Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membatasi Pertemanan dengan Rekan Kerja di Medsos? Tidak Salah Kok

17 September 2018   09:00 Diperbarui: 17 September 2018   11:50 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: makeuseof.com

Pada suatu hari, salah satu rekan kerja saya tiba-tiba nyeletuk, “Ma, kok kita belum berteman di Facebook sih? Confirm gue dong”. Padahal sudah lebih dari lima tahun saya bekerja di perusahaan saat ini. 

Seketika saya agak bingung mau menjawab apa. Tapi akhirnya saya hanya menjawab sambil tertawa sekenanya, "Gue udah jarang main Facebook. Udah uninstall di handphone. Jadi Cuma sesekali buka, itupun di laptop dan kalau pas ada koneksi wifi". 

Pernah mengalami situasi seperti itu? Sengaja tidak ingin berteman dengan seseorang di media sosial meskipun di dunia nyata berteman dengan orang tersebut. Tapi banyak juga yang tidak kenal di dunia nyata, tapi berteman di media sosial.

Zaman sekarang ini, saat media sosial menjadi sarana utama keeksistensian seseorang, jumlah friends atau followers menjadi salah satu indikator tenar atau tidaknya seseorang. Dengan banyaknya jenis media sosial sekarang ini, saya yakin kebanyakan seseorang juga memiliki lebih dari satu akun media sosial (termasuk saya).

Saya juga yakin, kebanyakan para pemilik akun media sosial hanya mengenal sekitar 70% dari total pertemanan mereka. Sisanya asal confirm permintaan pertemanan (friend request) demi memiliki banyak pengikut, meskipun tidak kenal. Pokoknya ada kebanggaan tersendiri kalau punya banyak pengikut di media sosial.

Jujur saja, saya bukan termasuk orang yang mengkonfirmasi pertemanan di media sosial dengan mudahnya. Saya menyeleksi mereka yang mengajukan pertemanan alias hanya yang kenal-kenal saja. 

Kalaupun ada yang tidak kenal, biasanya saya melihat mutual friend mereka lebih dulu, baru saya putuskan menerima atau tidak. Jika saya tidak kenal plus tidak banyak atau tidak ada mutual friend yang saya kenal, sudah pasti saya tolak.

Bukannya sombong atau apa, tapi bagi saya pertemanan di dunia maya perlu berhati-hati. Yang namanya media sosial, kemungkinan ada hal-hal pribadi kita yang berpotensi bisa disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Pertemanan di media sosial bisa berasal dari berbagai kalangan, mulai dari sahabat terdekat, teman-teman sekolah (SD/SMP/SMA), kuliah (S1 hingga S3), teman kursus atau komunitas, keluarga, guru atau dosen, hingga rekan kerja bahkan atasan. Kalau pertemanan yang berasal dari teman/sahabat dan keluarga sih mungkin sudah biasa dan umum. Tapi bagaimana dengan rekan kerja atau atasan? Tunggu dulu..

Saya termasuk orang yang membatasi pertemanan dengan kelompok ini. Mengapa? Ya tidak lain tidak bukan, karena saya hanya ingin membatasi ruang privasi saya dari konsumsi mereka. 

Jadi untuk para pembaca yang sekiranya memiliki prinsip yang sama dengan saya, tidak perlu resah, khawatir apalagi gundah gulana, terutama ketika ada rekan kerja yang protes karena Anda tidak mengkonfirmasi friend request mereka. Sikap itu wajar-wajar saja menurut saya.

Berikut ini alasan saya mengapa pertemanan dengan rekan kerja di media sosial bukanlah merupakan suatu keharusan:

Menjaga Privasi

Saya yakin setiap orang memiliki kehidupan pribadi tertentu di luar lingkaran pekerjaan, karena hidup bukan hanya tentang bekerja meskipun sebagian besar waktu yang dimiliki dihabiskan di tempat kerja.

