Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama FEATURED

Jangan Berolahraga karena Tren Semata

28 Juni 2020   16:32 Diperbarui: 8 April 2021   09:40 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi selama jalan pagi tadi, ketika melihat begitu banyak pendatang baru di dunia persepedaan, alias pesepeda dadakan, saya jadi teringat beberapa jenis olahraga yang dulu sempat tren. Mulai dari lari. yoga dan pilates, hingga aerobik macam zumba.

Saat Olahraga Dipandang sebagai Tren

Dulu, waktu aktivitas lari jadi tren, orang berbondong-bondong beli sepatu lari. Mulai dari yang tidak bermerek sampai yang branded dengan harga jutaan rupiah. Mereka bahkan mulai banyak yang latihan treadmill atau bahkan ikut ajang lari maraton. Namun nyatanya setelah beberapa bulan, sepatu lari pun tak pernah lagi keluar dari rak sepatu.

Lalu ketika olahraga yoga dan pilates naik daun, orang berbondong-bondong membeli matras warna-warni dan ikut kelas yoga atau pilates di pusat kebugaran (gym). Mereka bahkan rela membayar biaya kelas dan keanggotaan (member) yang lumayan mahal untuk beberapa kali pertemuan dalam seminggu, hingga sewa instruktur pribadi.

Namun setelah beberapa bulan, mereka mulai mencari-cari alasan untuk tidak mengikuti kelas dan lebih memilih nongkrong di mal dengan teman-teman. Terbuanglah dengan sia-sia uang yang sudah dibayar di muka.

Kemudian ketika olahraga aerobik seperti zumba juga naik daun, orang-orang mulai ramai beli kostum senam. Beberapa orang yang memiliki minat yang sama, bahkan rela patungan dan merogoh kocek lebih dalam untuk memanggil instruktur zumba. Fenomena ini biasanya terjadi di kompleks perumahan maupun kantor. Namun setelah beberapa lama, pesertanya satu per satu menghilang.

Sekarang, bersepeda kembali menjadi tren. Sebenarnya agak miris juga sih karena kesadaran bersepeda orang-orang justru dipicu dengan adanya pandemi Covid-19, bukannya murni dari keinginan diri sendiri untuk menjalani gaya hidup sehat dan mengurangi polusi udara.

Jangan Cuma Sekadar Ikut-ikutan

Meski demikian, saya tetap mengapresiasi keinginan tersebut. Tapi kalau bisa, semoga para pesepeda tersebut tidak cuma ikut-ikutan alias latah dengan tren yang ada. Jangan menjadi orang yang FOMO (Fear of Missing Out) yakni takut ketinggalan tren yang sedang berlangsung.

Saran saya sih, baiknya kalau olahraga dilakukan dengan sungguh-sungguh dan usahakan untuk konsisten (dalam hal frekuensi). Jadi jangan cuma ikut-ikutan tren dan latah scrolling online shop untuk membeli perlengkapan olahraga kekinian atau daftar member sana-sini, tapi ujung-ujungnya tidak dipakai ketika sudah tidak lagi jadi tren. Dan kalau olahraga, jangan kebanyakan selfie atau candid-nya. Apalah arti sebuah pencitraan.

Jujur saya sendiri lumayan kesulitan mendisiplinkan diri untuk olahraga teratur. Apalagi godaan untuk bangun siang saat akhir minggu suka lebih besar, karena setiap harinya saya harus berangkat subuh untuk ke kantor dan baru sampai di rumah saat hari sudah gelap. Sementara itu saya lebih suka berolahraga saat pagi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun