Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Hal-hal yang Tidak Harus Kamu Lakukan Saat Traveling

2 September 2019   08:37 Diperbarui: 2 September 2019   10:09 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Eh menurut lo gimana? Pas cuti ini kan gue ceritanya mau ke negara A. Tapi temen-temen gue yang lain bilang, kalo ke A aja sayang. Sekalian aja mampir ke negara B soalnya tetanggaan", tanya seorang teman saya saat kami makan siang bersama.

"Yaudah, kalo tertarik ke negara B ya mampir aja", jawab saya sekenanya.

"Tapi kalo gue ke negara B, cuti gue gak cukup kalo bela-belain transport lebih murah. Bisa aja sih, tapi gue harus pakai direct flight dan tiketnya lumayan mahal supaya nantinya gue keburu ke negara B. Apalagi di negara A banyak juga yang mau gue kunjungin."

Oke, cukup sampai di sini saja percakapannya, karena kalau saya tulis semua percakapan ini sampai selesai, bisa-bisa tulisan saya kali ini jadi naskah sinetron yang gak kelar-kelar macam di televisi.

Apa yang mau saya share dari cuplikan pembicaraan saya dan teman saya tadi adalah, supaya kita jangan terlalu banyak keinginan saat mau traveling. Terutama jika sebenarnya kita sudah tahu keterbatasan kita, misalnya dana atau waktu.

Saat ini memang kelihatannya traveling sudah menjadi salah satu kebutuhan sekunder. Mau ke luar kota atau ke luar negeri, at least dalam waktu setahun maunya kita pergi ke suatu tempat untuk berlibur dan me-recharge diri dari rutinitas.

Bagi mereka yang memang pekerjaannya traveling sih tidak perlu dibahas ya. Biasanya mereka memiliki lebih banyak waktu untuk exploring destinasi yang dikunjungi dan mereka sudah sangat jelas mengetahui apa yang ingin mereka cari.

Tapi bagi mereka yang kebetulan punya rutinitas pekerjaan, tentunya waktu yang dimiliki untuk traveling terbatas. Dan bisa jadi juga dananya pun terbatas. Oleh sebab itu saat traveling, penting sekali supaya kita benar-benar memilih apa yang ingin kita lihat, kita kunjungi, kita coba, kita beli, kita rasakan dan lainnya.

Well, sejujurnya ini berdasarkan pengalaman saya sendiri dan kebetulan saya terapkan juga ke diri sendiri supaya saya tahu diri. Ada tujuh hal yang tidak harus kita lakukan saat traveling. Apa saja itu?

1. Tidak semua pendapat orang harus didengar tentang negara/daerah mana yang harus kamu kunjungi.
Ini seperti contoh obrolan dengan teman saya tadi. Saat ingin memutuskan destinasi mana yang mau kita kunjungi, baik itu dalam maupun luar negeri, sebaiknya diusahakan untuk tidak terlalu menuruti kata orang.

Memang sah-sah saja kita meminta pendapat orang lain tentang destinasi yamg direkomendasikan. Apalagi kalau kita sama sekali belum pernah ke tempat tersebut. Pastinya kita tidak ingin "ketinggalan" dalam mengunjungi destinasi yang sedang hits.

Masalahnya sekarang, apakah kita punya cukup waktu dan dana untuk mengunjungi semua tempat yang direkomendasikan orang lain?

Contohnya, kita mau pergi ke Bali tapi banyak yang merekomendasikan supaya sekalian nyebrang ke Lombok dan mengunjungi berbagai gili. Atau misalnya kita mau pergi ke Hong Kong karena kepingin lihat Tian Tan Buddha, tapi banyak yang bilang supaya sekalian nyebrang ke Macau karena dekat.

Atau, misalnya kita punya dana yang hanya cukup untuk pergi ke Paris karena kepingin lihat Menara Eiffel, tapi banyak yang bilang supaya sekalian ke negara Schengen lainnya mumpung dekat meskipun harus nambah dana.

Coba tanyakan ke diri sendiri, apakah kita punya cukup waktu dan dana untuk menuruti semua pendapat orang lain karena alasan 'mumpung' tadi?

2. Tidak semua tempat wisata harus dikunjungi.
Oke, poin kedua ini memang tidak jauh beda dengan poin pertama tadi. Biasanya, satu destinasi yang kita kunjungi punya banyak tempat wisata.

Masih dengan pertanyaan yang sama, apakah kita harus kunjungi semua tempat wisata tersebut? Apa kita punya cukup waktu dan dana untuk mengunjungi semuanya?

Pastinya kita punya tempat-tempat yang sudah kita incar sejak lama dan sungguh-sungguh ingin kita kunjungi dong?

Saya jadi ingat saat mengunjungi Israel. Saya suka sekali melihat arsitektur gereja-gereja yang ada di sana. Tapi Mr. Avi sang tour guide saya bilang, saya butuh waktu paling tidak dua bulan untuk mengunjungi semua gereja yang ada di Israel. Whats! Saya bisa dipecat kalau cuti sampai dua bulan.

Kalau saya traveling, saya memang lebih suka destinasi budaya lokal atau alam. Jadi semisal ada destinasi terkenal seperti amusement park (taman bermain macam Disneyland) atau tempat shopping, ya saya nomor duakan atau mungkin saya coret sama sekali.

Apalagi, kalau saya baru pertama kali ke suatu daerah atau negara. Saya akan mengunjungi tempat yang benar-benar saya ingin lihat sampai puas, dengan asumsi saya belum tentu akan kembali lagi ke tempat tersebut dalam waktu dekat. 

Jika masih ada waktu, barulah saya mengunjungi tempat lainnya. Termasuk kawasan perbelanjaan, dimana biasanya yang saya kunjungi paling tidak satu tempat yang menurut saya paling menarik.

Intinya, lihat apa yang ingin benar-benar kamu lihat. Bahkan tempat anti-mainstream sekalipun. Jangan terlalu menuruti kata orang tapi ujung-ujungnya kalimat yang keluar dari mulut kita: "Katanya bagus banget sampe gue bela-belain waktu di tempat A gue cut. Taunya hanya begitu saja. Mending tadi gue puas-puasin di tempat A deh!"

Ilustrasi: travelmaker.com
Ilustrasi: travelmaker.com
3. Tidak semua sudut/objek harus difoto.
Pernah lihat turis yang dikit-dikit foto begitu tiba di tempat wisata? Atau kamu sendiri suka seperti itu?

Well, mengabadikan objek atau pemandangan yang baru pertama kali kita lihat memang kelihatannya jadi sesuatu hal yang wajib saat traveling. Apalagi kalau bukan buat kenang-kenangan dan terutama untuk dipamerkan di sosmed, ya khan? Ditambah lagi teknologi zaman sekarang sudah canggih. 

Smartphone sebagai salah satu benda primer masa kini pastinya selalu dilengkapi kamera canggih dengan resolusi tinggi, range warna super banyak dan berbagai kualitas lainnya. Tentunya sayang dong kalau tidak dimanfaatkan maksimal? Jepret sana jepret sini, selfie sana selfie sini.

Ada satu kebiasaan orang yang paling membuat saya heran, dimana mereka biasanya mengambil foto sekitar 5-10 jepretan untuk satu objek. Begitu juga dengan selfie. 

Alasannya biar bisa dipilih mana yang paling bagus. Tapi kok ya SAMA semua? Apa yang mau dipilih kalau objek dan angle-nya sama semua? Ujung-ujungnya gambar-gambar tersebut didiamkan, menumpuk di memory card, hingga akhirmya malas sendiri untuk memilah-milah.

Kalau kamu punya kebiasaan seperti itu, bagaimana kalau mencoba untuk dikurangi? Saat traveling bukankah seharusnya kita benar-benar menikmati dan mengamati apa yang tersaji di depan mata kita? 

Kalau kita terlalu sibuk memotret, saya yakin justru kita akan semakin tidak bisa melihat keindahan dan keunikan objek atau tempat yang sesungguhnya.

Saran saya, begitu kita tiba di suatu tempat wisata, cobalah untuk mengamati secara keseluruhan lebih dulu. Bila perlu dengarkan dulu penjelasan dari tour guide (jika ada) supaya kita paham cerita dari tempat yang kita kunjungi. Barulah kita pilih kira-kira mana objek yang paling menarik atau angle mana yang paling oke untuk difoto. 

Gak lucu dong kalau kita ditanya orang tentang tempat yang sudah kita kunjungi, kita cuma bisa jawab "Duh, gak tau. Gue lupa soalnya gue sibuk selfie & motret".

4. Tidak semua makanan lokal harus dicoba
Kalau saya pergi ke suatu daerah atau negara baru, sebisa mungkin saya mencoba langsung makanan lokal (khas daerah setempat). Tapi saya tidak pernah memaksakan untuk mencoba semua makanan lokal, karena belum tentu makanan "asing" tersebut cocok di perut saya.

Contoh, waktu saya ke Korea, saya diajak mencoba makan gurita hidup. Di Korea, gurita hidup termasuk salah satu kuliner ekstrim lokal. Boro-boro makan gurita hidup, makan ikan mentah macam Sashimi saja saya tidak suka. Apalagi merasakan tentakel gurita bergerak-gerak di mulut saya karena melawan gigitan saya. Ieuh!

Pastinya, saya tidak ingin rencana perjalanan saya terganggu karena diare, alergi atau keracunan makanan setelah bela-belain mencoba makanan lokal.

Ilustrasi: intrepidtravel.com
Ilustrasi: intrepidtravel.com
5. Belanja seperlunya, tidak semua barang di luar negeri lebih murah.
Tipikal orang-orang kita, masih banyak yang punya mindset bahwa harga barang-barang di luar negeri lebih murah. Jadi kalau sudah merencanakan traveling ke luar negeri, pasti mampir ke pusat perbelanjaan. 

Awalnya sih sudah membuat daftar barang yang akan dibeli, tapi setelah melihat barang lain, maunya diborong semua sampai koper overloaded. Padahal kalau dihitung-hitung kurs, pajak dan lain-lainnya, harganya beti (beda tipis) dengan yang dijual di Indonesia.

Kecuali kita tahu benar perbedaan harga normal dari barang yang dijual di Indonesia dan di luar negeri, ya saya kira kita tidak perlu latah untuk membeli barang tersebut seperti yang orang lain lakukan.

Saya sendiri pernah mengalami hal serupa waktu saya ke China dulu sekali. Anggapan saya barang-barang China pasti lebih murah. Apalagi teman-teman saya banyak yang belanja ini-itu dengan alasan lebih murah. 

Gara-gara latah, saya menyesal begitu sampai di Indonesia karena kalau dihitung-hitung harganya gak beda jauh dengan Indonesia.

Kalau sedang traveling, usahakan untuk belanja seperlunya. Lagipula, biasanya custom Indonesia memberikan batasan nominal harga barang yang kita beli di luar negeri. 

Biasanya maksimum 250 USD untuk per orang atau 1.000 USD per keluarga. Jika melebihi, tentunya akan dikenakan pajak impor saat tiba di Indonesia. Nah kalau kena pajak impor juga, bisa jadi kan harga belanjaanmu jadi sama atau lebih mahal dari Indonesia?

6. Tidak semua suvenir harus di koleksi.
Beberapa orang ada yang suka mengumpulkan suvenir khas dari daerah atau negara yang dikunjungi. Saya sendiri juga suka mengoleksi suvenir berupa boneka yang mengenakan pakaian tradisional daerah setempat atau pajangan khas lainnya.

Sah-sah saja sih hobi mengoleksi sesuatu. Tapi lebih baik kita hanya mengoleksi paling tidak satu atau dua jenis suvenir. Contoh, magnet kulkas atau tumblr atau kaos atau gantungan kunci atau snowball dan lainnya.

Selain menghemat uang, tentunya menghemat tempat penyimpanan juga di rumah. Kalau kamu, suka koleksi apa di rumah?

Ilustrasi: timeout.com
Ilustrasi: timeout.com
7. Tidak semua orang harus dibelikan oleh-oleh
Nah ini dia yang paling penting untuk selalu diingat. Kamu tidak perlu merasa berkewajiban untuk membelikan oleh-oleh untuk semua orang yang kamu kenal saat sedang traveling.

Tanpa bermaksud untuk melarang, jika memang budget traveling-mu terbatas, tidak perlu dipaksakan untuk membawakan oleh-oleh untuk seantero keluarga, teman, rekan kerja, dan lainnya.

Saya paham dimana salah satu sifat orang-orang kita yaitu suka merasa 'tidak enakan'. "Ah, gue gak enak kalau bawain si A oleh-oleh, tapi si B gak gue kasih", atau "Kalau gue bawain dia oleh-oleh, yang lain pasti nanya juga. Kalo gue bilang gak ada, ntar dikira pelit". 

Tapi memang ada juga sih orang yang suka membeli banyak oleh-oleh saat traveling. Ya gak salah juga.

Saya sudah pernah membahas seputar oleh-oleh ini di artikel saya sebelumnya. Intinya kamu tidak perlu merasa berkewajiban untuk membawa oleh-oleh untuk setiap orang yang kamu kenal hanya karena kamu punya kesempatan untuk traveling, sementara yang lain tidak.

Bagi saya yang namanya traveling adalah momen berharga karena itu berarti saya bisa keluar sejenak dari rutinitas untuk melihat, mengamati, dan merasakan sesuatu hal yang baru. 

Hal ini sangat bermanfaat untuk membuat saya kembali bersemangat. Jadi sebisa mungkin saya menikmati dengan cara saya sendiri tanpa harus menuruti semua kata orang. Happy travel!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun