Oleh sebab itu, kewaspadaan harus lebih ditingkatkan di level sarana distribusi pelayanan misalnya apotek atau instalasi farmasi rumah sakit.
Semestinya apotek jangan mudah tergiur dengan diskon yang diberikan distributor.
Contoh, jika harga pasaran 1 karton produk A dari distributor adalah lima ratus ribu rupiah, kemudian salah satu distributor lain memberi diskon 50% tanpa ada kondisi tertentu (harga diskon bisa jadi diberikan karena ED produk sudah dekat), maka apotek perlu mencurigai keaslian produk tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tampilan desain kemasan (apakah rapi atau tampak seperti print biasa), bentuk dan/atau tampilan segel kemasan (apakah berbeda dari biasanya), dan penampakan fisik (misalnya warna) obat yang berbeda dari yang biasanya (jika bisa diamati tanpa membuka kemasan).
Pertanyaan saya sekarang adalah, dari mana JKI memperoleh obat kadaluarsa sedemikian banyak?
Menurut regulasi, obat-obat yang sudah kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan harus dimusnahkan. Sarana yang memusnahkan obat kadaluarsa harus melaporkan berita acara kepada regulator terkait.
Jadi kelihatannya perlu ditelusuri juga sarana yang menjual obat-obat kadaluarsa ke PT. JKI.
2D Barcode sebagai Upaya Pencegahan Peredaran Obat Palsu
Di era Revolusi  Industri 4.0 dimana perkembangan teknologi digital kini sudah merambah di setiap aspek kehidupan, BPOM juga berinovasi dengan membangun pengawasan berbasis digital.
Tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan pengawasan produk oleh petugas dan masyarakat untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenui persyaratan, termasuk mencegah beredarnya produk tanpa identitas (tanpa NIE atau NIE palsu).