Saya akui petunjuk arah untuk transportasi umum di Indonesia (bahkan di Jakarta) belum terlalu memadai. Boleh dibilang masih kalah dengan negara tetangga macam Malaysia apalagi Singapore. Kalau jalan yang dilalui adalah jalan-jalan protokol atau jalan besar yang dilalui transportasi massal, mungkin petunjuk arahnya lebih jelas. Tapi kalau sudah masuk jalan-jalan kecil, belum tentu bisa kita temukan dengan mudah.
Mau tidak mau harus bertanya pada orang yang kebetulan lewat atau abang ojek yang lagi mangkal (boleh dibilang, abang ojek adalah orang yang paling dapat diandalkan kalau mau bertanya soal arah jalan). Saya jadi ingat jokes yang beredar di kalangan traveler backpacker Jakarta, “Kalo lo survive di jalanan Jakarta, berarti lo bisa survive di jalanan negara lain”. Benar gak kira-kira?
Sebagai pengguna transportasi umum dalam kegiatan sehari-harinya, tidak jarang saya ditanyai oleh orang lain tentang arah, dan dengan senang hati saya menjawab sesuai yang saya tahu. Tapi untuk pertanyaan-pertanyaan sepele seperti turun dimana, seberapa jauh jaraknya, tentunya bisa kita cari tahu sendiri, kecuali Anda termasuk kategori lansia yang kurang mengerti teknologi. Dan sepengamatan saya, inilah yang sering malas dilakukan oleh masyarakat kita.
“Ngapain capek-capek baca. Mendingan nanya, lebih cepet”, kata mereka kalau disarankan membaca peta. Padahal dengan adanya kemudahan teknologi seperti smartphone canggih dan jaringan internet, kita bisa mencari informasi apapun dengan mudah. Transportasi semacam Bus Transjakarta dan KRL Commuterline juga pastinya sudah memiliki peta jaringan yang bisa kita download dari situs resminya.
Melalui peta jaringan tersebut, kita bisa mengetahui seberapa jauh jarak tempuh hingga nama halte/stasiun yang terdekat dengan tujuan kita. Tapi entah kenapa tetap saja orang-orang kita ini terlalu malas untuk diam sejenak, membaca dan memahami arah yang harus mereka tempuh. Kenyataannya masih banyak yang lebih suka update status kegiatan di Facebook, upload foto selfie di Instagram atau forward informasi “dari grup sebelah” di Whatsapp.
Sebentar lagi Jakarta akan punya MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu). Coba pelajari dulu petanya sebelum menggunakannya. Apalagi rutenya baru sedikit, pastinya lebih mudah dipahami daripada jalur MRT di New York sana yang sudah tumpang tindih! Malu dong sama orang asing ketika ditanya rute transportasi massal, tapi tidak mengerti cara baca petanya.
Patuhi etika/aturan
“Dilarang makan/minum”, “Dilarang buang sampah”, “Utamakan kursi prioritas untuk lansia, ibu hamil dan/atau membawa anak, dan penumpang disabilitas”. Tiga larangan dan anjuran ini nyatanya justru yang paling sering tidak diindahkan pengguna transportasi umum/massal.
Tujuannya dibuat aturan ini bukannya untuk gaya-gayaan, tapi memang supaya armada yang kita gunakan bersih dan nyaman digunakan. Pasti malas dong kalau bus atau kereta yang kita gunakan, kotor dan bau?
Terkait Kursi Prioritas, entah sudah berapa banyak artikel di Kompasiana ini yang membahasnya. Kursi Prioritas pada dasarnya hanya boleh digunakan oleh yang berhak, yakni mereka yang termasuk dalam ketiga ketegori di atas.