Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hal-hal Kecil yang Tanpa Disadari Bisa Menghabiskan Uangmu

8 Juli 2019   16:38 Diperbarui: 11 Juli 2019   04:00 6537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: travelmarketreport.com

Case 1
Saya: "Ngopi yuk" (Maksudnya di pantry kantor)

Teman: "Eh ya ampun, lo tau gak ada kafe kopi baru deket kantor kita. Gue liat sih tempatnya cozy-gitu, nyobain yuk. Pengen tau enakan mana sama St***ucks yang biasa gue minum".

Case 2
Teman: "Lo mau ikut gak besok? Gue mau ngantri beli HP S****ng yang baru itu"

Saya: "Gile, handphone lo kan masih bagus. Belom juga setahun lo pake kan?"

Teman: "Ya boleh dong. Biar update. Katanya yang model ini tahan air bahkan kalo lo cemplungin ke air seember! Ini penjualan perdana nih di Indonesia"

Saya: "Oh gitu ya.."

Bagi para generasi milenial seperti saya, tentunya sering menemui atau mungkin mengalami sendiri topik pembicaraan seperti di atas. Budaya generasi milenial yang fokus dalam memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan pengembangan diri, membuat mereka mengerti betul bagaimana harus mempergunakan uangnya untuk menikmati hidup.

Contoh, kebiasaan ngopi-ngopi cantik di kafe-kafe kekinian sudah menjadi suatu hal yang lumrah bagi para generasi milenial. Mereka yang awalnya tidak suka minum kopi akhirnya jadi suka demi mengikuti tren terkini. Padahal mereka juga gak ngerti-ngerti amat mengenai ilmu tentang biji-biji kopi, cara roasting atau brewing yang baik dan benar.

Setiap weekend nge-mall (apalagi kalau ada mall yang baru), nonton dibioskop lengkap dengan camilan yang harganya lumayan mahal karena beli di counter biskop, ngumpul di kafe-kafe kekinian dan beli makanan atau minuman yang instagenic kalau difoto, beli gadget terbaru, sampai sering-sering traveling ke luar negeri (kalau cutinya masih cukup).

Ilustrasi: fimela.com
Ilustrasi: fimela.com
Saya sangat setuju bahwa pengalaman bisa menjadikan seseorang memahami tujuan hidupnya dan membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam menjalani hidup. Pengalaman baru adalah investasi diri. Mulai dari bergaul dan menghadapi banyak orang yang memililiki beragam sifat, kepribadian dan pemikiran yang berbeda, melihat dunia luar dan mengamati budaya masyarakat lain, bertoleransi, dan sebagainya.

Dan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman tersebut tak jarang harus merogoh kocek juga. "Justru karena hidup cuma sekali, makanya kita tuh cari duit supaya bisa menikmati hidup". Kira-kira begitulah dalihnya.

Tapi sadarkah kita bahwa ada begitu banyak hal-hal kecil yang justru tidak kita sadari dapat menghabiskan uang kita hingga ke receh-recehnya. Apa saja itu?

1. Ngantuk sedikit, mampir ke coffee shop mahal, padahal banyak juga kopi yang lebih murah atau mungkin bisa bikin sendiri.

2. Stres sedikit, shopping ke mall. Beli baju, sepatu, kosmetik dan barang-barang yang diinginkan tapi bukan dibutuhkan.

3. Lapar sedikit, makannya di restoran-restoran all you can eat. Ujung-ujungnya bayar mahal tapi yang dimakan cuma sedikit.

4. Daftar membership gym dan kelas olahraga tertentu, padahal datangnya hanya sekali-sekali. FYI, jogging atau sepedaan di sekitar kompleks atau saat car free day, juga sama sehatnya. Yoga atau Pilates untuk pemula lewat Youtube juga oke. Tidak perlu mahal-mahal bayar membership gym.

5. Bosan sedikit, nonton ke biskop tapi ujung-ujungnya ketiduran juga. Padahal ada banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk menghilangkan bosan, misalnya dekorasi ulang kamar tidur, eksperimen memasak, dan lainnya. Untuk beberapa film memang enaknya nonton langsung di bioskop. Tapi kalau terus-terusan juga, ya bisa rugi bandar.

6. Begitu ada smartphone jenis baru yang di-release, langsung antre untuk beli padahal tidak perlu-perlu amat karena smartphone yang ada pun sebenarnya masih bagus dan berfungsi baik.

7. Cuti sebenarnya sudah habis, tapi karena ada tiket pesawat promo, bela-belain dibeli dengan alasan "Kapan lagi dapat tiket murah PP?". Tiket PP boleh murah, tapi kalau di sananya menginap di hotel berbintang, kemana-mana naik taksi, belanja oleh-oleh segambreng, ya sama saja bohong.

Ilustrasi: travelmarketreport.com
Ilustrasi: travelmarketreport.com
Hal-hal tersebut di atas kelihatannya kecil kalau hanya dilakukan sekali-sekali. Tapi kalau sudah menjadi lifestyle alias terus-menerus, pada saatnya nanti bukan tidak mungkin di masa tua nanti kita akan mengalami kesulitan ekonomi karena lupa berinvestasi materi saat masih muda dan masih kuat. Dan penyesalanlah yang akan menjadi ujungnya.

Kita memang perlu investasi diri sendiri (pengembangan diri), tapi investasi materi juga penting. Memang ada beberapa hal yang tidak bisa dibeli dengan uang atau materi seperti waktu, kesehatan, mimpi, harapan, dan cinta. Kita bisa membeli jam tapi tidak bisa membeli waktu, kita bisa membeli obat-obatan tapi tidak bisa membeli kesehatan, kita bisa membeli buku tapi bukan ilmu pengetahuan.

Meski demikian, kita tetap memerlukan uang untuk makan dan minum yang cukup supaya tetap sehat, kita tetap perlu uang untuk sekolah supaya memperoleh pendidikan, kita tetap perlu uang untuk membeli rumah sebagai tempat bernaung, kita tetap perlu uang untuk berobat di rumah sakit, kita tetap perlu uang untuk berlibur untuk menghilangkan kepenatan, kita tetap perlu uang untuk berinvestasi di masa depan.

Ilustrasi: rappler.com
Ilustrasi: rappler.com
Maka saya sangat setuju dengan salah satu pepatah Cina yang terkenal (kalau saya tidak salah), "Jin qian bu shi wan neng, dan mei you jin qian, ni shenme dou bu shi" (money is not everything, but without money you are nothing).

Jangan menjadi manusia yang naif karena di zaman sekarang ini mau tidak mau kita harus akui bahwa uang memiliki peran yang penting. Dan sebagai generasi milenial yang saat ini sedang dalam usia produktif, ada baiknya kita perlu memikirkan persiapan masa depan. Caranya ya dengan berinvestasi. Dan supaya bisa berinvestasi, bisa dimulai dengan mengontrol pengeluaran hal-hal yang tidak terlalu penting dan tidak terlalu bermanfaat.

Tentukan prioritas dan sesuaikan gaya hidup dengan tingkat pendapatan. Jika dirasa gaya hidup kita mulai tidak seimbang dengan pendapatan, jangan malu untuk menurunkan standar kita. Jauhkan rasa gengsi jika tidak mau terjebak dalam gaya hidup ekonomi yang tidak sehat.

Daripada buang-buang uang untuk ngopi di kafe seminggu dua kali, nonton bioskop seminggu sekali, makan di restoran fancy dua minggu sekali, shopping sebulan sekali hingga traveling tiga kali setahun, lebih baik kebiasaan tersebut mulai dikurangi dan sisihkan uangnya untuk ditabung sebagai DP rumah, investasi logam mulia atau reksadana dan lain sebagainya.

Apalagi sekarang sudah banyak bank-bank yang menawarkan variasi investasi yang cocok dengan kaum milenial. Mengapa tidak mencoba saah satunya? Jika masih takut ambil resiko, jenis Tabungan Rencana atau deposito juga masih oke untuk dijadikan investasi awal.

Ilustrasi: realestate.com.au
Ilustrasi: realestate.com.au
Sudah banyak artikel yang menayangkan analisis bahwa dalam beberapa tahun ke depan, kaum milenial tidak akan sanggup membeli rumah. Mengingat harga tanah terus naik dari tahun ke tahun (begitu juga dengan properti). Jadi jika kaum milenial terus mengutamakan gaya hidupnya (yang katanya) demi memperoleh banyak pengalaman, bukan tidak mungkin apa yang ditayangkan dalam artikel-artikel itu akan menjadi kenyataan.

Coba bayangkan, saat tua nanti kita tidak punya tempat tinggal karena tidak pernah sanggup membeli rumah untuk jadi tempat berlindung. Kalau kata orang, kerja siang-malam banting tulang sampai bungkuk delapan tapi masih tidak punya rumah juga, ibarat kerja tanpa ada hasil.

Well, intinya kembali lagi kepada pribadi masing-masing. Semua punya target jangka pendek dan jangka panjang, semua punya prioritas dalam menggunakan uang. Namun yang perlu dicatat, hendaknya kita lebih bijak dalam mempergunakan uang. Seimbangkan investasi diri dan investasi materi supaya sesal tak muncul di akhir.

Ya iyalah, kalau muncul di awal namanya DP!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun