang tegas, namun tetap menghormati orang lain. Selain itu, orang yang asertif juga sadar dengan konsekuensi dari perasaan, pemikiran, dan penolakan yang disampaikan, sehingga mereka tahu apa dan mana saja yang bisa diterima atau ditolak.

Orang yang suka merasa 'nggak enakan' cenderung mengikuti pendapat orang lain dan kesulitan untuk straight to the point, sehingga susah menjadi dirinya sendiri. Tidak berani mengungkapkan isi pikiran dan hatinya dengan tegas karena terlalu khawatir seperti yang sudah saya singgung di atas.

Kenyamanan & kebahagiaan sendiri jadi terabaikan

Minta tolong takut merepotkan, tapi kalau dimintai tolong nggak enak menolak. Kira-kira seperti itulah dilema seseorang yang suka merasa 'nggak enakan'. Mereka lebih sungkan untuk minta tolong pada orang lain.

Akibat terlalu sering melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak sesuai dengan kata hati dan keinginan karena merasa tidak enak pada orang lain, kenyamanan dan kebahagiaan sendiri sering kali terabaikan. Ujung-ujungnya jadi merasa capek hati, memyesal, dan pastinya mengeluh. Masih untung kalau ada orang yang mau mendengarkan keluhan kita. Tapi kalau terus-terusan, mereka juga pasti lama-lama akan merasa bosan kan?

Terus gimana dong supaya kita bisa menghilangkan perasaan nggak enakan itu?

Yah, sejujurnya untuk hal-hal tertentu saya juga masih suka merasa nggak enakan. Tapi pelan-pelan saya coba berusaha untuk memilah mana hal-hal yang masih bisa saya terima, mana yang harus saya tolak. Tanyakan pada diri sendiri, apakah akan menimbulkan kerugian terhadap kita secara signifikan atau tidak, apakah sesuai dengan keinginan hati nurani atau tidak, apakah ada perbedaan signifikan jika kita melakukannya atau tidak.

Selain itu, kita juga perlu berlatih untuk berani mengatakan 'tidak' pada sesuatu yang memang tidak sesuai dengan pemikiran dan keinginan kita. Tapi tentunya dengan komunikasi yang baik ya.

Intinya, harus diingat bahwa kita juga punya hak untuk membuat diri kita nyaman dan senang atas pilihan-pilihan kita. Tentu tidak ada gunanya juga jadi orang baik kalau setiap saat kita menyesal dan mengeluh karena kita sendiri yang tidak tegas. Ya kan?

Cherio!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun