"Gak salah nih mau beli sepeda? Di mana-mana orang sekarang kalau mau beli kendaraan ya mobil atau motor. Lha ini sepeda?" canda Bapak waktu kami, dua anak perempuannya yang sudah bekerja dan punya penghasilan sendiri, asik diskusi tentang sepeda seperti apa yang ingin dibeli.
Lain waktu, salah seorang teman saya menunjukkan ekspresi luar biasa kaget ketika saya memberitahunya kalau saya, yang usianya sudah mau menginjak kepala tiga, tidak bisa naik motor.
"Gile, beneran lo gak bisa naik motor? Anak SD sekarang aja sering gue liat wara-wiri naik motor bonceng tiga!". Sedihnya saya dibandingkan dengan anak SD.
Well, memang sekarang ini kendaraan roda dua yang kalau di Sumatera Utara sana dinamakan 'kereta', sudah menjadi kendaraan sejuta umat. Mau yang muda sampai yang tua, yang ekonominya pas-pasan sampai yang berlebihan, laki-laki atau perempuan, boleh dibilang menggunakan motor sebagai transportasi sehari-hari yang akan membawa mereka kemanapun yang diinginkan. Entah itu motor matic atau kopling.
Selain karena praktis, cepat, hemat dan anti macet karena bisa selip sana selip sini, kendaraan ini tersedia dalam berbagai range harga yang terjangkau. Belum lagi persyaratan kreditnya yang gampang.
Coba tanya anak SMP atau SMA sekarang, kalau mereka ulang tahun hadiah apa yang mereka inginkan? Motor pasti ada! Selain itu para pekerja juga selalu mengandalkan motor sebagai transportasinya. Ya kurang lebih karena alasan-alasan tadi.
Alasan Saya Tidak Bisa Naik Motor
Jadi kenapa saya sampai sekarang tidak bisa naik motor? Yah, saya bukannya anti naik motor tapi sepanjang saya masih punya opsi lain, saya lebih baik tidak mengendarai motor.
Beberapa motor terasa berat
Menurut saya, motor itu lumayan berat. Ada kok yang enteng! Ya saya tahu, tapi tak lebih enteng dari sepeda kan? Hihihi.. Saya lebih memilih untuk tidak mengambil risiko jatuh dan tertimpa motor yang berat. Apalagi mengorbankan kulit kaki saya melepuh karena knalpot panas.
Dulu saya pernah belajar, namun karena terperosok akibat bingung membedakan antara gas dan rem, akhirnya saya terperosok dan tertimpa motor yang berat. Oke, done.
Kondisi jalan raya saat ini bagai film horor
Jujur saja, ini salah satu alasan paling utama mengapa saya tidak terlalu berminat belajar mengendarai motor. Kondisi jalanan sekarang menurut saya gak kalah dengan film horor.
Ya, banyak jumpscare-nya! Jalanan yang luar biasa padat dengan motor yang berseliweran dan semuanya seakan mau jadi yang 'selangkah lebih maju'. Coba perhatikan para pengendara motor di persimpangan lampu merah (khususnya Jakarta). Sudah ada garis putih sebelum zebra cross, tetap saja maju-maju.
Suka panik kalau tiba-tiba eror di tengah jalan
Sebetulnya saya bukan orang yang mudah panik. Tapi kalau berhubungan dengan kendaraan yang tiba-tiba mogok di tengah jalan, mungkin berbeda. Apalagi kalau kendaraan di belakang mulai membunyikan klakson khas tidak sabaran. Ih, sebel rasanya!
Saya bukan kucing
Jelas saya manusia memang, bukan kucing. Tapi katanya, kucing itu punya sembilan nyawa. Entah benar entah tidak.
Jujur kadang saya salut dengan mereka yang berani naik motor dengan kecepatan cukup tinggi (apalagi kebut-kebutan), menyalip kendaraan di depan atau sampai ngepot-ngepot. Kalau lihat orang yang hampir tertabrak/menabrak saja saya suka dag dig dug. Tidak terbayang kalau saya sendiri yang mengalaminya.
Bukan apa-apa, sudah beberapa kali saya melihat korban kecelakaan motor saat saya lewat di tengah jalan. Baik yang berdarah-darah maupun yang tewas seketika.
Bayangan saya menjadi korban yang kurang beruntung itu, membuat saya lebih baik tidak mengambil risiko. Terserah orang mau bilang apa. Sekali lagi, saya cuma punya satu nyawa, bukan sembilan.
Mendukung usaha pemerintah mengurangi kemacetan dan polusi
Alasan yang satu ini diplomatis sih, tapi ada benarnya juga. Berhubung jumlah motor di Indonesia, terutama di kota besar macam Jabodetabek, saat ini sudah luar biasa banyak seperti Laron. Tahu Laron kan? Serombongan serangga yang biasanya tiba-tiba muncul di sore hari. Tak heran kemacetan tak juga hilang dan polusi udara tidak menunjukkan penurunan.
Dan ibarat orangtua yang sudah berbusa mulutnya karena capek menasihati anaknya, pemerintah juga masih terus mengajak masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum. Tapi lagi-lagi jumlah armada yang tidak memadai dan kenyamanan yang kurang, menjadi alasan angkutan umum tidak terlalu diminati.
Tenang saja Bapak/Ibu pejabat, saya termasuk orang yang masih berkomitmen untuk menggunakan tranpostasi publik dalam keseharian saya. Selain lebih cepat dan murah, kaki-tangan-pinggang tidak pegal, saya juga tidak perlu pusing memikirkan rute atau adu cepat dengan kendaraan lain. Tinggal duduk atau bersandar di gerbong kereta, tidur, sampai deh.
Mengapa Saya Pilih Sepeda?
Nah, sekarang ada apa dengan sepeda hingga saya dan adik saya lebih memilih beli sepeda daripada motor (kalau ada duit)? Memang sih, dalam hal jarak jauh, tentunya motor lebih masuk akal. Kan gak mungkin juga saya menempuh Bogor (rumah)-Jakarta (kantor) PP naik sepeda. Tapi ada alasan lain dibalik saya lebih memilih sepeda.
Mengendalikan berat badan
Naik sepeda sebenarnya sama dengan olah raga. Selain bisa sampai di tempat tujuan, kita juga bisa sekalian olahraga dan membakar kalori. Dengan demikian berat badan bisa ikut dikendalikan.
Melatih kekuatan, keseimbangan & koordinasi otot tubuh
Pertama kali saya belajar naik sepeda roda dua waktu kelas tiga SD namun terasa susah karena saya harus menjaga keseimbangan. Begitu bisa, senangnya bukan main. Dengan bersepeda, kita bisa melatih kekuatan kaki (terutama betis), keseimbangan dan melatih koordinasi otot tubuh. Apalagi kalau medannya menanjak, berbatu dan berbelok-belok.
Maka tak heran suka ada candaan, kalau naik sepeda menempuh jarak yang jauh, bisa bisa betis kita berkonde!
Mengurangi risiko penyakit kardiovaskular
Pernah lihat orang yang mengikuti Medical Check Up untuk mengecek kesehatan jantung? Atau mereka yang melakukan terapi pemulihan setelah operasi jantung?
Beberapa ada yang disuruh berlari, ada juga yang menggunakan sepeda statis. Hal ini karena bersepeda merupakan salah satu aktivitas aerobik selain jalan kaki/jalan cepat, jogging, berenang dan lainnya yang bermanfaan untuk meningkatkan kekuatan otot jantung dan memperlancar peredaran darah. Dengan demikian kita bisa terhindar dari penyakit-penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah).
Mengurangi Stres
Kegiatan bersepeda dianggap sebagai kegiatan yang bisa mengurangi stres. Hal ini karena saat naik sepeda kita mengeluarkan hormon dopamin sebagai pengendali emosi, sehingga jika dikeluarkan oleh tubuh dalam jumlah yang tepat akan membuat seseorang merasa lebih bahagia. Apalagi kalau bersepeda dengan orang-orang terkasih sambil disuguhkan pemandangan yang indah dan udara sejuk. Yuhuuuu!
Ramah lingkungan
Ini sih sudah pasti lah ya. Karena tidak ada bahan bakar minyak yang digunakan, sudah pasti kegiatan bersepeda ramah lingkungan dan tidak menimbulkan polusi udara.
Selain polusi udara, tentunya polusi suara juga berkurang karena tidak ada klakson yang berisik nan panjang dan memekakkan telinga macam 'Om telolet om' itu. Paling-paling hanya suara bel sepeda yang imut-imut. Kring kring kring, ada speda!
Ikut event balap sepeda internasional
Pernah dengar dong event di dunia persepedaan kelas internasional macam Tour de France, Tour de Singkarak dan lainnya?
Kalau kebetulan punya niat untuk mengikuti perhelatan balap sepeda macam ini, pastinya selain sehat juga senang dan berkesan karena bisa melihat pemandangan indah di sepanjang perjalanan yang dilewati.
Oh ya, ngomong-ngomong tanggal 3 Juni bertepatan dengan World Bicycle Day (Hari Sepeda Sedunia) lho. Tentunya hari ini ditetapkan oleh PBB untuk menyemangati semua orang untuk berolahraga dalam rangka upaya meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta mengurangi emisi, meningkatkan kualitas udara dan keamanan di jalan.
Jadi buat pembaca sekalian yang kebetulan sepedanya sudah lama nganggur di gudang, coba mulai dikeluarkan, dibersihkan, dan dipompa ban-nya. Tidak perlu jauh-jauh diajak ke Danau Singkarak apalagi Prancis sana. Keliling kompleks rumah juga sudah oke. Jangan mau kalah sama Abang Siomay.
Dan bagi kalian yang lagi menimbang-nimbang beli sepeda atau motor, udah beli sepeda saja. Tidak perlu bayar pajak tahunan kok. Jangan lupa pilih jenis sepeda yang nyaman. Tinggi sesuai dengan panjangkaki, bantalan duduk yang nyaman, bila perlu yang menggunakan gear untuk bisa mengatur kecepatan. Tentunya dilengkapi perlengkapan pengaman lainnya ya.
Selamat bersepeda! Kring..kring..kring..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H