Saya sedang duduk di salah satu peron Stasiun Manggarai sambil menunggu kereta yang akan saya tumpangi datang, ketika tiba-tiba ada seorang mbak-mbak duduk di sebelah saya. Tangan kirinya menenteng tas Louis Vuitton KW, sementara tangan kanannya memegang smartphone (tidak tahu merek apa) lalu ditunjukkan kepada saya. Rupanya dia mau nanya arah.
“Mbak, kalau mau ke alamat ini di Bekasi, saya naik kereta dari sebelah mana?” tanyanya. “Tunggu disini saja Mbak. Nanti keretanya lewat Jalur 4”, jawab saya.
Tak lama kemudian dia bertanya lagi, “Duh kok lama banget ya Mbak, keretanya sudah dimana sih?”.
“Itu Mbak keretanya baru jalan dari Mangga Besar”, jawab saya sambil menunjuk ke arah papan petunjuk yang bertuliskan “BEKASI Ber Manggabesar” dengan lampu berwarna merah mentereng.
“Oh, Mangga Besar itu dimana Mbak? Berapa lama lagi sampai di sini?” tanyanya lagi.
Karena kali ini saya sudah kesal, akhirnya saya jawab “Mbak kan punya handphone canggih. Coba download peta KRL. Disitu ketahuan berapa stasiun lagi dari Mangga Besar sampai Manggarai”.
Pernah mengalami situasi seperti saya di atas? Saya bukan tipe orang yang pelit memberi jawaban kalau ada orang yang bertanya. Tapi untuk pertanyaan-pertanyaan semacam ini, jujur saya merasa terganggu. Apalagi kalau pertanyaannya datang dari orang-orang seumuran generasi milenial yang punya smartphone canggih. Helow! Itu smartphone apa gunanya?
Bukan sekali dua kali saya mengalami situasi seperti ini. Saat saya masih jadi pengguna Transjakarta, saya juga sering mengalami hal serupa.
Oke, saya akui beberapa orang memang tidak memiliki kemampuan alamiah membaca peta. Tapi apa salahnya sih memahami dulu moda transportasi yang akan kita gunakan sebelum kita pergi ke suatu tempat? Paling tidak perkiraan jarak (berapa stasiun/halte) dan nama stasiun/halte yang terdekat dengan tujuan kita. Jadi kita tidak buta-buta amat di tengah jalan. Apalagi transportasi yang akan kita naiki semacam Transjakarta atau Commuterline yang jalurnya sudah pasti.
Berdasarkan pengamatan saya selama menjadi pengguna trasnsportasi umum, berikut ini adalah hal-hal sepele namun penting yang harus kita ketahui saat menggunakan transportasi umum:
Pelajari peta jaringan transportasi massal
Saya akui petunjuk arah untuk transportasi umum di Indonesia (bahkan di Jakarta) belum terlalu memadai. Boleh dibilang masih kalah dengan negara tetangga macam Malaysia apalagi Singapore. Kalau jalan yang dilalui adalah jalan-jalan protokol atau jalan besar yang dilalui transportasi massal, mungkin petunjuk arahnya lebih jelas. Tapi kalau sudah masuk jalan-jalan kecil, belum tentu bisa kita temukan dengan mudah.
Mau tidak mau harus bertanya pada orang yang kebetulan lewat atau abang ojek yang lagi mangkal (boleh dibilang, abang ojek adalah orang yang paling dapat diandalkan kalau mau bertanya soal arah jalan). Saya jadi ingat jokes yang beredar di kalangan traveler backpacker Jakarta, “Kalo lo survive di jalanan Jakarta, berarti lo bisa survive di jalanan negara lain”. Benar gak kira-kira?
Sebagai pengguna transportasi umum dalam kegiatan sehari-harinya, tidak jarang saya ditanyai oleh orang lain tentang arah, dan dengan senang hati saya menjawab sesuai yang saya tahu. Tapi untuk pertanyaan-pertanyaan sepele seperti turun dimana, seberapa jauh jaraknya, tentunya bisa kita cari tahu sendiri, kecuali Anda termasuk kategori lansia yang kurang mengerti teknologi. Dan sepengamatan saya, inilah yang sering malas dilakukan oleh masyarakat kita.
“Ngapain capek-capek baca. Mendingan nanya, lebih cepet”, kata mereka kalau disarankan membaca peta. Padahal dengan adanya kemudahan teknologi seperti smartphone canggih dan jaringan internet, kita bisa mencari informasi apapun dengan mudah. Transportasi semacam Bus Transjakarta dan KRL Commuterline juga pastinya sudah memiliki peta jaringan yang bisa kita download dari situs resminya.
Melalui peta jaringan tersebut, kita bisa mengetahui seberapa jauh jarak tempuh hingga nama halte/stasiun yang terdekat dengan tujuan kita. Tapi entah kenapa tetap saja orang-orang kita ini terlalu malas untuk diam sejenak, membaca dan memahami arah yang harus mereka tempuh. Kenyataannya masih banyak yang lebih suka update status kegiatan di Facebook, upload foto selfie di Instagram atau forward informasi “dari grup sebelah” di Whatsapp.
Sebentar lagi Jakarta akan punya MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu). Coba pelajari dulu petanya sebelum menggunakannya. Apalagi rutenya baru sedikit, pastinya lebih mudah dipahami daripada jalur MRT di New York sana yang sudah tumpang tindih! Malu dong sama orang asing ketika ditanya rute transportasi massal, tapi tidak mengerti cara baca petanya.
Patuhi etika/aturan
“Dilarang makan/minum”, “Dilarang buang sampah”, “Utamakan kursi prioritas untuk lansia, ibu hamil dan/atau membawa anak, dan penumpang disabilitas”. Tiga larangan dan anjuran ini nyatanya justru yang paling sering tidak diindahkan pengguna transportasi umum/massal.
Tujuannya dibuat aturan ini bukannya untuk gaya-gayaan, tapi memang supaya armada yang kita gunakan bersih dan nyaman digunakan. Pasti malas dong kalau bus atau kereta yang kita gunakan, kotor dan bau?
Terkait Kursi Prioritas, entah sudah berapa banyak artikel di Kompasiana ini yang membahasnya. Kursi Prioritas pada dasarnya hanya boleh digunakan oleh yang berhak, yakni mereka yang termasuk dalam ketiga ketegori di atas.
Idealnya sih, kursi itu tetap dibiarkan kosong. Tapi kalau mau digunakan (oleh yang tidak berhak) juga tidak apa-apa, namun sebaiknya jangan lantas (pura-pura) tidur supaya ketika nanti ada penumpang prioritas, harus siap berdiri dan memberikan kursi tersebut tanpa harus diteriakkin dulu.
Ngobrol boleh, tapi jangan berisik
Kadang untuk menghilangkan penat saat kemacetan atau ketika berdesakan, kita mengobrol dengan teman. Tapi apa jadinya ketika serombongan orang mengobrol dan tertawa-tawa dengan suara keras secara bersamaan? ANNOYING!
Kalau yang macam begini sudah tiga kali saya temui saat menggunakan KRL jurusan Bogor-Jakarta Kota di pagi hari. Serombongan ibu-ibu dan bapak-bapak yang tampaknya sudah menjadi pengguna rutin kereta jurusan tersebut, naik entah dari stasiun mana saja, kemudian berkumpul di satu gerbong sesuai informasi teman mereka yang sudah naik duluan.
Jadi semacam genk commuter gitu. Saat semua anggota sudah berkumpul (jumlahnya mungkin sekitar sepuluh orang), mereka membagi-bagikan camilan sarapan seperti gorengan, lontong atau kue. Padahal sudah jelas ada aturan dilarang makan dan minum.
Sambil makan, mereka mengobrol dan tertawa keras-keras (karena jumlah mereka banyak dan terhalang oleh penumpang lain yang sedang berdesakkan). Terbayang dong berisiknya suasana dengan obrolan dari orang sebanyak itu?
Pahami aturan bereskalator
Pernah dengar aturan di negara lain bahwa, saat menggunakan eskalator, satu sisi untuk berdiam dan sisi lainnya untuk berjalan/mendahului?
Tapi meskipun sudah ada himbauan yang berulang kali terdengar dari mikrofon, tetap saja masyarakat kita banyak yang pura-pura tidak dengar. Begitu serombongan penumpang kereta yang baru saja turun dari kereta, kemudian menggunakan eskalator untuk berpindah, mereka malah berdiri diam menutupi kedua sisi eskalator.
Akibatnya orang yang sedang terburu-buru (misalnya penumpang transit) jadi ketinggalan kereta karena harus menerobos kerumunan orang dulu di eskalator.
Dan entah kenapa, salah satu budaya masyarakat Indonesia adalah berjalan santai. Dimana pun. Kalau saya bandingkan dengan kebiasaan orang di luar negeri saat berada di jalan, stasiun MRT dan lainnya, mereka semua bergerak cepat dan buru-buru. Kesannya mereka benar-benar tidak ingin buang-buang waktu di jalan.
Nah kebiasaan orang Indonesia yang terlalu santai ini, kadang menghambat orang lain yang sedang terburu-buru di jalan. Kalau tersenggol apalagi tertabrak, sudah dipastikan berbagai macam sumpah-serapah akan muncul. "Apaan sih, lebay banget. Biasa aja dong jalannya!"
Kalau memang ingin santai, bukankah sebaiknya berdiri atau berjalan di sisi yang tidak menghalangi jalan orang lain?
Demikianlah beberapa hal yang menurut saya sepele tapi penting untuk diingat dan dilaksanakan dalam bertransportasi umum, untuk kebaikan bersama. Kamu punya contoh lainnya? Share di kolom komentar ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H