Tantangan Industri Farmasi dalam Mengembangkan Fitofarmaka
Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi sumber bahan baku Obat Bahan Alam yang sangat besar (beda dengan bahan baku kimia obat yang hingga saat ini mayoritas pengadaannya masih melalui importasi dari negara lain), sayangnya justru jumlah produk fitofarmaka kita masih sedikit.
1. Livitens (mengandung olive leaf extract EFLA) untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi ringan.
2. Stimuno (mengandung ekstrak Meniran) untuk Immunomodulator (meningkatkan daya tahan tubuh).
3. Tensigard (mengandung ekstrak Kumis Kucing dan Seledri) untuk Hipertensi.
4. X-Gra (mengandung ektrak Panax Ginseng, Ganoderma, Eurycomae) untuk Afrodisiak / disfungsi ereksi.
5. Inlacin (mengandung ekstrak Daun Bungur dan Kayu Manis) untuk Diabetes.
6. New Divens; Diabetadex (mengandung ekstrak Meniran dan Jintan Hitam) untuk Immunomodulator, dan lainnya.
7. Disolf (mengandung enzim Lumbrokinases dari cacing tanah) untuk melancarkan sirkulasi darah.
8. Vipalbumin Plus (mengandung ekstrak ikan gabus) untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
9. Redacid (mengandung ekstrak kayu manis) untuk meredakan gangguan lambung.
Lalu kira-kira mengapa Fitofarmaka kita masih sedikit? Rupanya masih ada banyak tantangan yang dihadapi oleh industri farmasi dalam mengembangkan Fitofarmaka mulai dari:
1. Modal dan Pengembangan
Industri farmasi umumnya merupakan sektor yang padat modal/investasi. Pembangunannya memerlukan biaya yang besar untuk membuat fasilitas produksi beserta segala sarana penunjang dan teknologinya. Belum lagi pengembangan formulasi produk, mulai dari pemilihan dan pengujian bahan baku, hingga uji pre-klinik dan uji klinik produknya. Proses Research & Development ini tentunya memakan biaya besar dan waktu lama, serta dibutuhkan SDM yang ahli dan kompeten.
2. Regulasi