Jadi ketika di media sosial kita melakukan hal-hal yang disukai seperti upload foto liburan atau hasil masakan atau hobi lainnya, menuangkan pemikiran-pemikiran tertentu terkait suatu isu (kecuali hal-hal yang berkaitan pemikiran ekstrimisme dan bertujuan memecah-belah loh ya), sharing video, dan lainnya, tentu kita tidak ingin hal-hal tersebut malah dijadikan sebagai bahan gosip oleh rekan kerja dong? Apalagi kalau rekan kerja kita termasuk orang yang KEPO alias Knowing Every Particular Object, males juga kan.

Selain itu, saya yakin beberapa dari Anda pernah ada yang mengajukan cuti sakit atau keperluan keluarga ke kantor, tapi yang dilakukan sebenarnya adalah pergi liburan (karena kebetulan hari kejepit atau long weekend). 

Bagi yang hobi berbagi foto-foto destinasi liburan di media sosial atau mungkin punya usaha sampingan sebagai Travel Blogger, tentunya kita tidak ingin orang kantor sampai tahu kan?

Tidak berteman dengan rekan kerja atau sekantor, tentunya membuat kita lebih tenang dan happy menikmati me time atau liburan tanpa harus merasa khawatir jadi bahan gosip di tempat kerja.

Menghindari Resiko PHK

Kalau Anda termasuk orang yang hobi mengeluh tentang pekerjaan atau minimal menyindir-nyindir rekan kerja apalagi atasan di media sosial, tidak berteman dengan rekan kerja adalah hal yang mutlak. Meskipun sebenarnya hal ini tidak baik, kebiasaan ini jelas bisa membuat Anda beresiko dipecat.

Pun jika Anda kebetulan memiliki pandangan yang berbeda dengan mayoritas rekan kerja terkait suatu isu, misalnya politik dan agama, kemudian menuangkannya di media sosial. Meskipun mungkin Anda tidak bermaksud apa-apa, bisa jadi pandangan Anda yang berseberangan itu menjadi boomerang bagi Anda.

Meminimalisir kemungkinan melihat postingan "mengganggu" dari rekan kerja

Kebalikan dari poin sebelumnya, jika kita memiliki rekan kerja yang hobi mengeluh soal pekerjaan di media sosial, tentunya lama-kelamaan kita merasa muak sambil berpikir, "Kenapa dia gak resign aja sih kalo hobinya ngeluh terus kayak gitu?". Ujung-ujungnya kita meng-unfriend atau unfollow mereka dan mungkin saja mereka akhirnya malah berpikir buruk tentang kita.

Meski begitu, terkadang media sosial juga seringkali jadi bahan pertimbangan bagi suatu perusahaan ketika akan mengambil keputusan untuk menerima karyawan. Beberapa perusahaan bahkan sudah ada yang menanyakan akun media sosial pelamar kerja ketika proses rekrutmen berlangsung. Sedikit banyak, media sosial bisa digunakan untuk memperlihatkan tipe kepribadian seseorang.

Lalu bagaimana mensiasatinya? Seperti yang sudah saya singgung di atas, saat ini biasanya seseorang memiliki lebih dari satu akun media sosial. Dengan demikian, jika ada kolega yang ingin berteman dengan Anda di media sosial, berikanlah salah satu akun yang Anda punya. Yang pasti akun-akun itu tidak memuat hal-hal yang negatif terutama hal-hal yang bisa membahayakan karir.

Intinya, membatasi maupun tidak berteman dengan rekan kerja bukanlah suatu keharusan maupun sesuatu yang salah. Saya bukannya ingin melarang Anda untuk berteman dengan rekan kerja atau atasan, karena itu tergantung keputusan masing-masing individu. 

Tapi ketika kita berteman dengan rekan kerja di media sosial, tentunya banyak hal yang harus dibatasi untuk di-posting serta harus berpikir ulang setiap kali akan mem-posting sesuatu, meski pada dasarnya apapun yang kita posting di media sosial juga harus selalu bisa dipertanggungjawabkan, tak peduli siapapun jaringan pertemanan yang kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun