Oleh sebab pesyaratannya sama seperti obat modern, maka Fitofarmaka harus memenuhi ketentuan BPOM terkait keamanan, kualitas dan efikasinya. Ketiga aspek ini tidak hanya dievaluasi saat pre-market tapi juga dipantau selama proses produksi hingga post-market.
3. Sistem JKN
Meskipun sistem pelayanan kesehatan seperti ini menguntungkan masyarakat, jika Fitofarmaka masuk dalam daftar obat JKN, tentunya industri farmasi harus bersaing soal harga yang murah karena sistemnya berupa lelang. Jika harga terlalu murah, besar kemungkinan tidak menutup modal pengembangan produk. Selain itu, fitofarmaka juga masih jarang diresepkan oleh dokter. Mungkin upaya pengenalan produk fitofarmaka perlu lebih digalakkan lagi di kalangan dokter Indonesia, serta memperbanyak edukasi kepada masyarakat umum.
4. Kompetitor Asing
Rasanya cukup fair jika kita mengakui bahwa teknologi industri farmasi asing masih lebih kuat daripada kita. Besar kemungkinan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang lebih sanggup melakukan penelitian terhadap bahan-bahan alam dari Indonesia. Jadi tentunya sayang sekali kan jika sampai ada bahan alam kita yang dipatenkan oleh perusahaan asing karena modal dan teknologi yang tidak memadai?
Semoga kelak produk Fitofarmaka di Indonesia bisa semakin berkembang dan menjadi suatu komoditi obat yang kuat untuk kesehatan masyarakat, serta bisa dibanggakan hingga ke dunia internasional. Untuk mencapai cita-cita ini tentunya tidak lepas dari dukungan pemerintah, pelaku usaha, serta peran masyarakat seperti para petaninya.
- Artikel ini diperbaharui tanggal 12 Mei 2023 -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H